Perspektif

Nasib Perempuan di Tengah Sentimen Masyarakat

2 Mins read

Manusia dengan keunikannya menunjukkan adanya suatu kodrat dari Tuhan yang harus diterima, terlebih seorang perempuan. Peran seorang perempuan menjadi sorotan di kalangan masyarakat, baik itu dalam pendidikan, pergaulan, hingga interaksi sosial dengan sesamanya.

Pergaulan juga salah satu metode seseorang dalam berinteraksi dengan lainnya, karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan teman satu dengan teman lainnya. Hal ini, sebagaimana dikemukakan oleh filsuf Agung Yunani yaitu Aristoteles, bahwasanya manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Sebuah hal yang membedakan manusia dengan hewan.  Sehingga, kehidupan yang harus  saling berdampingan dan saling melengkapi berbagai kekurangan.

Kebebasan Perempuan yang Menjadi Cita-cita

Sebagaimana kita ketahui, bahwa kebebasan perempuan menjadi sorotan di kalangan masyarakat. Sehingga, bisa membawa pikiran pada hal yang negatif dan membuat masyarakat resah akan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan. Namun, apa benar segala apa yang dilakukan perempuan sesuai yang mereka pikirkan?  Padahal, tidak semua yang mereka lakukan selalu negatif.  

Bertens pun mengemukakan bahwa manusia sangat membutuhkan adanya pengakuan kebebasannya. Sartre mengakui hal itu dan menuliskan bahwa manusia sebenarnya adalah kebebasan. Termasuk kebebasan perempuan merupakan sarana yang mampu membuka segala potensi yang menjadi kerahasian pada dirinya. Terlebih dalam lingkup keningratan, jarang didapati seorang perempuan mendapatkan hak kebebasannya. Oleh karena itu, kebebasan menjadi cita-cita besar mereka.

Menurut salah satu filsuf Rusia, perempuan itu identik dengan keterpaksaan, keterbelengguan, serta ditekan oleh tradisi. Masalah ini pun ditegaskan oleh Tolstoy sendiri yang mengatakan bahwa cinta yang dimiliki wanita bukanlah sekadar penusukan eksistensi. Bukan juga karena tuntutan dari luar, melainkan oleh kebutuhan-kebutuhan pribadinya.

Perempuan dan Sentimen Masyarakat

Islam hadir memberikan hak untuk perempuan. Meskipun memberikan hak kebebasan pada perempuan, tapi harus tetap menjunjung tinggi norma moral. Karena ada batasan yang harus dipatuhi, mana yang patut dilakukan dan aman yang tidak. Sehingga, perempuan bisa menjaga diri dari hal-hal yang dilarang agama.

Baca Juga  Mensejajarkan Posisi Inklusif pada Perempuan dan Anak

Namun apa yang terjadi di era modern ini? Sekalipun ada perempuan hamil di luar nikah, melakukan aborsi, dan lain sebagaimana, tapi itu tidak merepresentasikan semua perempuan. Bisa jadi, perempuan yang sengaja pulang malam, ada tugas atau pekerjaan yang menuntut ia pulang malam. Misal, memenuhi kebutuhan hidupnya, berpergian jauh sendirian, mengejar sebuah karir, atau menuntut ilmu.

Lantas apa salah dengan perempaun yang ikut demonstrasi, perempuan yang mengejar karir, perempuan yang menjadi pemimpin, perempuan untuk mendapat sekolah tinggi, apa salah perempuan yang pulang malam untuk mendapatkan sesuap nasi. Semua tidak ada yang salah, sejauh tidak memunggungi norma-norma agama dan norma-norma sosial kemasyarakatan. Justru bukanlah tindakan dari perempuan itu harus diperbaiki, melainkan persepsi atau pola pikir masyarakat yang perlu diperbaiki.

Banyak yang terjadi kesalahpahaman di masyarakat tentang perempuan. Perempuan tetap berhak atas kebebasannya tanpa dikekang, selama masih untuk kepentingan kemaslahatan dirinya dan bagi masyarakat sekitar.

Manusia boleh saja berbeda pendangan pada sosok perempuan. Tetapi, yang menjadi titik persoalan adalah bahwa perempuan selalu dipandang sebelah mata jika tidak sesuai dengan pandangan masyarakat pada umumnya.

Ada pula perempuan mengemis serta mengamen di sebuah bus, di jalan, di pasar, dan lainnya. Ini terkadang terjadi kesalahpahaman dan dianggap remeh oleh masyarakat. Seolah tindakannya termasuk perbuatan buruk. Padahal, boleh jadi apa yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan penghasilan atau memberi nafkah keluarganya. Stigma yang masih jamak ditemukan di masyarakat adalah bahwa perempuan ideal adalah mereka yang berdiam di rumah, tunduk pada suami, melayani keluarga, dan lain sebagainya.

***

Sejarah pun mencatat, peran perempuan telah memberikan kontribusi terhadap lahirnya sebuah peradaban, dan berbagai sektor lainnya hingga perjuangan keadilan sosial. Dalam pembuktian perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia dari kalangan perempuan yang mampu menjadi pahlawan perjuangan seperti Cut Nyak Dien, Kartini, Rasuna Said, dan lain sebagainya.

Baca Juga  Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

Islam pun hadir memberikan hak-hak penuh terhadap perempuan dan memuliakannya pada tempat yang sewajarnya. Bahkan meluruskan pandangan yang salah dan memberikan hak kebebasan sesuai dengan porsi dan proporsinya masing-masing. Dalam pandangan Quraish Shihab, hendaknya dalam bermasyarakat tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Semua sama harus ada rasa persatuan saling membahu satu sama lainnya.

Semua dituntut untuk saling menghormati, termasuk dengan kebebasan perempuan dalam bertindak. Saling memahami membawa pada keadaan yang lebih harmonis.

Editor: Yahya FR

Yusrolana Nor Haqiqi
3 posts

About author
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds