Penyakit Wahn dan Kesalehan-Kesalehan Semu.
Dahulu, ilmu agama hanya bersumber dari kitab-kitab klasik karangan salafus saleh, dan dipelajari melalui majelis-majelis taklim mereka. Tapi sekarang, kita bisa menjumpai materi-materi keislaman melalui banyak media; televisi, situs-situs keislaman, Youtube, sampai akun-akun media sosial para ulama masa kini.
Dahulu, belajar agama hanya melalui majelis-majelis taklim atau talaqi pada mereka yang alim. Tapi sekarang, materi-materi keislaman telah banyak disampaikan melalui seminar-seminar, diskusi-diskusi, hingga pelatihan-pelatihan, bahkan dituturkan pada orang-orang terdekat di warung-warung kopi.
Tidak ada yang salah dengan perubahan-perubahan cara berdakwah itu, asalkan ilmunya disampaikan oleh orang-orang yang benar-benar menguasai.
Zaman permulaan Islam di Indonesia pun, Sunan Kalijaga menyampaikan dakwah melalui wayang kulit. Pendek kata, asal disampaikan oleh orang yang alim dan saleh, berdakwah dengan cara apapun tak jadi masalah.
Kembali lagi ke topik evolusi dalam dakwah. Bahwa ada sisi positif dari masifnya dakwah melalui banyak media saat ini, yakni orang semakin kenal akan Islam.
Dan dikarenakan media-media itu sebagian besar digunakan oleh kalangan muda atau kaum yang masih melek dunia digital, maka citra beragama pun berangsur-angsur dianggap mereka sebagai sebuah tren.
Lalu berkecambah menjadi tren di tengah masyarakat ramai. Dan muncullah pemahaman bahwa agama adalah identitas. Siapa yang paling teguh menjalankan ajarannya, akan dianggap sebagai pribadi berkualitas.
Kebenaran agama adalah absolut. Siapa yang membawa simbol agama, maka musuh-musuhnya akan merasa segan dan takut.
Agama adalah riasan sekaligus perisai. Agama dapat memperindah tampilan seseorang, sekaligus melindungi keamanannya dari gangguan pihak lain.
Pengaruh Agama dalam Tren Berpakaian
Pengaruh agama sebagai tren yang paling mencolok adalah cara berpakaian, yang mana saat ini tampaknya kesadaran untuk berpakaian yang benar sudah semakin tumbuh di tengah-tengah masyarakat.
Entah sebenarnya cara berpakaian termasuk praktik beribadah atau semata-mata mengikuti trend mode, atau malah masuk keduanya; mode yang berdasar agama. Tapi setidaknya, menutup aurat adalah sebuah kebaikan yang tak perlu untuk diperdebatkan.
Bahkan dewasa ini, muncul stigma negatif di tengah masyarakat apabila seorang perempuan muslim keluar rumah tanpa mengenakan kerudung (walau tidak berlaku umum untuk semua wilayah).
Tidak hanya dalam berpakaian, kesadaran beragama juga muncul dalam aspek-aspek kehidupan lainnya. Sekolah-sekolah berbasis agama misalnya, akhir-akhir ini semakin mendapat hati masyarakat.
Pagu PPDB sekolah Islam selalu penuh terisi. Santri baru di pondok-pondok pesantren juga selalu membludak. Bahkan sekolah yang ada di dalam yayasan pesantren sering tak mampu menampung banyaknya jumlah siswa baru yang mendaftar. Sekolah-sekolah umum yang tidak memiliki simbol agama pun banyak yang ditinggalkan.
Tampak di mata kita, bahwa umat Islam semakin sadar dalam menjalankan agamanya. Contoh-contoh di atas adalah buktinya. Banyak orang yang berebut identitas saleh itu.
Akan tetapi, pernyataan itu perlu kiranya untuk dikaji ulang. Bahwa Islam adalah agama rahmatan lil’alamin pernah disampaikan sendiri oleh Nabi Muhammad. Lalu, apakah negara yang mayoritas Islam ini bangsanya semakin tenteram, jika memang benar para penganut agamanya semakin taat?
Faktanya tidak demikian. Di sana-sini masih sering tersiar ada berita pembunuhan. Kasus pencurian juga merebak dimana-mana. Kasus pemerkosaan, korupsi, fitnah, dan masih banyak kejahatan lainnya yang masih terus menghiasi linimasa media pemberitaan kita.
Padahal, seharusnya kehidupan masyarakat akan menjadi lebih tenteram jika ajaran agama telah diamalkan oleh para pemeluknya.
Perkara Kesalehan Semu dan Hawa Nafsu
Kesalehan-kesalehan yang menjadi tren akhir-akhir ini juga memunculkan rasa penasaran. Karena nabi sendiri pernah menyatakan bahwa zaman terbaik ada di masa Rasulullah, dan diikuti oleh zaman-zaman sesudahnya.
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Turmudzi menyatakan bahwa, ”Kurun terbaik adalah kurunku, kemudian orang-orang yang berada di kurun sesudahnya, kemudian orang-orang yang berada di kurun sesudahnya.”
Imam Abu Qosim bin Asakir mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan kurun adalah waktu seratus tahun. Menilik hadis itu, seharusnya zaman ini tingkat kesalehan orang Islam cenderung berkurang daripada zaman sebelumnya. Lalu, bagaimana dengan fenomena tren berislam atau kesalehan yang muncul akhir-akhir ini?
Dalam kitab Al Fushulul Arbainiyah, Syaikh Misbah Zainul Mustofa menukil sebuah hadis, “Sesungguhnya perkara yang paling kutakutkan pada kalian ada dua hal, yaitu menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan.”
Penulis kitab itu kemudian menjelaskan maksud hadis di atas, dengan menambahkan penjelasan bahwa menuruti hawa nafsu bisa menjauhkan dari perkara hak.
Sedangkan, panjang angan-angan menyebabkan cinta dunia. Hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud menceritakan sebuah sabda nabi,
“Nanti kalian semua hampir saja dikerumuni oleh beberapa bangsa dari segala penjuru, sebagaimana mereka seperti sedang berkumpul untuk menyantap makanan di atas sebuah nampan. Lalu seseorang bertanya, “Apa kami sedikit saat itu Ya Rasul?“
Rasul menjawab, “Kalian pada saat itu banyak, hanya saja seperti buih di lautan, Allah akan menghilangkan rasa takut mereka kepada kalian, dan kalian akan ditimpa penyakit wahn.“
Seorang sahabat bertanya. “Apa itu wahn, Ya Rasul?”
Rasul menjawab, “Terlalu cinta dunia dan terlalu takut mati.””
Mewabahnya Penyakit Wahn pada Umat Islam
Apakah penyakit wahn itu sudah menjangkiti umat Islam pada saat ini? Mungkin saja iya. Umat Islam semakin hari semakin banyak, seperti gambaran Rasulullah dalam hadis itu. Tren kesalehan pun meningkat.
Namun jika tidak diimbangi dengan perilaku rahmatan lil’alamin sebagai ciri khusus ajaran Islam, atau menjalankan kesalehan karena mengharap ridho Allah, maka dikhawatirkan kesalehan yang menjadi tren itu semu belaka.
Kaum hawa ramai-ramai memakai jilbab, karena mereka takut dianggap aneh jika tak berjilbab. Orang-orang yang tersandung kasus hukum pun kemudian menjelma menjadi sosok religius dengan kerudung atau kopyahnya, hanya karena mereka ingin berlindung dengan atribut kesalehan itu.
Para caleg yang bermetamorfosis menjadi begitu saleh untuk mendulang popularitas. Orang tua menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Islam karena takut dianggap ketinggalan zaman. Jadilah umat Islam diombang-ambingkan dan menjadi kancah adu kepentingan diantara kaum lainnya.
Kesalehan semu bisa tumbuh karena mewabahnya penyakit wahn, bisa juga karena belajar agama tidak dari guru yang benar. Apa yang tidak disampaikan dari hati tidak akan masuk ke dalam hati. Naudzubillah min dzalik. Semoga kita terhindar dari perilaku kesalehan semu itu.
Editor: Zahra