Perspektif

Mitsaqan Ghalizan: Perempuan Juga Boleh Berkarir

4 Mins read

Kemajuan semakin terasa di era milenial saat ini. Semakin terbukanya peluang luas bagi perempuan atas peran di semua sektor kehidupan. Hampir semua sektor yang ada, baik pendidikan, perekonomian, kesehatan, dan sektor sosial lainnya tidak lepas dari peran perempuan.

Perempuan Berkarir

Peran perempuan untuk terlibat dan berkarir dalam beberapa sektor lapangan kerja setidaknya akan membuat perannya menjadi perempuan yang identik berkemajuan.

Seringkali istilah yang disematkan pada perempuan atau wanita yang bekerja di luar rumah dikenal sebagai perempuan berkarir. Jusmiani dalam jurnalnya mengatakan bahwa karir ialah suatu cakupan keikutsertaan pada lahan pekerjaan yang lebih menekankan pada kesukaan dan ketertarikan.

Pekerjaan upahan dalam jangka waktu lama, yang setidaknya mendambakan sebuah kemajuan dan peningkatan seseorang untuk bertahan hidup.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perempuan karir ialah perempuan yang menetapi posisi pekerjaan dan diharapkan mampu mandiri finansial. Baik atas usahanya sendiri ataupun bekerja pada pihak lain.

Posisi perempuan karir sendiri sering diidentikkan sebagai sebuah cerminan atas kepintaran dan kemajuan seorang perempuan. Tentu saja keindentikkan tersebut masih berada di antara dua posisi.

Label positif dan negatif tidak hanya melihat dari sisi kemandirian perempuan, akan tetapi juga tergantung dari bagaimana perempuan itu sendiri. Dimana ia mampu membawa dirinya selaras dengan nilai-nilai agama dan juga nilai-nilai sosial.

Lantas bagaimana Islam memandang dan menggambarkan secara utuh terkait posisi perempuan karir sendiri?

Islam sendiri sebenarnya memandang perempuan secara umumnya sebagai makhluk ciptaan Allah yang diciptakan dalam bentuk terbaik (ahsan at-taqwim).

Tentu saja cakupan Ahsan At-Taqwim tersebut diantaranya adalah segala potensi yang dimilikinya sebagaimana laki-laki. Meskipun dalam hal tertentu terdapat pengecualian atas ketentuan Allah dan Rasulnya.

Baca Juga  Napak Tilas Aisyiyah: Gerakan Perempuan Berkemajuan

Beberapa perempuan karir bahkan telah berbuat baik atas peran pekerjaannya jika diniatkan untuk membantu ekonomi keluarganya.

Terkait terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk terlibat aktif dalam suatu pekerjaan,  perempuan tidak lagi dipandang terbatas hanya pada peran domestik semata.

Perempuan dalam Peranan Masyarakat

Perempuan dapat pula memperluas peluang dan kesempatan untuk melibatkan perannya dalam lingkup masyarakat lebih luas (ruang publik). Hal ini sedikit banyak telah menggeser anggapan bahwa peran perempuan identik dengan dapur dan kasur. 

Dalam khazanah pengetahuan Islam sendiri banyak contoh nyata, bagaimana perempuan ikut serta dan aktif bekerja di ruang publik. Istri Rasulullah sendiri, Khadijah adalah seorang perempuan yang aktif dalam dunia bisnis. Beberapa istri Rasulullah dan para Sahabat bahkan terlibat dalam peperangan sebagai perawat atas korban peperangan.

Ada pula Ummu Sulaim binti Malham, perempuan di masa Nabi yang bekerja sebagai perias pengantin. Zainab binti Jahsy (Istri Rasulullah) pun juga seorang yang aktif bekerja sebagai penyamak kulit binatang.

Perempuan-perempuan di atas hanyalah sedikit gambaran terkait peran perempuan dalam hal pekerjaan atas bidang usahanya.

Pada kenyataanya, mereka dapat menjadi teladan yang baik yang menggambarkan keberhasilan perempuan karier yang menggabungkan kemaslahatan dunia dan akhirat. Berbanding sejajar dengan lelaki dalam hal membangun sebuah peradaban yang baik.

Lantas, apakah konteks keadaan perempuan karir yang terjadi pada zaman kenabian juga sama dengan keadaan perempuan karier pada zaman sekarang?

Rupanya fungsi perempuan karir pada masa sekarang kondisinya jauh lebih kompleks permasalahannya. Jabatan perempuan karir zaman sekarang tidak pernah lepas dari persoalan.

Tanggungjawab Perempuan Karir

Persoalannya adalah tentang tanggungjawab perempuan karir utamanya bagi mereka yang telah menikah/berkeluarga. Perempuan Karir tentu memiliki dua peran yang menjadi tanggung jawabnya, peran pada keluarga (suami, anaknya), serta peran pada tempat kerjanya. Dimana perempuan karir harus paham juga mengenai tentang kewajiban utama.

Baca Juga  Nawal El Saadawi: Feminis Sejati dari Dunia Arab

Lantas suatu pegangan atau prinsip yang dapat menjembatani peran perempuan untuk 2 posisi (keluarga dan tempat usahanya) ? Pernyataannya seolah mirip dengan salah satu lima pokok konsep aliran Muktazilah, “Al Manzilah Bain Al Manzilatain” (posisi di antara 2 posisi).

Bagi Muktazilah, pelaku dosa besar yang belum sempat taubat ketika wafatnya itu digolongkan orang yang tidak beriman, juga tidak kafir. Posisinya berada di tengah pula, tidak di surga, tidak pula di neraka. Sekilas konsep tersebut ambigu. Posisi perempuan karir pun tanpa pegangan prinsip hidup yang jelas juga akan membingungkan.

Terkait prinsip yang menjembatani peran perempuan dua posisi di atas, Islam telah memberikan gambaran utuh, di mulai sejak pasangan terikat dalam pernikahan.

Dalam Islam, Allah tidak menyebut pernikahan sebagai Akad, melainkan perjanjian (Mitsaq), yang disifatkan sebagai perjanjian sangat kuat (Mitsaqan Ghalizhan).

Bahkan pada perjanjian yang sangat kuat itu disejajarkan dengan dua perjanjian lainnya. Dimana terdapat  perjanjian Allah dengan Para Rasul Ulul Azmi, serta perjanjian Bani Israil di jaman Nabi Musa.

Tentang Mitsaqan Ghalizan

Istilah Mitsaqan Ghalizan juga diartikan Sayyid Qutub dalam Tafsirnya Fi Zhilaalil Qur’an. Dikatakan bahwa Mitsaqan Ghalizan merupakan perjanjian akad nikah dengan nama Allah.

Perjanjian yang kuat yang tidak akan direndahkan. Dengan begitu, pasangan (suami dan istri) akan menghormati perjanjian yang kuat ini serta saling bertanggungjawab atas konsekuensi, baik hak dan kewajiban di dalamnya.

Di saat prinsip Mitsaqan Ghalizan erat pada jiwa perempuan karir, besar kemungkinan kewajiban, tanggungjawab atas keluarganya dan karirnya dilaksanakan dengan baik.

Perempuan karir berkemajuan merupakan ia yang tidak melupakan serta melalaikan peranan untuk keluarga. Seperti itulah yang tentunya dapat menopang sendi-sendi kehidupan sebagaimana yang disebut Buya Hamka dengan Imaadul Bilad (Tiang-tiang Negara).

Baca Juga  Wanita Berpendidikan Tinggi, Pentingkah?

Begitu indah kalam Buya Hamka saat menjelaskan Imaadul Bilad dalam Tafsir Al-Azharnya. Bagi Buya Hamka, perempuan demikian yang disebut ibu-ibu yang di telapak kakinya terletak Surga. Padanya terdapat penghargaan atas istri yang setia dan Ibu yang pengasih.

Mereka merupakan guru pertama sebelum manusia masuk kedalam gelanggang hidup yang luas. Apabila seorang laki-laki pulang dari medan perjuangan hidup, ke dalam penjagaan perempuan demikianlah mereka akan mencari ketentraman jiwa. Dialah didapat “sakinah” (ketenangan) hati yang tetap serta hilanglah keraguan seorang laki-laki.

Demikianlah sekilas gambaran Islam terkait pijakan utama yang perlu menjadi tali pegangan yang kokoh bagi perempuan karir. Tentunya bagi perempuan karir yang memiliki dua posisi peranan, baik untuk keluarganya dan juga untuk karir di luar rumahnya.

Tidak salah sebuah pepatah arab mengatakan : An nisaa imadul bilad. Faman aqomaha faqu Annisa’ ‘imadul bilad,idza sholuhat sholuhal bilad wa idza fasadat fasadal bilad. Khoirul bilad khoiruhu nisa, wa afsadul bilad afsaduhu nisa. (Wanita adalah tiang negara,apabila wanitanya baik maka negara akan baik dan apabila wanita rusak maka negarapun akan ikut rusak. Baiknya negara karena baiknya wanita dan rusaknya negara karena rusaknya wanita).

Editor: Fakhri Ilham S

Avatar
5 posts

About author
Bekerja di UMSurabaya
Articles
Related posts
Perspektif

Nasib Antar Generasi di Indonesia di Bawah Rezim Ekstraktif

4 Mins read
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, telah lama bergantung pada sektor ekstraktif sebagai pilar utama perekonomian….
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds