Feature

Putri Persefone dari Ngemplak

3 Mins read

Oleh: Ali Audah*

Memang hebat daya menulis Prof. Imam Robandi, sang Guru Besar pembuat magnum opus “Artificial Intelelligence” terbitan Andi,  Jogja. Meskipun didera sakit beberapa hari ini, Prof. Imam masih mampu menjelontorkan tulisan demi tulisan setiap tiga waktu dalam satu hari. Ini mungkin mengikuti pembagian waktu ala kitab suci Al-Qur’an. Dari tengah malam sampai terbit fajar, dari dhuha hingga tergelincir matahari kala siang, dari terlihat benang merah sore hari hingga malam.

Dan khusus untuk tanggal awal pembukaan tahun baru ini,  Prof. Imam setengah mendesak agar para Robandian menyambutnya dengan membuat satu tulisan. Ini penting untuk membangkitkan etos satu tahun, demikian argumentasi Prof. Imam. Semangat ini ternyata menjalar ke Putri Sulhana El-Fiesha Balqis. Segera setelah membaca tulisan Bunda Riningsih dari Depok, Putri Sulhana yang akrab dipanggil dengan Fisa, membuat coretan berbahasa ‘Jawa gaul’ ala anak millennial. Bakat menulis sang Ibunda, Bunda Nazilah mahasiswa S3 linguistik UGM, ternyata mengalir dalam ruang spiritualitas mahasiswi Fakultas Pertanian UGM tingkat akhir ini.

Bak Kisah Dewi Shinta dan Rahwana

Saya baru saja mengetahui bahwa kisah serupa dengan Penculikan Dewi Shinta oleh Rahwana sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Tokoh Dewi Shinta diwakili oleh Putri Persefone, seorang anak gadis cantik dan putri kesayangan Dewi Demeter, dewi pertanian dan panen yang juga cantik menawan. Tokoh Rahwana-nya adalah Dewa Hades, dewa dunia bawah, yang secara tidak sengaja melihat Persefone memetik bunga bersama kawan-kawannya para nimfa laut Okeanid di sebuah lembah yang bernama Lembah Nysa.

Sebagaimana Rahwana yang tidak tahan melihat kecantikan Dewi Shinta, demikian pula Hades pun terkena panah dewa Cupid sehingga nekat menculik Putri Persefone ke istananya di dunia bawah. Ini tentu membuat Demeter, dalam tradisi Romawi disebut sebagai Dewi Ceres, menjadi sedih karena kehilangan sang putri. Singkat cerita, akibat kesedihannya, maka dunia menjadi ikut suram. Udara mengering sehingga tumbuhan banyak mati. Sebagai dewi yang menumbuhkan tanaman, terutama gandum, jelai, dan jawawut, tentu jika ia bersedih maka terbengkalai pula semua tetumbuhan.

Baca Juga  Berburu Takjil, Jangan Sebatas Ritual!

Kesedihan ini bahkan menembus tulang manusia di bumi akibat kedinginan karena sinar matahari tak kuasa menghangatkan bumi. Akibat kondisi ini, akhirnya Dewa Zeus memerintakan Hades untuk memulangkan Persefone ke Ibundanya. Namanya juga raja dunia bawah, Hades mengakali perintah ini dengan menjebak Persefone memakan buah delima yamg tumbuh di dunia bawah. Sesuai peraturan, siapapun yang memakan dan meminum apapun yang ada di dunia bawah, maka ia menjadi penduduk dunia bawah. Singkat cerita, setiap kali kembali ke ibunya, maka Persefone seakan memberi kesegaran pada semua mahluk di bumi. Karena Demeter memancarkan kegembiraan. Dan sebaliknya, jika Persefone harus kembali ke dunia bawah. Ini dianggap sebagai penyebab pergantian musim di bumi.

Harapan Kepada Sang Putri

Saya tidak menahu mana kisah yang terlebih dahulu ada: legenda Putri Persefone atau Dewi Shinta. Yang jelas, saya tentu tidak berharap sama sekali putri saya diculik raja dari dunia bawah atau dunia raksasa yang kasar. Sekalipun ibundanya Putri Sulhana memang bagaikan Dewi Demeter yang cantik dan pandai memasak dan gemar tetumbuhan, akan tetapi saya sama sekali tidak berharap mempunyai besan Dewa Hades apalagi Rahwana.

Saya lebih senang membayangkan putri saya ini menjelma menjadi ahli pertanian yang menguasai teknologi berbasis mikrobiologi. Di era saat ini, mikrobiologi sebagai cabang ilmu yang berurusan dengan mikroba, memberikan sumbangan sangat signifikan bagi jaminan kesehatan manusia pada seluruh produk makanan dan minuman. Pengetahuan tentang hal ini, amatlah dibutuhkan karena semakin lama manusia semakin rentan ketahanan tubuhnya akibat produk makanan berbasis penggunaan zat kimiawi berbahaya.

Di awal tahun baru ini, saya dan bunda Nazilah mengajak Putri Persefone, maaf maksudnya Putri Sulhana bersilaturahmi ke rumah sahabat saya di Trirenggo Bantul,  Paklik Abu Muchsin. Ini adalah kunjungan melepas kerinduan setelah tidak bertemu selama duapuluh tahun. Mas Abu, demikian saya terbiasa memanggil, juga adalah seorang tenaga ahli penyuluhan untuk para petani.

Baca Juga  Buya Hamka dan Polemik dengan Kaum Adat Minangkabau Pertengahan Abad 20

Istrinya adalah seorang tenaga keperawatan di rumah sakit Muhammadiyah di Bantul. Mereka menjamu kami dengan suka cita, dengan hidangan khas desa. Untuk makan siangnya, kami diajak ke warung tongseng ayam kampung yang sangat fua-fua. Hujan gerimis di Bantul berubah menjadi lebat saat mobil kami menuju pulang ke dunia atas, Kaliurang Ngemplak. Di sepanjang perjalanan pulang itulah Putri Sulhana menulis pengalaman di rumah Paklik Abu Muchsin, dalam bahasa Jawa. Musim hujan ini membuat udara dingin. Tapi itu bukan karena kesedihan Bunda Nazilah yang sedikit kesal karena Putri Sulhana belum rampung juga membuat laporan akhir, tetapi memang perguliran waktu yang menjadi pelajaran bagi siapapun yang mau memikirkan.

.

*Penulis Buku ‘Chef Academica’

.

Editor: Yahya FR

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Penjara Saydnaya: 'Rumah Jagal Manusia' Bukti Kekejaman Rezim Assad

2 Mins read
Penjara Saydnaya merupakan simbol mengerikan dari kebrutalan sistematis rezim Assad. Kompleks bangunan yang terletak 30 kilometer di utara Damaskus, Suriah, ini merupakan…
Feature

Bagaimana Assad Mengubah Suriah Menjadi Narco-State?

4 Mins read
Suriah yang dulunya dikenal karena peradaban kuno dan kepentingan strategisnya di Timur Tengah, di bawah Rezim Bashar Al-Assad berubah menjadi terkenal karena…
Feature

Paradigma Baru Sidang Isbat

2 Mins read
Dalam penetapan awal Ramadan dan Syawal pemerintah Indonesia melakukan sidang Isbat yang langsung dipimpin Menteri Agama RI, dihadiri para duta besar negara…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *