Mengikuti pengajian dan mencegah terjadinya stunting adalah dua entitas yang berbeda. Sekilas, point pertama masuk dalam kategori keagamaan (dīniyah) sementara yang selanjutnya masuk dalam tema keduniaan. Namun sejatinya, keduanya adalah hal yang penting diperjuangkan dalam agama.
Mengikuti pengajian merupakan bagian usaha dalam menuntut ilmu dan menghindari kebodohan. Sementara mencegah stunting adalah usaha dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan. Dalam kerangka maqāshid al-Syarī’ah, mengikuti pengajian adalah bagian dari (hifdzu al-dīn) menjaga agama. Sementara mencegah stunting adalah bagian dari (hifdzu al-nasl) menjaga keturunan.
Sebab keduanya adalah hal penting, maka sejatinya tidaklah tepat diperdebatkan soal urgensinya. Menjadi ibu rumah tangga tidak secara otomatis harus meninggalkan semangat belajar, termasuk pada bidang agama. Begitupun sebaliknya, pentingnya memberikan asupan gizi kepada anak, baik sebelum lahir (prenatal) maupun setelah lahir (postnatal), tidak kemudian harus meninggalkan peran ibu rumah tangga dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Harus diakui bahwa terdapat kekhawatiran peran sosial yang lebih besar meninggalkan peran domestik ibu rumah tangga, khususnya dalam memberikan asupan gizi dan pencegahan stunting. Namun kendati demikian, para aktivis gender dan feminis telah menjawab beberapa keraguan tersebut.
Tidak ditemukan korelasi (correlation) yang mengikat antara peran sosial ibu rumah tangga dan pertumbuhan stunting anak. Bahkan bisa jadi sebaliknya, peran sosial ibu rumah tangga dapat meningkatkan kualitas ibu rumah tangga dalam sisi pendidikan dan tingkat literasinya.
Pengajian yang Dikhawatirkan
Jika seperti di atas kondisinya, adakah pengajian yang perlu dikhawatirkan? Jawabannya tetap ada. Pengajian yang an sich. Pengajian yang memisahkan bahwa urusan agama domainnya adalah akhirat dan dunia merupakan entitas yang berbeda. Pengajian yang hanya mengajarkan kebahagiaan ukhrawi dan melupakan kesejahteraan duniawi.
Umumnya pemahaman agama yang tidak berdialog dengan realitas sosial akan mudah jatuh dalam pemahaman yang demikian. Dalam beberapa kasus, muncul penyampai risalah keagamaan yang enggan memberikan imunisasi kepada anaknya karena menganggap ketidakjelasan ke-halāl-an vaksin yang diberikan atau bahkan menganggap bagian dari konspirasi global. Padahal dalam realitas hukum Islam dan ushul fiqh secara umum disebut bahwa mencegah bahaya lebih dikedepankan dari pada mengambil manfaat (Dar’u al-mafāshid muqaddam ‘ala Jalbi al-Mashāliĥ).
Pemahaman agama yang baik adalah yang sejalan dengan keilmuan. Nilai-nilai agama yang terdapat di dalam al-Qur’an dan sunnah tidak hanya bermakna sebagai normativitas, namun juga historisitas fakta sosial yang bersesuaian dengan kondisi zaman. Oleh sebab itu, menggali pesan agama tidak cukup dengan membacanya secara formal namun juga menelaah historitas terbentuknya pesan tersebut.
Islam dan Pencegahan Stunting
Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam memberikan porsi yang begitu besar dalam masalah kesehatan. Kesehatan yang memiliki hubungan erat dengan makanan dan pola makan banyak disebut dalam al-Qur’an. Kata makan yang diterjemahkan dengan istilah “tha’am” disebut sebanyak 48 kali dan beberapa kali secara berulang selalu bergandengan dengan makanan yang halal lagi baik.
Hal ini terlihat misalnya dalam surat Al-Baqarah 168, al-Māidah 88, al-anfāl 69 dan an-Naĥl 114. Penegasan Qu’ran yang demikian seakan menegaskan pentingnya makanan/gizi bagi kehidupan manusia.
Islam tidak hanya membatasi bahwa makanan yang diberikan sebaiknya adalah hal yang baik bagi tubuh, tidak merusak atau tidak berdampak buruk namun juga memberikan penekanan soal ke-halalan-nya. Sementara itu ke-halalan dalam Islam tidak hanya menyangkut soal zat namun juga prosesnya. Dengan demikian, maka penting bagi orang tua mengetahui suplemen yang bergizi bagi anak dan berusaha mendapatkannya dengan jalan yang halal serta dikehendaki Tuhan.
Dalam hubungannya dengan pencegahan stunting, penting bagi setiap muslim mengkhawatirkan meninggalkan generasi yang lemah. Oleh sebab itu, menciptakan generasi mendatang yang kuat dan sehat secara fisik, akal dan finansial adalah ikhtiar kemanusiaan yang wajib dilakukan secara bersama.
Pemerintah bertugas memberikan bantuan suplay makanan yang mengandung gizi tinggi. Ulama memberikan petuah bahwa mencegah stunting adalah “Jihad” kemanusiaan. Sementara orang tua, khususnya para ibu rumah tangga memperhatikan kondisi anak-anaknya.
Ruang-ruang pengajian juga tidak hanya membicarakan masalah akhirat namun memberikan nasehat menjadi ibu yang baik dalam mempersiapkan generasi yang baik. Jika kondisi demikian tercipta dengan baik, maka harapan penurunan angka stunting menjadi hanya 14% ditahun 2024, sangat dimungkinkan dapat tercapai.
Editor: Soleh