Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (Qs. Al-Baqarah: 183).
Allah memerintah kepada orang-orang beriman untuk berpuasa, khususnya pada bulan Ramadhan. Puasa itu bertujuan untuk mencapai derajat takwa, derajat tertinggi di sisi Allah
Di samping puasa Ramadhan sebagai puasa wajib, dalam Islam juga dikenal adanya puasa sunah atau puasa thatawu’. Puasa tathawu’ ini memiliki kedudukan penting di mata Allah SWT. Dengan pusa tathawu’, Allah akan menghapus dosa-dosa kita dan keistimeawaan lain yang menyertainya.
No. Hadis: 1761 Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu; Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shaum itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya, maka katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali). Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah ta’ala dari pada harumnya minyak misik. Karena dia meninggalkan makanannya, minuman, dan nafsu syahwatnya karena Aku. Shaum itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa”. (HR. Bukhari).
Keistimewaan puasa dibanding dengan amal lain adalah bahwa puasa itu diibaratkan sebuah benteng pertahanan dalam perang. Dengan benteng, kita bisa bebas dan mampu bertahan dari serangan musuh, khususnya serangan setan
Bau mulut orang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada minyak misk. Semakin banyak frekuensi puasanya, berarti semakin banyak disukai Allah karena harum bau mulutnya. Pahala puasa itu Allah sendiri yang menentukan. Setiap satu kebaikan (puasa tathawu’) akan dilipatgandakan sepuluh kali.
***
No. Hadis: 1758
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا فَقَالَ أَخْبِرْنِي مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ
Dari Abu Suhail dari Bapaknya dari Tholhah bin ‘Ubaidullah; Ada seorang ‘Arab Baduy datang kepada Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan kepalanya penuh debu lalu berkata; “Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shalat?”. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Shalat lima kali kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathawu’ (sunnat) “. Orang itu bertanya lagi: “Lalu kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shaum (puasa)?”. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Shaum di bulan Ramadhan kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathawu’ (sunah) “.”Dan shiyam (puasa) Ramadhan”. (HR. Bukhari).
Puasa tathawu’ bisa diniatkan semata-mata karena Allah. Niat itu bisa dimulai kapan saja selama kita melakukan hal-hal yang membatalkan pusa. Puasa tathawu’ bisa dilaksanakan biasa seperti puasa Ramadhan. Hal-hal yang membatalkan puasa wajib juga membatalkan puasa tathawu’. Puasa tathawu’ mempunyai beberapa keringanan. Puasa tathawu’ sering dilaksanakan Rasulullah dengan tanpa makan sahur.
Jenis Puasa Thatawwu’
Puasa tathawu’ yang tersebut dalam Himpunan Tarjih Muhammadiyah 3 antara lain:
Pertama, Puasa Nabi Dawud
Puasa sunah Dawud adalah puasa sunah yang paling disenangi Allah. Cara berpuasanya adalah berselang-seling, sehari puasa sehari tidak. Puasa ini adalah jenis puasa yang berat.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Dari Abdullah bin Amr RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi Allah ialah puasa Nabi Daud, dan shalat (sunah) yang paling disenangi Allah adalah shalat Nabi Daud AS. Nabi Daud tidur separuh malam. Lalu shalat sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam. Beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari. (HR. Muslim 3/165).
Kedua, Puasa Senin dan Kamis
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ
Dari Abu Qatadah RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa pada hari Senin? Lalu beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula diturunkan wahyu kepadaku.” (HR. Muslim 3/168).
عَن أبِيْ هُرَ يْرَةَ قَاَل رَسُولُ اللَّهِ صَلَى اللَّه عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: تُعْرَضُ الَاَ عْمَالُ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ فَاُحِّبُ اَنْ يُعْرَضَ عَمَاِل وَاَنَا صَاءِمُ
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:”Amal-amal perbuatan dinaikkan disampaikan pada setiap hari Senin dan Kamis. Oleh karena itu, aku ingin ketika amalku dinaikan disampaikan aku sedang berpuasa.” (HR Ahmad, At-Tarmidzi, dan Ibnu Hiban).
Ketiga, Puasa Bulan Sya’ban
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ صِيَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ صَامَ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ أَفْطَرَ وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا
Dari Abu Salamah RA, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah tentang puasa Rasulullah SAW, lalu Aisyah menjawab, ‘Rasulullah SAW pernah berpuasa (sunah) sehingga kami mengatakan bahwa beliau berpuasa, dan pernah tidak berpuasa sehingga kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah melihat beliau berpuasa (sunah) pada suatu bulan yang melebihi puasa sunah beliau di bulan Sya’ban. Beliau pernah berpuasa satu bulan penuh di bulan Sya’ban, dan pernah juga hanya beberapa hari saja.” (Muslim 3/161).
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ أَوْ لِآخَرَ أَصُمْتَ مِنْ سُرَرِ شَعْبَانَ قَالَ لَا قَالَ فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ
Dari Imran bin Hushain RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bertanya kepadanya atau kepada orang lain, “Apakah kamu berpuasa pada pertengahan’ bulan Sya’ban? Dia menjawab, “Tidak.” Rasul berkata, “Jika kamu terlanjur tidak berpuasa, maka puasalah dua hari!” (Muslim 3/168).