Tafsir

Pentingnya Membaca Al-Qur’an Secara Tartib Nuzuli

4 Mins read

Sudah menjadi hal biasa jika setiap muslim membaca Al-Qur’an secara urut berdasarkan mushaf mulai dari Surat al-Fatihah sampai Surat an-Nas. Begitu pula sudah masyhur dijumpai kitab-kitab tafsir baik hasil karya ulama klasik maupun kontemprer menggunakan tartib mushafi. Kita dapat menyebutkan beberapa di antaranya seperti Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Tabari, al-Jami’ li al-Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi dan at-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibnu Asyur.

Pernahkah kita membaca Al-Qur’an berdasarkan urutan kronologis surat? Pernahkah kita membaca tafsir yang ditulis berdasarkan kronologis surat? Atau bahkan di antara kita tidak tau jika ada? Namun pertanyaan yang paling penting adalah apa urgensi membaca Al-Qur’an dan tafsir dengan cara seperti itu?

Al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur, ada yang beberapa ayat ada juga yang lengkap satu surat. Terkait kapan harus turun, di mana dan apa momen yang tepat berada dalam kuasa Allah. Nabi Muhammad sang penerima wahyu tidak dapat mengatur dan meminta Allah untuk menurunkan Al-Qur’an.

Tartib nuzuli surat adalah susunan Al-Qur’an secara kronologis, mulai dari surat yang pertama kali turun hingga yang terakhir. Susunan kronologis surat memang ada beberapa versi seperti Mushaf Ibnu Abbas, Mushaf Nadif Qudur Ugly dan mushaf kronologis Mesir. Taufik Adnan Amal dalam bukunya Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (2013) mengatakan, mushaf kronologis Mesir merupakan edisi standar dan diterima oleh mayoritas umat Islam.

Ulama membagi dua fase kategoris Al-Qur’an yaitu fase Makiyah dan fase Madaniyah. Masing-masing fase memiliki karakteristik dan tema yang khas. Bahkan karakteristik dan tema Surat-surat Makiyah awal dan akhir pun bisa berbeda, belum lagi karakteristik dan tema surat-surat Makiyah dengan Madaniyah. Orientalis bidang studi Qur’an seperti Theodore Noldeke membagi fase surat-surat Makiyah menjadi tiga sedangkan Madaniyah hanya satu.

Baca Juga  Aliran Syi'ah Berpengaruh Besar dalam Ilmu Hadis

Pembagian antara Surat Maikyah dan Madaniyah merupakan bukti keterkaitan antara Al-Qur’an, Nabi Muhammad, dan masyarakat Arab saat itu. Pemahaman atas karakteristik dan tema Al-Qur’an dapat membantu pembacanya memotret spirit Al-Qur’an secara holistik. Tartib nuzuli juga sangat berguna dalam membantu ulama melakukan istinbat hukum.

***

Pembacaan secara kronologis surat membantu kita mengetahui sejarah kenabian, memahami makna berdasarkan pengetahuan konteks kemunculannya, dan cara Al-Qur’an merespon berbagai problematika yang dihadapi Rasulullah.

Di antara mufassir yang menggunakan urutan kronologis surat sebagai alur penafsiran Al-Qur’an adalah M. Izzat Darwazah dan Abid al-Jabiri. Nama Pertama, M. Izzat Darwazah merupakan sarjana asal Palestina yang lahir pada tahun 1887 dan wafat pada 1984. Ia merupakan seorang sejarawan yang merambah kajian tafsir dalam perjalanan aktivismenya menolak penjajahan bangsa-bangsa Eropa terhadap negara-negara mayoritas Islam.

Darwazah merasa ketidakberesan terjadi dalam tubuh dunia Islam berpangkal pada jauhnya generasi muda dari spirit Al-Qur’an. Karya-karya tafsir ulama Klasik banyak ditinggalkan oleh pemuda padahal dari sanalah pemahaman tentang ajaran Islam bisa diakses. Penyebab utama generasi meninggalkannya adalah susahnya mengakses spirit perjuangan Al-Qur’an akibat gaya penafsiran ulama klasik yang berkepanjangan. Selain itu gaya tafsir yang menggunakan urutan surah berdasarkan mushaf tidak dapat menampilkan perjalanan dan tahapan dakwah Nabi Muhammad.

Alasan Darwazah menggunakan metode tafsir nuzuli di antaranya menangkap hikmah dibalik turunnya Al-Qur’an, prinsip dasarnya dan proses dakwah Nabi Muhammad. Ia juga mendedikasikan karya tafsirnya kepada para pemuda yang telah jauh dari Al-Qur’an dan berharap hubungan antara kitab suci dan pemeluknya kembali erat.

Seluruh karya tafsir Darwazah menggunakan alur tartib nuzuli surat, seperti al-Tafsir al-Hadis, ‘Asr al-Nabi qabla al-Bi’sah, Sirah Rasul dan al-Dustur al-Qur’ani. Uraian tentang metodologi tafsir nuzuli dan uraian teoritis penting lainnya Darwazah tulis dalam karyanya yang berjudul Al-Qur’an al-Majid.

Mufassir kedua adalah M. Abid al-Jabiri yang dikenal dengan gagasannya tentang Kritik Nalar Arab. Karya al-Jabiri berjudul Madkhal ila al-Qur’an al-Karim merupakan uraian teoritis mengenai studi Qur’an, termasuk penjelasan tentang susunan kronologis Al-Qur’an. Sedangkan bentuk kongkrit tafsir nuzuli milik al-Jabiri terekam dalam karyanya Fahm al-Qur’an.

***

Alasan al-Jabiri menggunakan urutan kronologis dalam tafsirnya adalah memahami kaitan logis antara prosesi turunnya Al-Qur’an dengan perjalanan historis Nabi Muhammad. Bagi al-Jabiri, tema pokok dari surat-surat Makiyah adalah akidah dan akhlak dalam Islam, sedangkan tema pokok surat-surat Madaniyah adalah hukum dan penerapannya dalam bermasyarakat dan bernegara.

Baca Juga  Jidat Hitam Bukan Atsar Sujud!

Pembacaan Al-Qur’an secara tartib nuzuli dapat menghadirkan kepada kita proses perjalanan dakwah Nabi Muhammad, kondisi batinnya saat itu serta makna dan tujuan ayat Al-Qur’an turun. Penggunaan urutan kronologis surat sebagai cara baca dapat memberikan informasi yang sangat berbeda dibandingkan dengan membaca sesuai urutan mushafi.

***

Sebagai contoh, penulis menemukan adanya keterkaitan makna yang kuat antara QS. asy-Syarh (94) dengan QS. al-‘Asr (103). Berdasarkan urutan kronologis standar Mesir, keduanya berada dalam urutan surat ke 12 dan 13. Surat asy-Syarh (94) di antaranya mengajarkan pada manusia supaya gigih dalam mengerjakan sesuatu dan selalu berkesibukan. Makna ini dapat ditemukan pada ayat 7. Allah berfirman, Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain).

Pada Surat al-‘Asr (103), ayat pertama Allah bersumpah dengan al-Asr (الْعَصْرِ) yang berarti waktu atau masa. Segala sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah menunjukkan bahwa hal tersebut sangat penting dan harus diperhatikan oleh manusia. Hamka mengatakan dalam Tafsir al-Azhar, Allah menggunakan al-Asr sebagai sumpah sebagai peringatan jangan sampai menyia-nyiakan dan mengabaikan waktu.

Pada ayat kedua menginformasikan bahwa seluruh manusia akan berada dalam jurang kerugian. Waktu yang akan dilalui manusia akan terisi dengan kesia-siaan, kecuali orang yang beriman mengerjakan amal saleh serta saling berwasiat tentang kebaikan dan kesabaran.

Kedua surat tersebut membicarakan perihal waktu dan pemanfaatannya. Keduanya juga saling melengkapi satu sama lain seakan memberikan nasihat bahwa terus berkesibukan dan bekerja secara sungguh-sungguh dari satu hal ke hal lain bahkan hingga badan terasa letih adalah keharusan. Sebab waktu yang berlalu adalah makhluk yang tidak akan pernah kembali kepada kita. 

Baca Juga  Hadis Tentang Wabah dalam Perspektif Antropologi Kognitif

Namun tetap harus diingat, keseibukan dan apa yang diusahakan manusia dapat membawa mereka dalam lubang kerugian. Hanya orang beriman yang sibuk mengerjakan amal-amal saleh serta saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran yang dapat lolos dari kerugian.

Editor: Yahya FR
Avatar
4 posts

About author
Alumni Ma'had ar-Raudlotul Ilmiyah Kertosono
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

1 Comment

  • Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *