Tafsir

Pesan dan Makna “Sab’an Syidada” dan “Sirajan Wahhaja” dalam Q.S. Al-Naba’: 12-13

7 Mins read

Pada artikel sebelumnya, telah dipaparkan salah satu wawasan sains berupa pasangan yang diwahyukan dalam Q.S. al-Naba’ ayat ke-10 & ke-11, yakni الليل danالنهار. Dalam tulisan tersebut, penulis telah menguraikan makna kata الليل dalam Q.S. al-Naba’ ayat ke-10 beserta pesannya. Begitu pula, makna dan pesan kata النهار dalam ayat ke-11 dalam surah yang sama.

Pada artikel ini, penulis mencoba menyajikan satu lagi sunnatullah tentang sains yang termaktub dalam Q.S. al-Naba’ ayat ke-12 & ke-13, yakni pasangan سبعا شدادا danسراجا وهاجا. Penulis akan mencoba mendeskripsikan makna سبعا شدادا dalam Q.S. al-Naba’ ayat ke-12 dan makna سراجا وهاجا pada ayat ke-13. Selain itu, akan digali pula pesan deskriptif dan preskriptif dari kedua frasa tersebut. Uraian selengkapnya sebagai berikut.

Makna Tekstual سبعا شدادا

Kata سبعا merupakan bentuk lain dari kata سبع. Mahmud Yunus (1972)  mengartikan kata سبع dengan tujuh. Senada dengan Mahmud Yunus, Ahmad Warson Munawwir (1997) juga memaknai kata سبع dengan arti tujuh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata سبعا bermakna tekstual tujuh.

Kata شدادا memiliki bentuk dasar شداد. Kata شداد merupakan bentuk jama’ dari kata شديد.

Kata sifat ini diartikan oleh Mahmud Yunus (1972) sebagai yang keras, yang kuat, dan yang bakhil. Ahmad Warson Munawwir (1997) memaknai kata  شديد  sebagai قوي yang artinya yang kokoh atau yang kuat. Dari informasi kedua sumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata شدادا mempunyai makna tekstual yang kuat atau yang kokoh.

Frasa سبعا شدادا merupakan نعت ومنعوت , yakni perpaduan kata sifat dan yang disifati. Kata yang disifati disebut sebagai  منعوت, sedangkan kata yang mensifatinya dikenal sebagai نعت. Dalam frasa سبعا شدادا, kata سبعا bertindak selaku منعوت, sedangkan kata شدادا berposisi sebagai نعت.

Dengan memperhatikan makna tekstual kata سبعا yang bermakna tujuh dan kata شدادا yang bermakna yang kuat, serta mencermati jenis frasanya, maka frasa سبعا شدادا mengandung makna tekstual tujuh hal yang kuat atau tujuh hal yang kokoh.

Makna Kontekstual سبعا شدادا dalam QS al-Naba’: 12

Dalam menyingkap makna kontekstual frasa سبعا شدادا pada surah al-Naba’ ayat ke-12, hendaknya kita memperhatikan keseluruhan kalimat dalam ayat tersebut. Selain itu, kita perlu juga mencermati korelasinya dengan ayat-ayat lainnya dalam surah al-Naba’.

Keseluruhan kalimat ayat ke-12 Q.S. al-Naba’ adalah و بنينا فوقكم سبعا شدادا. Zaini Dahlan (2010) mengartikan kalimat tersebut “Dan Kami bangun di atasmu tujuh lapis langit yang kokoh kuat”. Sementara itu, Salman Harun (2018) menerjemahkannya “Dan Kami bangun di atas kalian tujuh yang kokoh”. Dengan memperhatikan ayat-ayat lainnya dalam al-Qur’an, Salman Harun memberikan penjelasan tambahan bahwa yang dimaksud tujuh dalam surah al-Naba’ ayat ke-12 adalah tujuh langit. Penjelasan Salman Harun tersebut senada dengan hasil terjemahan dari Zaini Dahlan.

Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa langit di dalam al-Qur’an dapat bermakna haqiqi dan majazi. Dalam konteks ayat ke-12 surah al-Naba’, langit yang dimaksud adalah haqiqi. Kesimpulan tersebut didasarkan atas keterkaitannya dengan kata سراجا dalam ayat ke-13. Makna haqiqi langit dalam surah al-Naba’ ayat ke-12 adalah atmosfer bumi (YPM Salman ITB, 2014). Kepastian bahwa atmosfer yang dimaksud adalah atmosfer bumi, diperoleh dari frasa sebelumnya yakni فوقكم yang artinya di atas kamu semua (semua manusia di bumi).

Baca Juga  Tips Investasi Menurut Al-Qur'an (QS. Ali Imran: 14)

Berdasarkan makna kontekstual yang dipaparkan oleh YPM Salman ITB (2014), maka frasa سبعا شدادا bermakna kontekstual atmosfer bumi yang kuat. Atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti sebuah planet. Adapun yang dimaksud dengan atmosfer yang kuat sebagaimana dimaksud oleh frasa سبعا شدادا dalam ayat ke-12 surah al-Naba’ adalah atmosfer bumi.

Merujuk dari Encyclopedia Britannica, atmosfer bumi adalah lapisan gas dengan ketebalan ribuan kilometer yang terdiri atas beberapa lapisan dan berfungsi melindungi bumi dari radiasi dan pecahan meteor. Ketebalan atmosfer bumi mencapai 1000 kilometer dari permukaan bumi.

***

Sebagaimana termaktub dalam frasa سبعا شدادا  pada ayat ke-12 surah al-Naba’ bahwa atmosfer bumi mempunyai tujuh lapisan. Ketujuh lapisan atmosfer bumi tersebut meliputi: troposfer, stratosfer, ozonosfer, mesosfer, termosfer, ionosfer, dan eksosfer, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Ketujuh lapisan atmosfer bumi tersebut mempunyai sifat kuat atau kokoh, sebagaimana diungkapkan dalam ayat ke-12 surah al-Naba’ dengan kata شدادا.

Gambar 1. Tujuh lapisan dalam atmosfer bumi (sumber: ishfah7.wordpress.com)

Kekokohan atmosfer bumi karena ia mampu melindungi bumi dari gangguan luar bumi. Ketujuh lapisan dalam atmosfer bumi memainkan peran masing-masing dalam memberikan perlindungan kepada bumi. Peran tiap lapisan saling menguatkan satu sama lain, sehingga atmosfer bumi menjadi kokoh..

Salah satu contoh gangguan dari luar bumi adalah badai matahari, yang dapat mengakibatkan perubahan medan magnet bumi. Alhamdulillah, di atmosfer bumi kita terdapat lapisan ionosfer. Lapisan ionosfer dalam atmosfer bumi, akan memampat manakala terjadi badai matahari (YPM Salman ITB, 2014).  Pemampatan ionosfer tersebut bermanfaat mengurangi dampak negatif badai matahari terhadap bumi, sehingga kehidupan di bumi tetap berlangsung secara normal.

Frasa سبعا شدادا dalam surah al-Naba’ ayat ke-12 berkedudukan sebagai مفعول به  (obyek). Bertindak selaku subyek (فاعل ) dan predikat (فعل ) adalah frasa بنينا . Kata kerja (فعل ) dalam frasa tersebut adalah kata kerja bentuk lampau (فعل الماضي).

Kata kerja بني mempunyai arti membina, membangun, dan mendirikan (Mahmud Yunus, 1972). Adapun Ahmad Warson Munawwir (1997) menerjemahkannya dengan membangun dan mendirikan. Dalam konteks korelasinya dengan frasa سبعا شدادا, maka kata kerja بني lebih tepat jika diartikan membangun.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa atmosfer kita ini tidak terbentuk dengan sendirinya, namun ada peran Allah SWT yang telah membangunnya. Pemahaman ini mengoreksi pemahaman sebagian pihak yang menyatakan bahwa atmosfer terbentuk tanpa keterlibatan Tuhan.

Makna Tekstual سراجا وهاجا

Kata سراجا merupakan bentuk lain dari kata سراج . Mahmud Yunus (1972) menerjemahkan kata benda ini dengan arti pelita, lampu, atau kandil. Ahmad Warson Munawwir (1997) mengartikan kata سراج sebagai lampu atau pelita. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna tekstual kata سراج adalah pelita atau lampu.

Kata وهاجا adalah bentuk lain dari kata وهاج , yang merupakan kata sifat. Mahmud Yunus (1972) mengartikannya sebagai yang menyalakan. Ahmad Warson Munawwir (1997) menerjemahkannya dengan yang menyala-nyala. Penulis sependapat dengan makna yang diberikan oleh Ahmad Warson Munawwir. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa makna tekstual kata وهاجا adalah yang menyala-nyala.

Frasa سراجا وهاجا merupakan نعت ومنعوت , yakni perpaduan kata benda yang disifati dan kata sifat yang mensifati kata benda. Kata yang disifati disebut sebagai  منعوت, sedangkan kata yang mensifatinya dikenal sebagai نعت. Dalam frasa سراجا وهاجا, kata سراجا berposisi sebagai منعوت, sedangkan kata وهاجا berkedudukan sebagai نعت.

Baca Juga  Teori Hudud dalam Penafsiran Alquran

Dengan mencermati makna tekstual kata سراجا yang bermakna pelita atau lampu dan kata وهاجا yang bermakna yang menyala-nyala, serta memperhatikan jenis frasanya, maka frasa سراجا وهاجا mengandung makna tekstual pelita yang menyala-nyala atau lampu yang menyala-nyala.

Makna Kontekstual سراجا وهاجا dalam Q.S. al-Naba’ Ayat ke-13

Dalam menggali makna kontekstual frasa سراجا وهاجا dalam surah al-Naba’ ayat ke-13, kita perlu mencermati keseluruhan kalimat dalam ayat tersebut. Lain daripada itu, penting juga bagi kita untuk memperhatikan keterkaitannya dengan ayat-ayat dalam surah al-Naba’.

Keseluruhan kalimat ayat ke-13 Q.S. al-Naba’ adalah و جعلنا سراجا وهاجا. Zaini Dahlan (2010) menerjemahkan kalimat tersebut “Dan Kami jadikan pelita yang nyalanya sangat terang”. Lain daripada itu, Salman Harun (2018) mengartikannya dengan “Dan Kami jadikan pelita yang menyala terang”.

Baik Zaini Dahlan maupun Salman Harun, sama-sama menerangkan bahwa yang dimaksud dengan سراجا وهاجا adalah matahari. Matahari merupakan bola gas yang berpijar. Diameter matahari diperkirakan 1,4 juta km, sedangkan massanya kira-kira 2 x 10 pangkat 12 kg (YPM Salman ITB, 2014).

Sebagaimana telah menjadi pemahaman umum bahwa matahari adalah sumber cahaya yang terang-benderang. Sinarnya sangat kuat sehingga mampu menerangi seluruh ruang di alam semesta ini. Sinar matahari merupakan buah dari reaksi fusi nuklir. Setiap detik, matahari mengubah 564 juta ton hidrogen menjadi 560 juta ton helium, sehingga ada 4 juta ton materi yang hilang. Materi yang hilang tersebut berubah menjadi energi cahaya dan panas (YPM Salman ITB, 2014).

***

Energi cahaya dan panas matahari sangat bermanfaat untuk kehidupan di bumi, seperti untuk menjemur pakaian, mengeringkan kerupuk, dan lain-lain. Fotosintesis pada tumbuhan yang menghasilkan oksigen bagi manusia & hewan, juga melibatkan bantuan energi cahaya matahari.

Energi cahaya & panas matahari berasal dari dapur matahari dimana terjadi reaksi fusi di dalamnya. Reaksi fusi tersebut melahirkan atom yang lebih berat dan beraneka ragam partikel foton beserta energi panasnya (YPM Salman ITB, 2014).

Partikel partikel foton yang keluar dari dapur matahari menjadi sumber cahaya bagi alam semesta. Partikel-partikel foton tersebut harus menempuh jalan berliku untuk mencapai permukaan bumi. Mereka bertabrakan satu dengan yang lain maupun menabrak lapisan plasma partikel-partikel yang bermuatan lain (YPM Salman ITB, 2014).

Sama seperti frasa سبعا شدادا dalam surah al-Naba’ ayat ke-12 yang berkedudukan sebagai مفعول به  (obyek), frasa سراجا وهاجا juga menempati posisi obyek. Adapun yang bertindak selaku subyek (فاعل ) dan predikat (فعل ) adalah frasa جعلنا . Kata kerja (فعل ) dalam frasa جعلنا adalah kata kerja bentuk lampau (فعل الماضي).

Kata kerja جعل mempunyai makna mengadakan, menjadikan, dan memulai (Mahmud Yunus, 1972). Adapun Ahmad Warson Munawwir (1997) mengartikannya dengan membuat, menciptakan, dan menjadikan. Dalam konteks keterhubungannya dengan frasa سراجا وهاجا, maka kata kerja جعل lebih tepat jika diartikan menjadikan.

Dari keterangan di atas, kita memperoleh informasi bahwa peristiwa bersinarnya matahari bukan peristiwa mandiri. Ada peran Allah SWT sehingga matahari dapat bersinar terang yang manfaatnya dapat kita rasakan hingga saat ini. Pemahaman ini tentunya memperbaiki pemahaman sebagian orang bahwa matahari bekerja sendiri.

