Tasawuf

Niat Ikhlas: Apakah Surga dan Neraka Penting?

4 Mins read

Surga dan neraka merupakan persinggahan terakhir manusia setelah hidup di dunia, yang tentunya tidak asing lagi bagi kita. Dari kedua tempat tersebut, semua orang pasti menginginkan untuk masuk di dalam surga, bukanlah di neraka. Akan tetapi, surga hanya dijanjikan buat orang-orang yang semasa hidupnya melakukan amal kebaikan. Konsep kedua tempat tersebut erat kaitannya dengan pemahaman niat dan ikhlas.

Surga dalam bahasa Arab adalah Jannah. Kata Jannah memiliki makna asli, kebun, atau perkebunan. Masyarakat Arab sering mengartikan jannah sebagai suatu tempat yang rindang dan dipenuhi pepohonan kurma dan anggur. Jannah dijadikan tempat untuk orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Sedangkan neraka berasal dari bahasa Arab nār. Nār memiliki makna neraka, terkadang juga dimaknai api. Berbeda dengan surga, neraka diperuntukkan untuk orang yang menentang perintah Allah.

Memahami Surga dan Neraka

Surga dan neraka memiliki sifat abstrak atau gaib. Penggambaran mengenai surga dan neraka yang sebenarnya belum diketahui, walaupun dalam Al-Qur’antelah sedikit menjelaskan secara umum.

Dalam tafsir karya Ibnu Katsir QS. al-Baqarah ayat 25, dijelaskan penggambaran surga dan neraka secara global. Surga di bawahnya mengalir bengawan dan neraka menyala-nyala disebabkan manusia dan batu. Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa pinggir bengawan surga dilapisi mutiara, begitu juga kerikil-kerikil terbuat dari mutiara dan permata. 

Penjelasan mengenai surga dan neraka juga terdapat dalam an-Nisa ayat 56-57. Kedua ayat tersebut menjelaskan klasifikasi orang yang masuk neraka dan orang yang masuk surga. Keadaan orang yang mengingkari Allah akan dimasukkan ke dalam neraka serta mendapatkan siksaan. Sedangkan orang yang beriman dan beramal baik maka dimasukkan ke dalam surga serta memperoleh kenikmatan.

Fenomena yang terjadi di masyarakat adalah sebagian masyarakat mengatasnamakan perbuatan baiknya dilakukan supaya mendapat pahala. Mereka memiliki mindset bahwa memperbanyak pahala agar dapat  masuk surga. Sehingga eksistensi surga menjadi tujuan yang fundamental. Niat mereka melakukan kebaikan sebab ingin masuk surga.

Baca Juga  Rabi’ah al-Adawiyah: Sufi Wanita yang Ingin Membakar Surga

Apabila ditanya alasan mengapa tujuan mereka melakukan kebaikan, mereka menjawab supaya mendapat pahala dan masuk surga. Atas dasar tersebut, surga merupakan suatu tujuan yang penting dan harus terwujud. Walaupun sesungguhnya terdapat sosok yang lebih pantas dijadikan tujuan dalam beribadah. Sosok tersebut adalah Allah SWT.

Hubungan Surga dan Neraka dengan Ikhlas

Sebagian dari orang memaknai jannah adalah suatu tempat yang penting. Pemahaman seperti itu wajar di kalangan masyarakat umat Islam. Hal tersebut disebabkan Al-Qur’an maupun hadis banyak menyandingkan kata kerja kebaikan dengan balasan surga.

Pemahaman tersebut menguat dengan adanya ayat yang menjelaskan bahwa orang yang masuk jannah akan berada di dalamnya kekal selama-lamanya. Sebagaimana pada al-Baqarah 82, 

“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”

Begitu pun juga, neraka merupakan suatu tempat yang begitu mereka takuti. Mereka sering mengatasnamakan perbuatan meninggalkan maksiat dengan tujuan agar terhindar dari neraka. Seakan-akan neraka suatu momok yang menakutkan. Padahal sesungguhnya sosok yang paling ditakuti adalah Allah SWT, sebagaimana firman Allah pada Ali Imran ayat 175,

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy). Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.

Persoalan di atas, apabila membahas dan menanyakan seberapa penting surga dan neraka maka dapat ditarik di dalam bidang tasawuf. Dan ia juga memiliki hubungan dengan bab niat dan ikhlas.

Semua perbuatan yang dilakukan pada dasarnya dilandasi oleh niat dan keikhlasan. Amal seseorang diterima dan tidaknya juga tergantung pada keduanya. Sehingga sangat penting menata niat pada semua perbuatan yang dikerjakan.

Konsep Niat dan Ikhlas dalam Beramal

Niat secara bahasa berarti menyengaja. Niat merupakan keinginan menyengajakan diri untuk melakukan suatu perkara dengan sadar. Oleh karena itu, penyelenggaraan ibadah harus didasari niat sehingga bisa dikatakan sah perbuatan tersebut. Hal tersebut berdasarkan potongan hadis riwayat Bukhori dan Muslim, 

Baca Juga  Karakter Ikhlas: Ibadah Hati yang Wajib Kita Tata dan Jaga

“Segala amal perbuatan ditentukan berdasarkan niat dan tiap-tiap orang mendapat apa yang diniatkan.”

Sayyid Abu Bakar dan Sayyid Bakri ad-Dimyati menjelaskan dalam Kitab Syarah Kifāyatul Atqiyaʻ bahwa ikhlas terbagi menjadi tiga macam. Pertama yaitu melakukan ketaatan kepada Allah tanpa didasari apa pun kecuali mencari ridho-Nya. Kedua, melakukan ketaatan karena adanya pahala dan meninggalkan maksiat karena takut siksaan di akhirat kelak. Ketiga, melakukan ketaatan karena ingin kemuliaan dan supaya Allah memenuhi kebutuhannya di dunia. 

Ikhlas yang pertama yaitu melakukan ketaatan tanpa didasari apa pun kecuali mencari ridho Allah.  Ikhlas ini memiliki tingkatan yang paling tinggi daripada ikhlas lainnya. Seseorang yang ikhlasnya sudah mencapai pada tingkatan ini, mereka tidak lagi menganggap penting lainnya, seperti adanya surga dan neraka. Hal tersebut disebabkan mereka beramal hanya berniat mencari ridho Allah tanpa alasan lain. 

Ragam Jenis Ikhlas dalam Beramal

Ikhlas yang pertama ini senada dengan pemikiran Rabiʻah al-Adawiyah. Pernah suatu hari beliau berlari-lari membawa obor dan seember air lalu beliau berkata,

“Aku akan menyalakan api di surga dan menyiram air ke dalam Neraka sehingga hijab di antara keduanya akan tersingkap sama sekali dari orang-orang yang berziarah dan tujuan mereka semakin yakin. Kemudian hamba-hamba Allah yang setia akan mampu menatap-Nya tanpa ada motivasi, baik itu pengharapan maupun takut. Bagaimana jadinya jika surga dan neraka tak pernah ada? Maka mereka tidak ada satu pun orang yang akan menyembah dan taat pada Allah

Rabiʻah bermaksud ingin membakar surga dan memadamkan api neraka. Hal tersebut agar seseorang dalam beribadah tidak lagi berharap balasan surga dan takut neraka.

Al-Qur’an juga menyinggung bahwa ada sebagian orang yang meniatkan amalnya hanya mencari ridho Allah. Kandungan ayat tersebut terdapat dalam Al-Baqarah ayat 207. Firman Allah sebagai berikut,

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhoan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Tingkatan ikhlas selanjutnya yaitu melakukan ketaatan karena adanya pahala dan meninggalkan karena takut siksaan di akhirat. Tingkatan ini sebagaimana problem yang dibahas pada pembahasan awal. Seseorang mengatasnamakan amal ibadahnya karena ingin masuk jannah dan meninggalkan maksiat karena takut siksa. Problem tersebut masuk dalam kategori ikhlas tingkatan yang kedua. Maka dari itu, bentuk ikhlas yang semacam ini dibenarkan dalam Islam.

Baca Juga  Yudi Latief: Umat Islam Harus Menciptakan Surga Here and Now

Tingkatan ketiga, melakukan ketaatan karena ingin kemuliaan dan supaya Allah memenuhi kebutuhannya di dunia. Tingkatan ikhlas berikut ini merupakan tingkatan ikhlas yang paling rendah. Sehingga seseorang boleh beramal baik dengan didasari oleh niat bahwa mereka melakukan kebaikan supaya Allah mencukupi kebutuhannya di dunia.

Pandangan Ikhlas terhadap Konsep Surga dan Neraka

Ketiga ikhlas tersebut membuka ruang mengenai berbagai macam orang. Berbagai macam orang dilihat dari tingkatan niat mereka dalam beramal yang berbeda-beda. Pertama,  sebagian orang menganggap bahwa surga dan neraka bukanlah tujuan terpenting dalam hidup ini, sebagaimana Rabi’ah Al-Adawiyah. Beliau berpendapat bahwa hakikat terpenting dalam beramal adalah adanya sosok Allah.

Dalam hal ini beliau menerapkan ikhlas tingkatan yang pertama. Kedua, sebagian lagi menganggap bahwa surga dan neraka itu penting. Adanya surga dan neraka memberikan perbedaan antara manusia dengan makhluk yang tidak memiliki tanggung jawab di akhirat. Ia juga sebagai reward semua amalan di dunia yang telah dijalani. Ketiga, sebagian lainnya hanya berpikir bahwa beramal kebaikan agar Allah memberikan keluhuran di dunia. 

Penjelasan di atas memaparkan bahwa ikhlas dibagi menjadi tiga tingkatan. Dari tiga tingkatan tersebut maka dapat diidentifikasi seberapa penting surga dan neraka dalam pandangan seseorang. Pandangan yang berbeda-beda tersebut, semuanya dibenarkan dalam agama. Sehingga setiap orang harus saling memahami dan menghargai dalam pembahasan tujuan hidup  dan diarahkan ke mana niat amal perbuatan mereka.

Editor: Shidqi Mukhtasor
Muhammad Abroru Ashlah
1 posts

About author
Mahasiswa Aktif Institut Agama Islam Negeri Kudus
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds