IBTimes.ID – Pengalokasian dana zakat tidak bisa lepas dari delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Oleh karena itu, semenjak diterbitkan beberapa waktu yang lalu, buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak terus dibedah dan didiskusikan hingga memasuki seri ke-12 pada Jum’at, (5/11) yang secara spesifik membahas ‘zakat untuk korban; perspektif pendampingan dan lintas iman’.
Diskusi kali ini dilakukan secara hybrid dengan narasumber yang beragam, lintas keilmuan, lintas generasi hingga lintas agama. Pada diskusi ini PSIPP ITB-AD Jakarta dan Lazismu bekerja sama dengan Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Sungai Penuh Jambi dan dilakukan secara hybrid. Diskusi ini sekaligus menjadi pembuka bagi Musyawarah Cabang IMM Kota Sungai Penuh, Jambi yang dihadiri lebih dari 100 orang di Aula IMM.
Pembicara dalam diskusi tersebut antara lain Indra Mustika (Kepala Kantor Lazismu Kota Sungai Penuh Jambi), Nevey V. Ariani (Direktur Posbakum ‘Aisyiyah), Budhis Utami (Wakil Direktur Institut KAPAL Perempuan), dan Saiful Anwar (Direktur Pascasarjana ITBAD Jakarta).
Dalam sambutannya, Yulianti Muthmainnah selaku Ketua PSIPP ITBAD Jakarta dan penulis buku, menjelaskan perbedaan pusat studi yang ia nahkodai dengan pusat studi gender atau pusat studi perempuan pada umumnya. Sekalipun PSIPP fokus pada isu Islam, perempuan dan (ekonomi) pembangunan, tetapi juga memastikan dan mendorong fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah berpihak pada perempuan.
“Bila fatwa Majelis Tarjih telah berpihak, pasti terus kita publikasikan dan terus kita kampanyekan. Misalnya, pada tahun 2019 kita fokus pada isu penghapusan perkawinan anak, bagian dari sosialisasi Fikih Perlindungan Anak tahun 2018 yang disahkan oleh Majelis Tarjih di mana usia pernikahan minimal 21 tahun dan fatwa Keluarga Sakinah, 2015. Lalu tahun 2020, kita fokus kepada isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa diskusi buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak juga merupakan bagian dari upaya mendorong lembaga-lembaga keagamaan untuk mengeluarkan fatwa bolehnya zakat dialokaikan untuk korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kepala Kantor Lazismu Kota Sungai Penuh Jambi Indra Mustika menyampaikan peran Nabi Muhammad pada masa silam yang telah memelopori dan memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Di sisi lain, ia menilai masih banyak orang yang belum berani mengangkat tema diskusi seperti ini. Padahal, di kota tempat ia tinggal saja terdapat kasus-kasus kekerasan yang tidak teradvokasi secara baik.
“Kita juga tahu bahwa tidak banyak yang mengangkat tema yang seperti ini. Apakah kita ini belum berani? Maka, bila Lazismu pusat sudah setuju adanya alokasi zakat bagi korban, maka kami di Jambi akan setuju dan menjalankannya,” lanjutnya.
Sementara itu, korban kekerasan, kata Nevey, bisa menjadi penerima zakat karena termasuk dalam kategori riqab atau orang-orang yang teraniaya. Ia mengingatkan supaya tidak memaknai konsep riqab secara tekstual.
“Riqab ini dalam konteks sekarang tidak boleh lagi dipahami secara tekstual. Ini dalam bukunya Mbak Yuli juga menarik terkait hal tersebut. Yaitu, orang-orang yang tereksploitasi secara ekonomi. Korban eksploitasi seksual dapat dikategorikan sebagai riqab yang berhak menerima zakat,” ujarnya sembari mengafirmasi pendapat Yuli.
Secara lebih komparatif, Budhis Utami justru hendak menilik apakah gereja telah melakukan gerakan yang sama dalam membantu korban kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh PSIPP dan Lazismu dengan berbagai mitranya.
“Bagaimana buku ini menginspirasi saya untuk kembali melihat apakah gereja sudah melakukan seperti yang dilakukan oleh Lazismu ini dengan perjuangan banyak teman-teman di sini, termasuk perjuangan Kak Yuli,” ujarnya.
Ia menilai buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak ini menjadi ruang dialog bagi perempuan lintas agama, lintas suku untuk bisa bekerja sama. Lebih lanjut, ia juga mengatakan buku ini tidak hanya berbicara perihal zakat untuk korban kekerasan belaka.
“Buku Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempaun dan Anak ini tidak semata-mata bicara tentang bagaimana memberikan zakat bagi korban kekerasan, tapi juga menunjukkan bahwa Islam membela korban,” imbuhnya.
Reporter: Yusuf