Tajdida

Peta Jalan Pendidikan Muhammadiyah, Menuju Sekolah Unggul

5 Mins read

Selama dua hari penuh, Sabtu-Ahad, 27-28 Juni 2020, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat Muhammadiyah melangsungkan diskusi terpimpin (focus group discussion) dengan peserta terbatas, yakni tim penulis rancangan peta jalan dan rencana strategis pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah, yang berjumlah 22 orang. Dalam waktu relatif singkat, rumusan peta jalan dan renstra pendidikan Muhammadiyah diharapkan dapat dirampungkan.

Apabila peta jalan dan renstra benar-benar terwujud, maka ini merupakan langkah maju dalam perjalanan pendidikan Muhammadiyah. Sebab, sementara ini ada keterputusan antara “apa yang diprogramkan” setiap muktamar dengan “praktik pendidikan di kancah”. Keterputusan (missing link) ini dapat terjembatani dengan kehadiran peta jalan ini.

Peta jalan akan menjadi petunjuk arah untuk melihat di mana posisi kita sekarang, ke mana arah tujuan yang dicitakan, dan berbagai jalan alternatif yang dapat ditempuh untuk sampai pada tujuan itu (baca: cita ideal sekolah yang diharapkan). Tentu saja, peta jalan pada level nasional perlu diturunkan (breakdown) pada level wilayah, daerah, demikian seterusnya sampai level sekolah.

Menyusun peta jalan dan renstra pendidikan Muhammadiyah bukan perkara mudah. Sebab, keadaan sekolah sangat bervariasi, kemampuan dan komitmen orang-orang yang bertekun dalam pendidikan Muhammadiyah, kondisi daerah, dan gambaran tentang sekolah unggul sangat beragam. Realitas sosial pendidikan Muhammadiyah yang demikian heterogen ini harus menjadi pertimbangan.

Tiga Pilar Peta Jalan Pendidikan Muhammadiyah

Semoga tidak ada yang membayangkan dan mengharapkan bahwa, wujud peta jalan dan renstra pendidikan Muhammadiyah itu seperti petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang dikeluarkan Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan. Apabila hal itu (juklak-juknis) yang dihasilkan, maka kita sesungguhnya telah terkontaminasi birokrasi yang menyesakkan. Alih-alih menjadi akselerator perubahan, malah akan membuat sekolah Muhammadiyah semakin terbirokratisasikan.

Setidaknya ada tiga pilar yang perlu diperhatikan dalam menyusun peta jalan dan rencana strategis, yaitu: kejelasan kondisi saat ini (realitas sosial pendidikan Muhammadiyah), kejelasan konsep (cita ideal-visi) pendidikan yang diharapkan, dan berbagai cara/jalan/strategi yang dapat ditempuh untuk dapat sampai pada tujuan. Pemahaman yang komprehensif atas tiga hal itu menjadi kunci keberhasilan peta jalan yang dihasilkan.

Baca Juga  Konsep Pendidikan Pranatal Menurut Ibnu Qayyim

Realitas sosial pendidikan Muhammadiyah (sekolah, madrasah, pesantren) sangat beragam, baik dilihat dari mutu lulusan maupun capaian akreditasi sekolah. Sesuai dengan kerangka teori mekanisme alokasi posisionil, sekolah yang mampu meluluskan siswa sesuai harapan masyarakat akan dikukuhkan publik sebagai sekolah unggul (outstanding) yang termanifestasi dalam bentuk kerelaan mereka bersekolah di situ, meski membayar.

Sekolah, madrasah, pesantren Muhammadiyah yang mampu mencapai kualifikasi sekolah terkemuka/unggul (outstanding) tidak lebih dari 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan sekolah Muhammadiyah sebagian besar berada pada posisi “sedang-sedang saja”. Ciri paling kongkrit dari outstanding school adalah ia dijadikan pilihan utama/pertama masyarakat, bukan pilihan kedua, apalagi pilihan ketiga, setelah pilihan pertama dan kedua tidak diterima.

Potret Realitas Sosial Pendidikan Muhammadiyah

Potret realitas sosial pendidikan Muhammadiyah (potret diri) yang demikian menjadi penting sebagai titik tolak di mana kita memulai perjalanan, baik sekolah yang berada pada posisi terkemuka, sedang-sedang saja, ataupun mati suri, harus dapat mengambil manfaat dari keberadaan peta jalan. Tentu bukan perkara mudah merumuskan peta jalan yang dapat dipakai oleh mereka dalam menapaki tujuan. 

 Kesadaran potret diri adalah pilar pertama. Pilar yang kedua adalah cita ideal sekolah yang diharapkan. Sekolah Muhammadiyah yang telah mencapai outstanding school bisa menjadi acuan sekolah model/sekolah ideal, misalnya: SMK Muhammadiyah Gondanglegi, SD Muhammadiyah Pucang-Sapen-Condong Catur-Program Khusus Kottabarat, SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat, SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo, untuk menyebut beberapa yang terkemuka.

Perlu ditandaskan bahwa nama-nama sekolah tersebut di atas sebagai acuan. Artinya, ketika telah menetapkan suatu sekolah sebagai suatu model-kiblat, maka harus tetap disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing. Usaha inovasi sekolah yang hanya meng-copy paste sekolah lain (model) cenderung mengalami kegagalan. Cara Pak Muhroji ketika merintis SD Muhammadiyah Alternatif (MUTUAL) pada awal 2000-an cukup unik. Dia mengajak guru untuk mengunjungi banyak SD Unggulan, kemudian mendiskusikan dengan guru-guru, model sekolah apa yang tepat untuk pengembangan sekolahnya.

Baca Juga  Ruh, Modal Utama Seorang Guru

Setelah potret diri disadari sepenuhnya, dan gambaran akan cita ideal sekolah yang dituju sudah mantap, maka pilar ketiga yang harus diperhatikan adalah memilih jalan mana yang akan ditempuh. Peta jalan yang disusun Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah berskala nasional. Oleh karena itu, harus memberikan banyak alternatif, sehingga masih-masing daerah ataupun sekolah dapat memilih jalan mana yang sesuai dengan karakteristik dan kondisinya masing-masing.

Jalan Menuju Sekolah Unggul

Beberapa jalan dapat ditampilkan, seperti: “pola anak asuh”, “pola patron klien”, “regrouping sekolah”, dan “pola kloning”. Pola anak asuh dipahami sebagai pola pengembangan sekolah dengan jalan suatu sekolah unggul melahirkan sekolah baru yang unggul pula. Pola ini dipraktikkan di perguruan Muhammadiyah Kottabarat; SD Muhammadiyah Program Khusus beranak dan mengasuh SMP-SMA-TK, sehingga tumbuh bersama menjadi sekolah unggul.

Pola patron klien adalah pola pengembangan sekolah dengan sistem kemitraan antara sekolah unggul dengan sekolah yang berkeinginan menjadi sekolah unggul. Pola ini dipraktekkan SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta dengan jalan membimbing SD Muhammadiyah lain yang ingin berkembang bersama, salah satu klien-sekolah bimbingan yang sukses adalah SD Muhammadiyah Condong Catur (CC). Setelah berhasil, SD Muhammadiyah CC juga membimbing sekolah lain di sekitar Sleman.

Pola regrouping yaitu menggabungkan beberapa sekolah terdekat menjadi satu sekolah. Pola ini banyak dilakukan pemerintah untuk menata kembali SD negeri yang belakangan ini muridnya terus menyusut. Dalam satu dekade terakhir, hampir setiap tahun ajaran baru terdengar adanya proses regrouping SD negeri. Secara konkret pola ini jelas merupakan suatu langkah efisiensi, tetapi belum dapat dilihat apakah sekolah hasil regrouping ini kemudian tumbuh menjadi sekolah unggul.  

Pola kloning, setahu saya, baru diterapkan di tingkat PTM, misalnya Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dikloning untuk merintis dan mengembangkan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT). Mantan Rektor UMS, Prof. Bambang Setiadji, menjadi rektor UMKT. Jajaran Badan Pembina Harian juga banyak yang berasal dari UMS. Hal ini dilakukan agar proses kloning sistem dan tata kelola baik berjalan mulus dan cepat berkembang menjadi perguruan tinggi ternama.

Baca Juga  Dari Kauman Mencerahkan Semesta

Di luar empat pola pengembangan sekolah yang disebut di atas, tentu masih ada pola-pola lain. Hal ini menujukkan bahwa, sebenarnya tersedia begitu banyak jalan bagi sekolah Muhammadiyah untuk menjadikannya sebagai outstanding school. Bahkan empat pola pengembangan sekolah dapat diterjemahkan kembali sesuai karakteristik daerah masing-masing, sehingga melahirkan jalan-jalan baru yang lebih visibel.

Penentu Arah Perubahan

Sembari menunggu terwujudnya peta jalan dan renstra pendidikan Muhammadiyah, kita bisa mulai bekerja. Yaitu dengan cara melakukan potret diri sekolah secara jujur, kemudian menentukan cita ideal sekolah yang akan dituju, dan memilih jalan mana yang akan ditempuh untuk menuju sekolah unggul.

Membicarakan hal-hal yang mendasar ini harus melibatkan partisipasi luas segenap warga sekolah dan stake holder sedemikian rupa. Sehingga dapat memintal ide-ide cemerlang dari mereka dan pengerjaannya juga dilakukan secara berjamaah. Jangan sampai terjadi, menyusun peta jalan dan renstra hanya dikerjakan oleh kepala sekolah sendiri, atau hanya ketua majelis Dikdasmen saja. Itu bukan peta jalan, tetapi lamunan belaka.

Peta jalan dan renstra pendidikan Muhammadiyah yang disusun Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah berskala makro-nasional, semoga sebelum muktamar dapat terwujud. Dari situ tiap-tiap wilayah mesti menurunkankannya sesuai keadaan masing-masing. Demikian pula daerah, dan ujungnya sekolah, juga harus menyusun peta jalan yang di satu sisi mengacu pada peta jalan pendidikan Muhammadiyah secara nasional, tetapi pada saat bersamaan harus memodifikasi sedemikian rupa agar sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing.

Dengan memiliki peta jalan berarti kita sadar di mana kita berada, mau kemana akan melangkah, dan melalui jalan mana kaki ini dijejakkan. Ringkasnya, dengan peta jalan, arah pengembangan sekolah Muhammadiyah semakin jelas dan terarah. Bukan lagi dilakukan secara serampangan. Peta jalan merupakan milestone berharga dalam memajukan dan memberi arah perubahan pendidikan Muhammadiyah di masa mendatang.

Editor: Yusuf R Y

Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *