Perspektif

NKCTHI: Narasi Kelas Menengah yang Menjengkelkan

4 Mins read

Pengalaman kehilangan tidak hanya membentuk trauma yang berkepanjangan melainkan juga menjadi cara pandang dan tindakan seseorang di masa depan. Baik cara melihat dirinya maupun orang-orang yang dicintainya. Trauma ini menjadi titik awal dalam film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko yang kemudian jadi titik kejut di akhir cerita.

Alur NKCTHI

Narendra (Donny Damara) dan Ajeng (Susan Bachtiar) adalah keluarga kecil bahagia kelas menengah masyarakat urban di kota besar; memiliki anak sepasang anak (cowok dan cewek), rumah yang besar dua tingkat, dan mobil. Kebahagiaan ini digenapi dengan akan lahirnya anak ketiga mereka.

Namun, alih-alih bergembira, saat melahirkan anak ketiga, Narendra merasakan kehilangan dan kemudian memeluk anak pertamanya Angkasa (saat besar dimainkan oleh Rio Dewanto). Kehilangan ini tidak diperlihatkan dan menjadi pertanyaan sepanjang film ini, mengingat anak ketiga mereka lahir dengan selamat, yaitu Awan (saat besar dimainkan oleh Rachel Amanda). Potongan-potongan informasi itu sesekali diperlihatkan ketika Ajeng menangis duduk di lantai kamar mandi. Kemudian merasakan baby blues yang kemudian ditenangkan oleh Narendra.

Saat anak-anak mereka tumbuh dewasa, tingkat perhatian dalam cerita film mendominasi dua tokoh, yaitu sang Ayah Narendra dan anak bontot, Awan. Bagi Narendra menjaga Awan adalah kewajiban utama dalam seluruh keluarga tersebut. Pundak tanggungjawab itu diamanatkan oleh kakak tertua, Angkasa.

Karena itu, saat apapun yang terjadi dengan Awan, orang yang pertama kali disalahkan oleh sang ayah adalah Angkasa, yang dianggap lalai menjaga adiknya. Misalnya, saat Awan harus pulang sendiri dari kantor setelah ia dipecat dari pekerjaannya sebagai arsitektur muda di firma arsitek, ia seharusnya dijemput oleh Angkasa. Namun, ia justru pulang sendiri dengan menggunakan MRT. Saat keluar dari stasiun dalam kondisi melamun tersebut ia langsung ditabrak oleh sepeda motor karena tidak melihat situasi di sekitarnya.

Baca Juga  Sedikit-sedikit, Radikal!

Problema Keluarga

Bagi sang Ayah, kecelakaan itu bukan kesalahan Awan melainkan semata-mata kesalahan Angkasa yang tidak bisa menjaga adiknya. Di sini, cuplikan peristiwa mundur ke belakang di masa kecil bagaimana sang ayah kerap kali meminta kepada Angkasa untuk menjaga adiknya diperlihatkan melalui adegan Awan yang ditabrak sepeda motor kembali. Kondisi tersebut membuat sang Ayah murka kepadanya.

Sebagai Kakak, Angkasa dibebankan tanggungjawab dari kecil yang membuatnya memendam amarah karena melampaui kemampuannya sendiri. Tanggungjawab yang berlebih ini membuat ruang geraknya terbatas sebagai orang dewasa. Baik dalam menjalani pekerjaan di kantor yang bergerak di Event Organizer (EO) maupun saat membangun relasi yang serius dengan pacarnya.

Bagi keduanya, kepedulian Angkasa yang terlalu kepada anggota keluarga sangat menjengkelkan saat tempat ia bekerja dan pacarnya benar-benar membutuhkannya. Di sisi lain, Angkasa terlalu fokus menjaga Awan membuat Aurora (Sheila Dara Aisha) sebagai anak kedua dianaktirikan dan tampak tidak ada. Prestasi dan pembuktian apapun yang ditunjukkan olehnya sejak ia kecil hingga dewasa seolah-olah menjadi miskin apresiasi dari sang Ayah yang fokus dan terlalu posesif kepada Awan.

Kondisi ini membentuk kemandirian dalam diri Aurora dan di sisi lain memunculkan sikap depresif yang ditunjukkan melalui instalasi karya seninya yang melulu berwarna hitam. Terlalu kuatnya watak sang ayah yang mendominasi semua keputusan rumah tangga ini diperkuat dengan posisi rapuhnya sang istri saat di awal cerita film ini. Sang istri mengubah karakter dirinya yang menjadi pendiam dan jarang untuk mengambil peran sebagai ibu rumah tangga dalam membesarkan anak-anak mereka.

Awan sendiri, karena diproteksi oleh sang Ayah dan mendapatkan perhatian lebih, ia menjadi sosok perempuan yang egois, mau menangnya sendiri, dan tipikal resisten. Karena apapun telah disediakan oleh lingkungan keluarga rumahnya.

Baca Juga  Manusia Digital (1): Benarkah Semakin Individualistik?

Reaksi Anak-anak

Dominasi kekuasaan Narendra ini sedikit demi sedikit mulai digerogoti melalui perlawanan-perlawaan anak-anaknya. Ini dimulai dengan Awan yang berkenalan dan dekat dengan Ale (Ardhito Pramono), manager musik band Arah yang eksentrik sekaligus nyeni.

Tidak hanya memberikan pengalaman baru di luar kungkungan rumah, Ale juga memperluas horizon pengetahuan Awan tentang dunia luar yang keras dan kumuh serta kebebasan serta pengalaman artinya jatuh dan patah hati. Kehadiran Ale ini membuat transformasi dalam diri Awan yang membuatnya berani untuk menentang sikap sang Ayah.

Aurora juga melakukan perlawanan kepada sang Ayah saat mereka berdua bertengkar perkara tidak hadirnya Awan dalam pembukaan instalasi seni miliknya. Pertengkaran yang membikin gaduh ini membuat Aurora marah. Akumulasi kemarahan ini terlihat saat ini merasa tidak pernah dianggap ada dalam keseharian keluarga mereka.

Sementara itu, Angkasa kemudian membongkar rahasia yang di awal cerita ditutupi oleh sang Ayah. Ternyata saat Ajeng hamil sebenarnya bayi yang dikandungnya tidak hanya Awan melainkan adik kembar lainnya. Dalam proses persalinan, adik kembarnya itu tidak dapat diselamatkan dan Ajeng sebagai ibu pingsan selama 2 hari. Membuatnya tidak bisa melihat anaknya tersebut untuk terakhir kalinya.

Peristiwa itu ditutupi oleh sang Ayah dan menganggap bahwasanya luka yang ditutupi itu akan baik-baik saja itu ternyata sebuah kesalahan besar. Membuat anak-anaknya tumbuh sesuai timbal-balik respon reaktif dari sang Ayah.

NKCTHI dan Kelas Menengah

Harus diakui, semua karakter dalam film NKCTHI dimainkan dengan baik oleh para pemainnya dan terasa hidup. Namun, narasi yang diungkapkan mengandung dua catatan bagi saya.

Pertama, pengalaman kehilangan yang terlalu lebai. Siapapun memang akan merasa sedih saat mengalami kehilangan anak yang dinanti-nantikan. Meskipun demikian, derajat kehilangan tersebut tentu tidak akan mengalami traumatik itu, mengingat kembaran lainnya masih hidup dan ia masih memiliki dua anak lainnya juga.

Baca Juga  Hanya Penulis Gengsian dan Nggak Kreatif yang Takut Miskin (Tanggapan untuk Wahyudi Akmaliah)

Memang, setiap individu memiliki latar belakang pengalaman dan interaksi dengan orang sebelumnya yang berbeda, membentuk karakter dirinya. Namun, pengalaman trauma yang harus ditutupi sedemikian kuat menjadi rahasia keluarga dengan membangun dalih tersebut dalam alur cerita NKCTHI, bagi bang Haji “sungguh terlalu!”.

Kedua, kisah NKCTHI ini adalah pengalaman kelas menengah urban yang menjengkelkan. Hal-hal yang diributkan oleh keluarga ini memang merepresentasikan pengalaman kelas menengah atas; persoalan identitas pencarian diri, kebebasan untuk memilih, ruang individu yang merasa dibatasi.

Persoalan kelas menengah ke bawah semacam kesulitan untuk bayar uang sekolah, rasanya jadi pejalan kaki tanpa moda transportasi pribadi, sulitnya mencari pekerjaan selepas lulus S1 menjadi faktor yang tidak penting.

***

Di sisi lain, pilihan dari alur musiknya dan band yang dipilih sebagai latar belakang penguat cerita memperkuat hal tersebut. Usai menonton NCTHI, saya bertanya kepada teman saya yang kebetulan sama-sama nonton film tersebut untuk meyakinkan, karena tidak cukup relate dengan pengalaman saya.

Emang begitu ya? Perkara-perkara enggak terlalu penting bisa jadi persoalan banget buat kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan,” tanya saya. Rekan saya hanya tertawa dan bilang, “Iya betul itu. Aku sendiri pernah memiliki pengalaman satu adegan kayak gitu (maksudnya saat Angkasa bertengkar dengan sang Ayah).”

Di saat sebagian besar masyarakat Indonesia masih meributkan persoalan ekonomi, sambil tertawa saya cuma bilang kepadanya, “Bangke!”

84 posts

About author
Peneliti di Research Center of Society and Culture LIPI
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds