Perspektif

Qanun LKS Aceh, Bukti Islam itu Agama Solusi!

4 Mins read

Penerapan Qanun LKS Aceh

Qanun AcehBeberapa hari ini, isu dunia perbankan diramaikan dengan berita beberapa bank yang hengkang dari Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tahun ini.

Hal ini terkait dengan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah yang berlaku sejak diundangkan pada 4 Januari 2019. “Lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh berdasarkan prinsip syariah. Aqad keuangan di Aceh menggunakan prinsip syariah“.

Keputusan tersebut diikuti dengan ketentuan bagi lembaga keuangan (baik bank maupun non bank) yang beroperasi di Provinsi Aceh wajib mengimplementasikan ketentuan tersebut paling lama 3 tahun sejak Qanun LKS diberlakukan.

Dan tahun 2021 ini, merupakan batas akhir bagi lembaga keuangan di Aceh untuk menyesuaikan diri dan menentukan “nasib”nya untuk disesuaikan dengan Qanun tersebut.

Penerapan Qanun Aceh tentang Lembaga Keuangan Syariah ini sebenarnya telah diwujudkan lebih awal dalam aksi korporasi berupa konversi Bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah. Sebuah aksi warming up yang dilakukan sebelum munculnya Qanun tersebut, tepatnya pada September 2016.

Bank Aceh Syariah, menjadi bank daerah pertama yang melakukan konversi penuh menjadi Bank Syariah. Langkah konversi ini disusul oleh Bank BPD Nusa Tenggara Barat Syariah pada tahun 2018

Beberapa Bank yang Hengkang dari Aceh

Sejumlah bank nasional yang pamit dari Aceh yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, hingga PT Bank Panin Tbk.

Bagi bank-bank himbara (BRI, BNI, dan Mandiri) mereka masing-masing sudah memiliki anak perusahaan berupa Bank Syariah, yang pada awal Tahun ini sudah dilakukan merger menjadi rumah besar PT. Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Baca Juga  Neoliberal, Konspirasi, dan Pandemi

Begitu juga bank CIMB Niaga juga sudah memiliki Unit Usaha Syariah. Sehingga meskipun secara korporasi mereka harus hengkang dari Aceh, namun mereka masih tetap bisa menempatkan anak perusahaan perbankan syariahnya di Aceh.

Lain halnya bagi bank Panin dan bank-bank konvensional lainnya yang tidak memiliki anak perusahaan maupun Unit Usaha Syariah, maka tidak ada pilihan lain bagi mereka selain harus hengkang dari bumi Aceh.

Dampak Bisnis dari Penerapan Qanun LKS Aceh

Dari sisi dampak bisnis, maka penerapan Qanun LKS di Aceh ini akan meningkatkan asset dan marketshare perbankan syariah yang saat ini berada pada angka 6,51 persen.

Jumlah tersebut berasal dari 14 Bank Umum Syariah, 20 Unit Usaha Syariah, dan 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah per Januari 2021 berdasarkan laporan Statistik Perbankan Syariah yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jumlah yang cukup jauh dibandingkan dengan penduduk muslim yang mencapai angka +-85%.

Dari sisi kebutuhan SDM pun juga pasti akan meningkat signifikan seiring dengan peningkatan kantor-kantor layanan perbankan syariah.

Bagi dunia pendidikan, terutama Pendidikan Tinggi, maka daya tarik program studi-program studi perbankan Syariah, maupun Ekonomi Syariah secara umumnya akan semakin meningkat. Hal ini juga pasti akan berdampak pada kuantitas dan kualitas riset perbankan Syariah.

Dari sisi inklusi, jika dilihat berdasarkan demograsi regional Aceh, maka tingkat inklusi Bank Syariah di aceh akan bisa meningkat secara signifikan, bahkan akan mencapai pada tingkat maksimal menjadi 100%.

Angka ini bisa dilihat berdasarkan dari asumsi ketersediaan kantor layanan perbankan yang hanya melayani layanan syariah. Harapannya, peningkatan inklusi keuangan syariah ini juga dibarengi dengan peningkatan literasi yang selama ini memang menjadi salah satu faktor masih stagnannya marketshare perbankan Syariah.

Baca Juga  Perda Syariah: Problematis dan Diskriminatif

***

Dampak lain yang bisa kita lihat adalah bukti syariat Islam yang menjadi solusi dalam berbagai kebutuhan masyarakat. Sifat syariat bukanlah menghilangkan dan memusnahkan, namun syariah memberikan alternatif dalam perkara-perkara muamalah.

Tidak terkecuali dalam hal ini adalah kebutuhan transaksi perbankan yang tidak melanggar ketentuan syariat. Prinsip perbankan yang berbasis bunga -tanpa mengenyampingkan pendapat lain-red- dipersamakan dengan riba yang diharamkan oleh Allah.

Maka syariat datang bukan untuk menghilangkan transaksi perbankan, namun syariat memberikan alternatif dengan menyediakan layanan-layanan perbankan yang sudah disesuaikan dengan akad-akad yang sesuai dengan syariah.

Tanpa mengurangi kebermanfaatan dan kebutuhan masyarakat akan transaksi perbankan, Bank Syariah bahkan memberikan nilai lebih berupa ketentraman karena sudah bertransaksi perbankan tanpa melanggar ketentuan syariah.

Maka momentum ini menjadi pembuktian bagi perbankan syariah sebagai industry perbankan yang bisa menggantikan peran perbankan konvensional, baik dari sisi layanan, bisnis,  maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat.

Dan tentunya adalah pembuktian akan inklusifitas Bank Syariah yang bisa memberikan layanan kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang suku, ras, agama, maupun golongan.

Kekhawatiran sebagian masyarakat non muslim Aceh yang sempat khawatir akan dampak penerapan Qanun ini akan menghilangkan kesempatan mereka dalam mengakses layanan perbankan bisa ditepis dan dijawab dengan layanan terbaik bagi seluruh lapisan masyarakat.

2021: Tahun Tahun Perbankan Syariah

Tahun 2021 ini merupakan tahun pencatatan sejarah tersendiri bagi industri perbankan syariah. Selain penerapan Qanun LKS Aceh, kebijakan Merger 3 Bank Umum Syariah yang merupakan anak perusahan dari 3 Bank Himbara menjadi PT. Bank Syariah Indonesia Tbk pada awal tahun ini menjadi lompatan besar bagi industri perbankan syariah di Indonesia.

Secara kalkulasi keuangan, maka hampir pasti akan memberikan dampak positif bagi industri Bank Syariah. Baik dari sisi asset, profitabilitas, permodalan, maupun instrument keuangan lain.

Baca Juga  Film Horor, Pemicu Ketakutan dalam Beribadah

Akan tetapi, ini juga kan menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Syariah untuk meningkatkan layananannya bagi masyarakat. Masukan dan Kritikan yang selama diarahkan kepada layanan Bank Syariah harus direspon secara positif dengan peningkatan layanan secara konsisten dan berkelanjutan.

Masih ada satu pekerjaan rumah bagi industri perbankan syariah dalam waktu dekat ini, yakni amanat UU Nomor 21 tahun 2008 tentang kebijakan spin off bagi Unit Usaha Syariah.

Dalam UU tersebut, spin off wajib dilakukan maksimal 15 tahun sejak UU diterbitkan atau paling lama pada 2023. Hal ini berarti tahun depan adalah batas akhir bagi Unit Usaha Syariah bank konvensional untuk segera melakukan spin off.

Meskipun ada wacana dari Otoritas Jasa keuangan untuk melonggarkan peraturan tersebut, dari yang sifatnya mandatory (kewajiban) menjadi voluntary (sukarela), namun komitmen untuk memperbesar industri perbankan syariah tetaplah harus diajadikan komitmen bersama seluruh stakeholder perbankan syariah.

Akhirnya, biarkanlah layanan dan kebermanfaatan Bank Syariah nantinya yang akan menjawab, apakah Islam benar-benar menjadi solusi ataukah tidak.

Editor: Yahya FR

Rais Sani Muharrami, MEI
1 posts

About author
Dosen Perbankan Syariah IAIN Surakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds