Hebohnya laut tak seheboh hatiku ketika mendengar wartamu
Gemparnya beliung tak segempar hatiku menerima undanganmu
Datanglah padaku pada ufuk pagi sebelum mentari unjuk gigi
Bawalah selimutmu meski belum selesai kausulam dengan dua rakaat pagi
Jangan sesali sakitmu karena kita akan safari jauh tak sehari, seminggu, sebulan
bersama menari atas keabadian ranjang tapa duka suka kita nanti
Kasih ya Habib
Heboh laut tak seheboh hati ketika kau lepas tanganmu
Keluarlah kau ke rumah muasal mu, sejatinya rumahmu bukan di batu ini
Jika usai nanti ku telepon kau atau ku jemput kau jangan bebani aku beban yang tak ku mengerti dosa salahmu
Pecahnya bumi lebih berkeping hatiku ketika kalbu ini beringsut pergi ke rumah jati
Sendiri dalam kutuk bara api – bumiawi tak seindah surgawi – petir api membawaku lari
Laa ilaha illa Allah Muhammadar Rasulullah
Petir api, nerakawi tak seindah duniawi
Kakiku lumpuh melepuh, perutku nyeri, mual, aduh, ku buang segala isi
Mataku: berlaksa kunang berseliwer diri
Kasih ya Habib, gandenglah aku tapi kau jauh sekali tak sudiku lagi
Aku terhempas ke laut biru, api
Dada terhempas leher terpatah
Tangan lepas menggapai-gapai
Tak ada papan tergapai
Lelah
Kasih aku tak berdaya di bara dusta
Perjalananku patah
Pada hari tak ada jemput, jual beli, tak ada saudara, tak jua stafaat
Laa ilaha illa Allah Muhammadar Rasulullah
Jatingarang, November 2021
Editor: Saleh