Pandemi Covid-19 di Indonesia memang tidak bisa diremehkan. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus cepat dan tepat agar virus ini tidak lagi memakan korban. Awal bulan Maret setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang warga Indonesia positif wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) atau yang biasa kita kenal dengan virus corona yang diduga tertular oleh warga negara Jepang yang terbang dari Malaysia setiap hari jumlah korban terus meningkat. Di Indonesia update covid19.go.id (2/4) jumlah positif 1.790, meninggal sebanyak 170 orang dan sembuh sebanyak 112 orang.
Penjelasan coronavirus yang dikutip dari covid19.go.id, merupakan keluarga besar virus yang dapat menyerang manusia dan hewan. Nah, pada manusia, biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan, mulai dari flu biasa hingga penyakit serius seperti MERS dan SARS.
Yang harus kita lakukan agar terhindar dari virus ini adalah dengan selalu mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, jaga jarak dengan orang lain ketika batuk atau bersin, tutup mulut dan hidung pakai tisu, jangan sentuh mata hidung dan mulut, dan jangan kontak langsung dengan orang bergejala COVID-19. Kebijakan pemerintah saat ini sangat ditunggu masyarakat.
Hingga akhirnya Pemerintah menyuruh untuk melakukan social distancing yang saat ini diganti oleh WHO (Organisasi kesehatan dunia) menjadi physical distancing. Perubahan tersebut dilakukan walaupun seseorang harus terlibat dalam isolasi fisik, namun tidak perlu menjadi terisolasi secara sosial, dan kita harus selalu menjaga kesehatan mental selama krisis. Untuk mengurangi menyebaran virus, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk bekerja dirumah, belajar dari rumah hingga beribadah dirumah.
Beberapa negara telah menerapkan kebijakan lockdown atau yang dapat diartikan sebagai larangan warga untuk masuk kesuatu tempat karena kondisi darurat, diantaranya yaitu China, Italia, Polandia, Spanyol, Malaysia, dan masih banyak lagi. Bagi negara tersebut, cara itu dapat menghentikan penyebaran virus dengan cepat.
***
Namun apakah alasan Indonesia tidak melakukan lockdown? Deputi V staf Kepresidenan Republik Indonesia, Jaleswari Pramodhawardhani mengatakan “Berbicara lockdown, terminologi kita tidak mengenal itu. Adanya karantina wilayah, tapi harus dengan kalkulasi yang sesuai” Senin (30/3). Menurut Jalesawari, kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan dan memperhatikan bagaimana budaya, kondisi sosial masyarakat, tidak boleh memutuskan sesuatu hanya bedasarkan apa yang populer dilakukan dinegara lain.
Dengan diberlakukannya physical distancing dengan melakukan sesuatu dirumah saja membuat tingkat konsumsi masyarakat menurun drastis karena perekonomian Indonesia sangat bergantung dengan konsumsi masyarakat. Menteri keuangan, Sri Mulyani Indrawati (1/3) menyatakan “KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini turun jadi 2,3% dan lebih buruk bisa negatif 0,4%.
Sehingga kondisi ini menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan berpotensi menekan lembaga keuangan karena kredit tidak bisa dibayarkan dan perusahaan alami kesulitan dari revenue”. Konsumsi rumah tangga hingga investasi menurunlah yang membuat penurunan pertumbuhan ekonomi saat ini. Ekonomi saat ini sungguh berat, indikator perdagangan internasional menunjukkan angka terlemahnya sejak 20 tahun. Pelemahan ekonomi global yang berimbas pada perekonomian nasional baik melalui jalur barang dan jasa, arus modal, dan perdagangan.
Banyak yang berasumsi bahwa kita akan mengalami masa krisis moneter seperti tahun 1998 dan krisis keuangan tahun 2008 jika pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai minus. Menurut data bank dunia, krisis moneter pada tahun 1997 hanya tumbuh sebesar 4,7 persen dan mencatat angka minus 13,1 persen pada tahun 1998.
***
Asumsi tersebut muncul setelah melihat nilai tukar rupiah terus melemah hingga berada di kisaran Rp.16 ribu, hingga harga emas yang terus melambung tinggi. Dalam kondisi ini investor dan pelaku pasar keuangan global melepas semua aset yang mereka miliki, seperti saham, obligasi, emas dan menjualnya kedalam dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hantanto mengatakan, “Posisi saat sekarang baik perbankan atau sektor korporasi tentu lebih tertata dan lebih baik dari pada saat itu” sehingga dirinya berharap, ketenangan otoritas keuangan dan pemerintah dapat lebih terukur dalam penanganannya. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjamin cadangan devisa Indonesia saai ini cukup untuk mengawal stabilisasi nilai tukar rupiah.
Saat ini Indonesia memiliki cadangan devisa sebesar 130,444 miliar dolas AS dan pada tahun 1998 cadangan devisa Indonesia hanya 17,427 miliar dolar AS. Tingkat inflasi juga terkendali pada tahun 2019 angkanya 2,72 persen sementara tahun 1998 tercatat sebesar 11,6 persen. Di tengah tekanan corona. Perry menghimbau kepada BI untuk terus berkoordinasi dengan kementrian keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menyusun langkah lanjutan termasuk pembiayaan untuk mendatangkan devisa.
Saat ini kita harus terfokus untuk menghentikan penyebaran virus corona agar tidak semakin merebak. Jika virus ini tidak lagi menyebar hingga hilang, kita akan secepatnya memperbaiki kondisi yang ada dari dampak virus corona dan tidak sampai pada krisis ekonomi pada masa sulit 1998 atau krisis keuangan 2020. Kebijakan-kebijakan yang disampaikan oleh pemerintah harapannya bisa dilaksanakan oleh masyarakat dengan baik.
Saling membahu membantu khususnya pada masyarakat menengah ke bawah yang notabene perkerja buruh harian, yang mencari makan tergantung apa yang mereka hasilkan pada hari itu. Himbauan dari Presiden Joko Widodo terkait pelonggaran pembayaran pokok dan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama 6 bulan pada usaha rakyat kecil, restrukturisasi kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan dapat terlaksana berjalan dengan baik, dan efeknya memang terasa untuk masyarakat menengah ke bawah.