Filsafat berawal dari ketakjuban, demikian kata Aristoteles , seorang empu filsafat yang sangat di kenal. Syarat pertama sebagai seorang filosof jelas bahwa kita harus memiliki curiosty atau rasa ingin tahu yang besar. Kita tidak boleh mengandalkan sikap “biasa saja” atau mempertahankan sesuatu hal pun di dunia ini yang tidak menakjubkan dan menantang untuk di tanyakan kalau kita menyadarinya.
Dalam ajaran Islam kita mengenal dua sosok nabi yang luar biasa, Ibrahim dan Musa. Keduanya sama-sama bergerak atas pertanyaan dan kegelisahan. Ibrahim memulai kesangsian dengan mencetuskan pertanyaan. Metode yang dalam filsafat pendidikan disebut refleksi. Ungkapan pertanyaan yang didaratkan itu dalam realita kontradiktif. Azar, Ayahnya mestinya tahu kalau berhala itu tak bisa berbuat apa-apa. Keyakinannya ditentang dengan menunjukkan jantung kelemahan. Meski Ibrahim di curangi, diancam, dia tetap mempertanyakan keyakinan itu.
Ibrahim junior memang memiliki keingintahuan yang sangat besar, sebab itu kita tidak pernah terlalu muda untuk memulai berpikir mendalam dan tidak pernah tua untuk mengakhirinya sebab tak dapat dikatakan bahwa seseorang terlalu muda dan terlalu tua untuk menekuni kesehatan hidup. Segala hal, dari yang paling kecil sampai yang paling besar di muka bumi ini pada dasarnya menakjubkan dan menarik untuk ditanyakan.
***
Ada orang rajin, ada orang malas. Mengapa bisa begitu? Ada Ibu yang menyayangi anaknya tetapi ada pula yang ingin membunuh anaknya, mengagumkan bukan? Ada orang yang sakit perut karena kelaparan, ada pula yang sakit perut karena kekenyangan, mengagumkan bukan? Lebih jauh lagi, pernahkah kita bertanya mengenai bahasa di keseharian kita?
Tak bisa di pungkiri lagi, bahasa adalah kendaraan dan sarana untuk berkomunikasi, semisal mengapa bahasa berita itu harus faktual (tidak fiksional) harus monofonik dan tidak ambigu. Mengapa bahasa sains lebih memuliakan objektifitas dan kepastian tidak menghendaki ambiguitas, atau bahasa bikrorat yang resmi dan dipenuhi jargon-jargon yang sudah haus, serta bahasa Agamawan yang monofonik ? Dan masih banyak realitas lain yang bisa kita bidik sebagai sasaran kekaguman.
Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia berpikir.
Dengan berpikir, manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas berpikir. Oleh karena itu, sangat wajar apabila berpikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.
Termasuk dalam hal membaca, ketika kita membaca karya-karya penulis, jangan sampai terbawa apalagi hanyut. Kita harus punya benteng, jangan sampai terjebak dengan persetujuan buta pada pemikiran penulis. Kita harus masuk ke dunianya, kita bahkan bisa jauh. Menerobos batas-batas yang bisa mempertemukan kita dengannya secara emosional, tapi untuk sebuah kesepakatan tetap kita harus menyaringnya, harus seperti gunung kita merenung ! Jaques Deridda mengingatkan kita akan hal ini dengan bahasa Ketidakhadiran metafisika.
Milan kundera dalam bukunya Art Of Novel mengatakan bahwa tugas seorang novelis adalah mengganggu para pembacanya agar melihat dunia sebagai sebuah pertanyaan melalui novel. Baginya menerima ide-ide tanpa berpikir adalah virus yang meracuni kebutuhan umat manusia akan pembebasan, berolah nalar, bertanya, dan bermajinasi.
Novel sangat berharga untuk di baca karena ia mengganggu cara pandang kita terhadap kenyataan yang rutin dan sehari-hari mempersiapkan realitas. Memparodikannya, menggugat dan bahkan bermain-main terhadapnya. Sebelumnya saya ingatkan kepada para pembaca, filsafat bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari, namun setiap manusia dapat belajar untuk berpikir secara filosofis.
Dalam tradisi Inggris modern filsafat dibedakan sebagai ; 1). Upaya pencarian untuk memperoleh kebijaksanaan ; 2) usaha sungguh sebagai pemenuhan intelektual. Dalam khazanah ilmu, filsafat diartikan berpikir bebas, radikal (radic ; akar, berpikir sampai akar-akarnya).
Jadi, secara teoritis filsafat mampu memberikan kepada kita pemahaman yang esensial tentang segala bidang, sehingga pada giliranya kita bisa meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di balik teori-teori yang terdapat di dalam ilmu-ilmu. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan berpikir serius.
Kemampuan ini akan memberikan kemampuan memecahkan masalah secara serius ; menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir suatu penampakan. Maka sudah seharusnya berfilsafat secara mudah adalah memulainya dengan bertanya dan berpikir, sebab sahabat filsafat ada diantara kedua itu.
Meski akhir-akhir ini kita dituntut untuk berdiam diri di rumah, baiknya tidak meninggalkan kegiatan bertanya dan berpikir di tengah pandemi sebagai proses tetap berpikir kritis
Sedemikian adanya, sedemikian baiknya. Selamat Mencoba !