Tafsir

Apakah Rasul Menjelaskan Makna Al-Qur’an Seluruhnya?

3 Mins read

Makna Al-Qur’an | Ketika kita berbicara tentang tafsir di masa Nabi Muhammad SAW, maka pastinya berkaitan pula dengan para sahabat-sahabatnya. Selain karena mereka berada di masa yang sama dengan Nabi, mereka pula yang diajarkan secara langsung olehnya.

Maka, bagaimanakah dengan para sahabat tersebut, apakah mereka paham tentang Al-Qur’an sama seperti nabi yang mengajarkannya secara langsung?

Meskipun Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, para sahabat Nabi yang notabenenya asli orang Arab pun masih sering belum sepenuhnya memahami makna dari beberapa ayat Al-Qur’an.

Contohnya ketika sahabat Nabi Umar bin Khattab membaca ayat وَفَاكِهَةً وَّاَبًّا, para sahabat mengerti makna fakihah tetapi mereka tidak memahami apa makna dari al-ab tersebut.

Contoh lainnya yakni Ibnu Abbas. Pada awalnya, ia belum memahami makna fatir pada ayat فَاطِرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ akan tetapi tidak lama kemudian Ibnu Abbas memahaminya. Karena ia mendengar kata fatir dari perselisihan dua orang Arab yang terjadi di dekat sumur.

Adapun beberapa cara sahabat nabi dalam memahami Al-Qur’an ketika masa Nabi Muhammad sebagai berikut: (1) bersandar kepada kitab suci Al-Qur’an.

Hal tersebut dapat dibuktikan ketika ada ayat yang bentuknya mujmal di suatu tempat dan di tempat lain datang dengan bentuk mubayyin.

Adapula yang mutlaq dan ‘amm lalu datang kemudian muqayyad dan takhsisnya. Seperti pada surah Al-Maidah: 1, kemudian ditafsirkan oleh surah Al-Maidah: 3.

(2) bersandar kepada baginda Nabi Muhammad. Beliau merupakan penjelas bagi Al-Qur’an. Karenanya, sahabat merujuk kepada Nabi jika terdapat ayat yang belum bisa dipahami maknanya.

Seperti riwayat Ibnu Mas’ud ketika turun surah al-An’am: 82. Para sahabat tidak memahami maksud dari lafal bizu lmin tersebut. Sehingga, mereka bertanya kepada Nabi Muhammad akan makna yang dimaksud oleh ayat tersebut.

Baca Juga  Mengenal Dekat Tafsir Marah Labid Karya Syekh Nawawi al-Bantani

Sejauh Mana Penafsiran Nabi Muhammad SAW Terhadap Al-Qur’an

Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah Nabi Muhammad menjelaskan makna Al-Qur’an secara keseluruhan, sebagian besar, atau sebagian kecil saja.

Adapun perbedaan pendapat dalam hal ini, bisa digolongkan menjadi dua pendapat.

(1) Golongan yang mengatakan bahwa seluruhnya telah dijelaskan. Tokoh yang paling menonjol mengutarakan pernyataan ini adalah Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqaddimah fi Ushul al-Tafsir. Menurutnya, “Perlu dipahami bahwasanya Nabi telah menjelaskan makna dari Al-Qur’an secara keseluruhan kepada para sahabat”.

(2) Golongan yang mengatakan bahwasanya tidak semuanya telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad. Dalam golongan ini, terdapat Imam Suyuthi. Beliau mengungkapkan bahwasanya, “Nabi Muhammad telah menjelaskan sebagian besar saja dari Al-Qur’an”.  

Namun dari dua pendapat tersebut, Ibrahim Abdurrahman Muhammad Khali>fah mengkritik salah satunya di dalam karya bukunya yang berjudul Dirasah fi Manahij al-Mufassirin terutama terhadap pernyataan yang diutarakan oleh Ibnu Taimiyah.

Menurutnya, “Tidaklah mungkin bagi Ibnu Taimiyah untuk menyatakan bahwa Nabi telah menjelaskan makna Al-Qur’an seluruhnya, dan dalam waktu yang sama ia juga menyatakan hal yang kontradikitif di dalam muqaddimahnya ”.

Oleh karenanya, ada dua titik yang menjadi kritik Ibrahim Abdurrahman Muhammad Khalifah terhadap Ibnu Taimiyah sebagai berikut:

(1) Dalam muqaddimah-nya, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa “sebaik-baiknya cara menafsirkan Al-Qur’an adalah dengan menggunakan Al-Qur’an itu sendiri”.

Apabila demikian, maka tidaklah mungkin sunah menjelaskan makna Al-Qur’an seluruhnya. Karena, apabila pernyataan ini dilanjutkan, maka hasilnya adalah tidak akan ada ruang bagi tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.

(2) Dari perkataan  Ibnu Taimiyah sendiri juga menyebutkan, “Jika kita tidak mendapatkan tafsir dari Al-Qur’an maupun sunah, maka kita akan merujuk kepada sahabat. Karena sesungguhnya mereka yang paling mengetahui dan menyaksikan langsung kejadian dan keadaan waktu itu. Selain itu, mereka juga paham sekali   dan memiliki ilmu, apalagi ulama-ulama dari kalangan Sahabat seperti empat  Khulafa’ al-Rasyidin, dan masih banyak yang lainnya”.

Baca Juga  Satu-Satunya Cara Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Pedoman Hidup ialah Memahaminya
***

Jika memang demikian, maka nantinya tidak akan ada ruang untuk merujuk kepada sahabat, karena sunah sudah menjelaskan seluruhnya.

Ibnu Taimiyah tentunya memiliki landasan dalil juga untuk menguatkan pernyataannya di atas.

(1) Adanya ayat:

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

Lafal مَا di atas menunjukkan makna umum, mencakup semua lafal Al-Qur’an beserta maknanya, karena tidak ada ayat yang men-takhsisnya.

(2) Para sahabat ketika belajar Al-Qur’an, mereka juga belajar ilmunya, dan pengamalannya. Sehingga, membutuhkan waktu yang lama untuk menghafal surat-surat dari Al-Qur’an.

Semua pernyataan di atas juga disanggah oleh Ibrahim Abdurrahman Muhammad Khalifah. Beliau menyebutkan bahwa terdapat ayat yang menjadi mubayyin untuk dalil di atas, yaitu ayat:

وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ اِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوْا

Makna yang ditunjukkan oleh ayat ini sudah jelas, bahwa Nabi Muhammad menjelaskan pada apa-apa yang mereka selisihkan, dan bukan kepada apa-apa yang tidak diperselisihkan.

Kembali lagi ke pembahasan yang tadi, bahwa sebaik-baiknya metode menafsirkan Al-Qur’an adalah dengan Al-Qur’an itu sendiri.

Ayat ini datang sebagai takhsis bagi ayat yang yang umum di atas. Kemudian, beliau juga menyebutkan, “Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa para sahabat yaitu berbahasa Arab. Hal ini tentunya memudahkan para sahabat dalam memahami makna Al-Qur’an, karena sangat banyak sekali ayat yang bentuknya mantuq atau sudah jelas.”

Editor: Yahya FR

Ahmad Agus Salim
24 posts

About author
Mahasiswa Magister IAT Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *