Pada hari Jumat, (9/9) di hari yang penuh berkah Prof. Abdul Mu’ti me-launching buku yang berjudul “Guyon Maton: Lucu Bermutu ala Muhammadiyin“. Buku yang diterbitkan IBTimes.ID tersebut, sebagai ‘hadiah’ milad Prof. Mu’ti yang ke-54, sebagaimana jumlah halaman pada buku tersebut.
Hadirnya buku tersebut bak oase di tengah kegersangan atas berbagai persoalan negeri. Selain itu, semakin mempertegas bahwa orang-orang Muhammadiyah sebenarnya punya cita rasa humor yang tinggi. Tak hanya melucu, namun terdapat mutu dari joke-joke yang disampaikannya. Dengan kata lain penuh makna bagi yang memahaminya.
Sebelumnya, kelucuan kaum Muhammadiyin juga sering di-‘kampanyekan’ oleh akun media sosial Muhammadiyin Garis Lucu, adapula kaos Muhammadiyah Garis Lucu yang diproduksi oleh Kaosmu. Namun jauh sebelum itu, sesungguhnya humor-humor nan cerdas sering dilakukan oleh para Pimpinan Muhammadiyah.
Bagaimana tidak, KH. AR Fachruddin, Ketua PP Muhammadiyah yang menjabat sebagai pucuk Pimpinan di Persyarikatan paling lama itu juga memiliki sisi humor yang ‘renyah’. Tetapi, akibat kultur egaliter yang dimiliki Muhammadiyah, kelucuan itu sedikit terasa anomali. Padahal sesungguhnya, sering sekali tokoh-tokoh Persyarikatan melontarkan joke-joke saat mengisi atau memberikan sambutan.
Bahkan KH. Ahmad Dahlan pun orangnya mempunyai sisi kelucuan yang penuh makna, ketika KH. Ahmad Dahlan didatangi seorang Kyai asal Semarang yang memprotes madrasah yang didirikan Kyai Dahlan. Sang Founding Fathers Muhammadiyah itu membalasnya dengan kalimat yang lucu. Hingga membuat para santrinya ketawa, hal itu terdapat pada sebuah adegan di fim Sang Pencerah.
Muhammadiyah Juga Bisa Lucu
Era kekinian, di kalangan Muhammadiyah sudah semakin akrab dengan hal-hal yang lucu. Bagaimana tidak, Muhammadiyah memiliki banyak tokoh-tokoh yang memiliki sisi humor yang tinggi dan sarat makna.
Di antaranya Pak Hajriyanto Thohari, Prof. Din Syamsuddin juga sering membuat joke saat memberikan sambutan. Nah! Yang tak asing lagi, yakni Prof. Abdul Mu’ti, Sekretaris PP Muhammadiyah tersebut kerap sekali menyampaikan kalimat-kalimat lucu. Baik saat sambutan, maupun saat bercengkrama. Tak heran jika Azaki Khoirudin, mantan CEO IBTimes.ID menyebut beliau sebagai “Tokoh Muhammadiyin Garis Lucu” pada postingan akun Tiktoknya.
Selain itu, di dunia maya sebenarnya banyak para warga dan kader Muhammadiyah yang memiliki sisi humor. Hal ini semakin membuat Muhammadiyah bukanlah sebuah organisasi yang ‘kaku’. Persyarikatan yang orang-orangnya dikenal ‘serius’, kini terasa lebih santai dan menyenangkan. Meski tadi, sebenarnya sudah ada beberapa tokoh dan kader Muhammadiyah yang suka melucu. Semisal Yusril Fahriza dan Dzawin Nur Ikram yang menjadi komika.
Maka, kelucuan Muhammadiyin sesungguhnya tidak diragukan lagi. Meski tak mungkin ketika para tokohnya ‘guyonan’ saat mengurus Muhammadiyah. “Menceriakan Indonesia, Menggembirakan Semesta” seperti tagline dari akun Twitter @MuhammadiyinGL.
Begitulah sebenarnya kultur dari masyarakat Indonesia, yang ramah dan selalu penuh canda. Apalagi netizen Indonesia sekarang ini yang selalu kreatif dan penuh kelucuan saat menyikapi setiap permasalahan sosial yang sedang ramai dibicarakan.
Memang masyarakat kita mungkin lebih familiar jika hal-hal lucu identik dengan orang-orang Nahdliyin, yang di mana banyak tokoh-tokohnya yang lucu ketika mengisi suatu acara.
***
Namun kini, dengan ‘lahirnya’ buku dari Prof. Abdul Mu’ti “Guyon Maton” tersebut, mempertegas bahwa tokoh Muhammadiyah juga tak kalah lucu dan kelucuannya bermutu nan penuh makna. Sehingga wajar kedua ormas besar tersebut mudah sekali dekat dengan masyarakat.
Muhammadiyah yang menjadi organisasi besar dan permah disebut sebagai ormas terkaya di dunia itu, sesungguhnya sebuah perkumpulan orang-orang yang ramah dan penuh kehangatan.
Tak hanya keakraban dengan golongan apapun, namun juga memiliki tokoh dan kader yang mempunyai sisi humoris yang bermutu. Maka, orang Muhammadiyah dengan kelucuan tak lagi minoritas bahkan anomali, buku “Guyon Waton” sebagai bukti nyata dan mungkin bisa menjadi referensi kita dalam mencari joke-joke yang bermakna dan memiliki mutu. Bukan ‘guyonan’ yang membuat sakit hati, yang mem-bully, atau mengandung rasa benci.
Editor: Yahya FR