Baca Juga  Ulil Albab (4): Memahami Lingkungan, Cahaya Bagi Masyarakat

Pesan Deskriptif سبعا شدادا dan سراجا وهاجا dalam QS al-Naba’: 12-13

Zaini Dahlan (2010) menjelaskan bahwa pesan deskriptif Q.S. al-Naba’ ayat ke-12 & ke-13 adalah tauhid. Beliau menerangkan bahwa سبعا شدادا dan سراجا وهاجا tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan ada keterlibatan Allah SWT di dalamnya.

Salman Harun (2018) memaparkan bahwa pesan deskriptif Q.S. al-Naba’ ayat ke-12 & ke-13 adalah bersyukur atas anugerahسبعا شدادا dan سراجا وهاجا. Bagaimana cara mensyukuri? Caranya adalah dengan beriman dan berbuat baik.

Penulis sependapat dengan Zaini Dahlan dan Salman Harun tentang pesan deskriptif ayat ke-12 dan ke-13 dari Q.S. al-Naba’. Namun demikian, penulis juga mencoba menggali pesan deskriptif yang lain dari kedua ayat tersebut. Menurut penulis, frasa سبعا شدادا dan سراجا وهاجا mengandung pesan deskriptif ilmu atmosfer bumi dan ilmu matahari. Kedua frasa tersebut menginspirasi Ummat Islam untuk menumbuh-kembangkan kedua sains tersebut.

Menurut penulis, atmosfer bumi dan matahari adalah sunnatullah. Sebagaimana dipaparkan oleh Imaduddin Abdurrahim (1995) bahwa sunnatullah mempunyai tiga sifat, yakni pasti, tetap, dan obyektif. Oleh karenanya, ketiga sifat tersebut juga melekat pada atmosfer bumi dan matahari, sehingga memudahkan kita untuk mempelajarinya.

Materi-materi penyusun lapisan-lapisan atmosfer bumi perlu kita pelajari. Pun demikian, sifat-sifatnya. Keduanya perlu kita pahami secara benar dan baik agar kita bisa bersahabat dengannya serta memperoleh banyak manfaat darinya.

Begitu pula proses-proses yang terjadi pada matahari perlu kita pelajari, beserta hasil-hasilnya. Pemahaman yang utuh tentang sains matahari akan memudahkan kita untuk mengambil manfaat darinya sebanyak mungkin. Lain daripada itu, pemahaman yang menyeluruh akan matahari, dapat membantu kita meminimalkan efek negatifnya.

Mempelajari sains atmosfer bumi dan sains matahari yang dilandasi oleh keimanan, dapat melebarkan peluang kita untuk berbuat baik. Dengan optimalnya iman dan amal shalih, maka kesuksesan hidup di dunia dan akherat akan lebih mudah kita raih.

Pesan Preskriptif سبعا شدادا dan سراجا وهاجا dalam QS al-Naba’: 12-13

Ayat ke12 dan ke-13 surah al-Naba’, selain memuat pesan deskriptif, juga mengandung pesan preskriptif. Kedua pesan preskriptif dari kedua ayat tersebut adalah tauhid dan kreativitas.

Pesan preskriptif tauhid dalam kedua ayat tersebut, dapat kita jumpai pada frasa بنينا dan جعلنا. Tauhid adalah nilai dasar Islam yang paling dasar. Sebagai nilai dasar mendasar, maka tauhid harus mensinari nilai-nilai dasar Islam lainnya. Bersama-sama nilai-nilai dasar Islam lainnya, tauhid harus menyinari setiap aktifitas kehidupan, kapanpun dan dimanapun kita berada.

Selain tauhid, pesan preskriptif berikutnya adalah kreativitas. Pesan preskiptif daya cipta tersebut dapat kita peroleh dari frasa جعلنا. Kreativitas merupakan salah satu nilai tengah Islam dalam bidang mu’amalah. Penerapan nilai daya cipta dapat mengoptimalkan implementasi syukur kita atas anugerah Allah SWT yang telah kita terima yang tak terhitung jumlahnya. Dengan bersyukur secara benar dan baik, maka anugerah yang diberikan-Nya kepada kita akan ditingkatkan oleh-Nya, sebagaimana diisyaratkan dalam surah Ibrahim ayat ke-7.

Wa Allahu a’lamu bi al-shawab

Semoga bermanfaat.

Editor: Yahya FR

Avatar
33 posts

About author
Staf Pengajar UIN Sunan Kalijaga, Fakultas Sains dan Teknologi. Santri Pondok Pesantren Islam al-Mukmin Ngruki Tahun 1991-1997.
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *