Fatwa

Qunut Itu Bagian Dari Salat Atau Bukan?

8 Mins read

Qunut memiliki pengertian tunduk kepada Allah SWT dengan penuh kebaktian. Selain itu dari beberapa hadis, qunut juga bisa diartikan dengan thulul qiyam (طُولُ اْلقِيَامِ). Dalam Himpunan Putusan Tarjih disebutkan bahwasanya yang dimaksud dengan thulul qiyam adalah berdiri lama untuk membaca dan berdoa di dalam shalat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Qunut yang seperti inilah yang disyariatkan (masyru’). Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadis Nabi Muhammad saw.:

عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ اْلقُنُوتِ. [رواه مسلم وأحمد وابن ماجه والترمذى وصححه]

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi saw bersabda: Shalat yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut).” [HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi].         

Dalam pembahasan fiqih ada beberapa jenis qunut. Dalam Himpunan Putusan Tarjih disebutkan tentang tiga praktek qunut yang biasa dikenal, yaitu Qunut Nazilah, Qunut Witir, dan Qunut yang dilaksanakan pada waktu shalat subuh. Qunut Nazilah adalah qunut yang dilakukan ketika tertimpa musibah, namun Rasulullah saw. tidak mengerjakan Qunut Nazilah setelah diturunkan QS. Ali-Imran (3) ayat 127.

لِيَقْطَعَ طَرَفًا مِّنَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَوْ يَكْبِتَهُمْ فَيَنقَلِبُوا خَائِبِين

Artinya: “Allah menolong kamu dalam perang Badar dan memberi bala bantuan itu untuk membinasakan segolongan orang-orang yang kafir, atau untuk menjadikan mereka hina, lalu mereka kembali dengan tiada memperoleh apa-apa.” [QS. Ali Imran (3): 127]

Sedangkan untuk Qunut Subuh, Muhammadiyah berpendirian bahwa qunut yang dilakukan khusus pada saat shalat subuh tidak dibenarkan karena dalilnya lemah. Hadis-hadis yang mendukung pendirian Muhammadiyah tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Hadis riwayat Imam Ahmad (1)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قاَلَ, حَدَّثَنَا أَبُوْ جَعْفَرٍ يَعْنِى الرَّازِيَّ, عَنَ الرَّبِيْعِ ابْنِ أَنَسٍ, عَنْ  أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّي فَا رَقَ الدُّنْيَا. [رواه أحمد و الدارقطني والبيهقي]

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Abd ar-Razzaq (ia berkata): Telah mengabarkan kepadaku Abu Ja’far yaitu ar-Razi dari Ar-Rabi’ bin Anas dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah saw. terus melakukan qunut pada shalat subuh sampai ia meninggal dunia.” [H.R. Ahmad, ad-Daruqutni, dan al-Baihaqi]

Derajat hadis: Dha’if.

Dalam hadis ini terdapat perawi bernama ar-Rabi’ bin Anas. Dalam Tahdzib at-Tahdzib, an-Nasai mengatakannya sebagai perawi yang tidak ada masalah (la ba’sa bih). Ini adalah pernyataan ta’dil derajat keempat yaitu bahwasanya hadis dari perawi yang demikian tidak dapat dijadikan hujjah kecuali setelah diteliti dan terbukti dikuatkan oleh perawi-perawi yang terpercaya. Sedangkan Ibnu Hibban mengatakan: “Orang-orang menghindari hadis-hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far ar-Razi karena banyak mengandung kekacuan (al-ittirab).

***

Selain itu dalam sanad hadis tersebut terdapat perawi bernama Abu Ja’far ar-Razi. Nama aslinya adalah ‘Isa bin Mahan, merupakan seorang perawi yang ulama berbeda pendapat mengenai kredibilitasnya. Ibnu Sa’ad dan al-Hakim mengatakan sebagai perawi yang tsiqah (terpercaya). Sedangkan Ahmad, al-‘Ijli, dan an-Nasai mengatakan bahwa ia tidak kuat dalam hadis (laisa bi qawiyyin bi al-hadis). ‘Amr bin Ali menyatakan sebagai perawi yang dhaif dan buruk hafalannya.

Ibnu Hajar menegaskan bahwa ia menemukan satu syahid bagi hadis ini yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. qunut hingga akhir hayatnya. Akan tetapi ia menyatakan bahwa dalam riwayat syahid itu terdapat perawi bernama ‘Amr bin Ubaid yang dhaif dan hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah.

  • Hadis riwayat Imam Ahmad (2)

حَدَّثَنَا مَحْبُوبُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ هِلَالِ بْنِ أَبِي زَيْنَبَ، عَنْ خَالِدٍ يَعْنِي الْحَذَّاءَ، عَنْ مُحَمَّدٍ يَعْنِي ابْنَ سِيرِينَ، قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، هَلْ قَنَتَ عُمَرُ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَمَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْ عُمَرَ، رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بَعْدَ الرُّكُوعِ. [رواه أحمد]

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Mahbub bin al-Hasan bin Hilal bin Abu Zainab dari Khalid yaitu al-Hadza’ dari Muhammad dari yaitu Ibnu Sirin berkata, Aku bertanya kepada Anas bin Malik, Apakah Umar melakukan Qunut? (Anas bin Malik) ra. menjawab: Ya. Dan orang yang lebih baik dari ‘Umar yaitu Rasulullah saw.  juga melakukannya setelah ruku’.” [H.R. Ahmad]

Derajat hadis: dhaif.

Hadis ini dhaif karena terdapat perawi bernama Mahbub bin Hasan. Mengenai Mahbub, az-Zahabi dalam Tahdzib at-Tahdzib menyatakan bahwa menurut Ibnu Ma’in ia tidak apa-apa (laisa bihi ba’s). Menurut Abi Hatim ia tidak kuat, menurut an-Nasai ia dhaif.

Baca Juga  Lahan Masjid Belum Mendapatkan Izin: Bolehkah Shalat di Dalamnya?

Selanjutnya adalah hadis-hadis lain yang berkaitan dengan qunut, di antaranya:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَاصِمٌ، قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنِ القُنُوتِ، فَقَالَ: قَدْ كَانَ القُنُوتُ, قُلْتُ: قَبْلَ الرُّكُوعِ أَوْ بَعْدَهُ؟ قَالَ: قَبْلَهُ، قَالَ: فَإِنَّ فُلاَنًا أَخْبَرَنِي عَنْكَ أَنَّكَ قُلْتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ، فَقَالَ: كَذَبَ. إِنَّمَا قَنَتَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا، أُرَاهُ كَانَ بَعَثَ قَوْمًا يُقَالُ لَهُمْ القُرَّاءُ، زُهَاءَ سَبْعِينَ رَجُلًا، إِلَى قَوْمٍ مِنَ المُشْرِكِينَ دُونَ أُولَئِكَ، وَكَانَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدٌ، فَقَنَتَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَيْهِمْ. [رواه البخاري]

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad, dia berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahid bin Ziyad, dia berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Ashim, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang qunut. Lalu dia menjawab: Qunut itu benar adanya. Aku bertanya lagi: Apakah pelaksanaannya sebelum atau sesudah ruku’? Dia menjawab: Sebelum ruku’. Ashim berkata: Ada orang yang mengabarkan kepadaku bahwa engkau mengatakan bahwa pelaksanaannya setelah ruku’? Anas bin Malik menjawab: Orang itu dusta. Rasulullah saw. pernah melaksanakannya setelah ruku’ selama satu bulan. Hal itu beliau lakukan karena beliau pernah mengutus sekelompok orang (ahli Al-Quran) yang berjumlah sekitar tujuh puluh orang kepada kaum musyrikin selain mereka. Saat itu antara Rasulullah saw. dan kaum musyrikin ada perjanjian. Kemudian Rasulullah saw. melaksanakan doa qunut selama satu bulan untuk berdoa atas mereka (karena telah membunuh para utusannya).” [H.R. al-Bukhari]

Hadis di atas menjelaskan dua model qunut yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., yaitu sebelum ruku’ dan setelah ruku’. Jadi bisa diketahui bahwasanya qunut yang disyariatkan adalah qunut dalam pengertian melamakan berdiri untuk berdoa dalam shalat. Sedangkan pelaksanaan Qunut Subuh yang saat ini banyak diamalkan (qunut setelah ruku’) adalah tidak disyariatkan, karena Rasulullah saw. melakukan qunut yang demikian itu hanya selama satu bulan dan itu merupakan qunut nazilah. Dalam pada itu, Rasulullah saw. melakukan Qunut Nazilah tidak hanya pada waktu shalat subuh saja, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِيُّ، حَدَّثَنَا ثَابِتُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ هِلَالِ بْنِ خَبَّابٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَنَتَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ، إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ، يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ، عَلَى رِعْلٍ، وَذَكْوَانَ، وَعُصَيَّةَ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ. [رواه أبو داود و أحمد و ابن خزيمة والحاكم وصححه]

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mu’awiyah al-Jumahi, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Tsabit bin Yazid, dari Hilal bin Khabbab, dari Ikrimah, dari Ibn Abbas, ia berkata, Rasulullah saw melakukan qunut selama satu bulan terus menerus dalam shalat dhuhur, asar, maghrib, isya, dan shalat shubuh pada akhir setiap shalat sesudah mengucapkan sami’allahu liman hamidah pada rakaat terakhir di mana ia mendoakan keburukan untuk beberapa kabilah Bani Sulaim, yaitu Ri’l, Dzakwan, dan Usayyah, dan para ma’mum di belakangnya mengamininya.” [H.R. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Khuzaimah]. Hadis ini sahih menurut al-Hakim dan al-‘Arnaut dalam kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الأَشْجَعِيِّ، قَالَ: قُلْتُ لأَبِي: يَا أَبَةِ، إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، هَاهُنَا بِالكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ، أَكَانُوا يَقْنُتُونَ؟ قَالَ: أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ. [رواه الترمذي والنسائى وابن مجاجه و أحمد]

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, dari Abu Malik al-Asyja’i, ia berkata, aku bertanya kepada ayahku: Wahai ayah, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Usman, dan juga di belakang Ali di Kufah selama sekitar lima tahun, apakah mereka itu melakukan qunut? Ayahku menjawab: Wahai anakku, itu adalah sesuatu yang diadakan kemudian (bid’ah).” [H.R. al-Bukhari]

حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: لَأُقَرِّبَنَّ صَلاَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقْنُتُ فِي الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ، وَصَلاَةِ العِشَاءِ، وَصَلاَةِ الصُّبْحِ، بَعْدَ مَا يَقُولُ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَيَدْعُو لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَلْعَنُ الكُفَّارَ. [رواه البخاري و مسلم]

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Fadlalah, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata: Sungguh akan aku contohkan shalatnya Nabi saw.. Abu Hurairah ra. membaca doa qunut pada rakaat terakhir dalam shalat zhuhur, shalat ‘isya dan shalat subuh setelah mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Lalu ia mendoakan kaum mukminin dan melaknat orang-orang kafir.” [H.R. al-Bukhari dan Muslim]

Hadis-hadis di atas adalah sahih. Adapun hadis yang menyatakan bahwasanya Rasulullah saw. melaksanakan qunut subuh sampai beliau meninggal statusnya adalah dha’if, sebagaimana hadis riwayat Ahmad sebelumnya.

Baca Juga  Hukum Menerima/Memberi Alat Ibadah Kepada Pemeluk Agama Lain

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi disebutkan bahwasanya qunut yang dimaksud adalah thulul qiyam (lama berdiri ketika shalat), kemudian pada hadis dari Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh al-Bukhari memberitahukan kepada kita bahwa Nabi saw. telah menjalankan qunut selama satu bulan dan tidak ada penjelasan bahwasanya itu adalah qunut yang hanya terbatas pada shalat shubuh. Bahkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah lebih jelas bahwa Nabi saw. tidak melaksanakan qunut hanya pada Salat Subuh tetapi juga pada Salat Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya.

Mengenai doa qunut, di antara para ulama terdapat perbedaan lafadz. Menurut al-Hadi, doa qunut itu diambil dari ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan menurut asy-Syafii, doa qunut itu adalah bacaan Allahummahdiny fiman hadait… dst. Tentang lafadz doa tersebut juga ada beberapa perbedaan lafadz dalam beberapa hadis, di antaranya:

فَقَدْ أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ إِسْحَاقَ الْبَزَّارُ بِبَغْدَادَ مِنْ أَصْلِ سَمَاعِهِ بِخَطِّ أَبِي الْحَسَنِ الدَّارَقُطْنِيِّ أنبأ أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ الْفَاكِهِيُّ بِمَكَّةَ ثنا أَبُو يَحْيَى عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ زَكَرِيَّا بْنِ الْحَارِثِ بْنِ أَبِي مَيْسَرَةَ، أَخْبَرَنِي أَبِي، أنبأ عَبْدُ الْمَجِيدِ يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رَوَّادٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ هُرْمُزَ أَنَّ بُرَيْدَ بْنَ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَهُ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ، وَمُحَمَّدَ بْنَ عَلِيٍّ هُوَ ابْنُ الْحَنَفِيَّةِ بِالْخَيْفِ يَقُولَانِ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَفِي وِتْرِ اللَّيْلِ بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، إِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. [رواه البيهقي و عبد الرزاق]

Artinya: “(Al-Baihaqi berkata): Telah menceritakan kepada kami Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan bin Ishaq al-Bazzar di Baghdad berdasarkan naskah sama’nya yang ditulis oleh Abu al-Hasan ad-Daruquthni, (ia berkata): Telah memberitakan Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Ishaq al-Fakihi di Makkah, (ia berkata): Telah menceritakan kepada kami Abu Yahya ‘Abdullah bin Ahmad bin Zakariya bin al-Haris bin Abi Masarrah (ia berkata): Telah mengabarkan kepada kami ‘Abd ‘al-Majid –yaitu Ibnu ‘Abd al-‘Aziz bin Abi Rawwad- dari Ibnu Juraid, (ia berkata): Telah menceritakan kepadaku ‘Abd ar-Rahman Ibnu Hurmuz bahwa Buraid Ibnu Abi Maryam telah menceritakan kepadanya dimana ia mengatakan: Aku mendengar Ibnu ‘Abbas dan Muhammad ‘Ali, yaitu Ibnu al-Hanafiyah di al-Khaif mengatakan: “Adalah Nabi Muhammad saw. melakukan qunut dalam shalat subuh dan shalat witir malam dengan membaca doa ini: Allaahummah dinii fiiman hadait, wa ‘aafinii fiiman ‘aafait, wa tawallani fii ma tawallait, wa baarik lii fii maa ‘athait, wa qinii syarra maa qadhait, innaka taqdhii wa laa yuqdhaa ‘alaik, wa innahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait (Ya Allah, berilah aku petunjuk di dalam golongan orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, dan berilah aku kesehatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan, berilah aku perlindungan di dalam golongan orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan, berkahilah aku dalam apa yang telah Engkau berikan kepadaku, dan lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang menetapkan dan tidak menjadi obyek ketetapan, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah mendekat kepadaMu, wahai Tuhanku, Maha Suci dan Maha Tinggi lah Engkau).” [H.R. al-Baihaqi dan ‘Abd ar-Razaq]

Derajat hadis: Dha’if

Dalam Bulughul Maram, Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadis ini dha’if. Dalam Nataji’ al-Afkar, Ibnu Hajar mengatakan bahwa Ibnu Hurmuz dalam sanad hadis ini namanya adalah ‘Abdur-Rahman dan ia adalah seorang perawi yang majhul.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، وَأَحْمَدُ بْنُ جَوَّاسٍ الْحَنَفِيُّ، قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ أَبِي الْحَوْرَاءِ، قَالَ: قَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رَضِيَ عَنْهُمَا: عَلَّمَنِي رَسُولُ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ، – قَالَ ابْنُ جَوَّاسٍ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ: اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. [رواه أبو داود]

Artinya: Telah menceritakan kepada Kami Qutaibah bin Sa’id dan Ahmad bin Jawwas alHanafi, mereka berkata; telah menceritakan kepada Kami Abu alAhwash dari Abu Ishaq dari Buraid bin Abu Maryam dari Abu alHaura`, ia berkata; telah berkata alHasan bin Ali radliallahu ‘anhuma; Rasulullah saw. telah mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku ucapkan ketika melakukan witir. Ibnu Jawwas membaca ketika melakukan qunut witir: Allaahummah dinii fiiman hadait, wa ‘aafinii fiiman ‘aafait, wa tawallani fii man tawallait, wa baarik lii fiimaa a’thait, wa qinii syarra maa qadhait, innaka taqdhii wa laa yuqdhaa ‘alaik, wa innahu laa yadzillu man waalait, wa laa ya’izzu man ‘aadait, tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait (Ya Allah, berilah aku petunjuk di dalam golongan orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, dan berilah aku kesehatan diantara orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan, berilah aku perlindungan di dalam golongan orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan, berkahilah aku dalam segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku, dan hindarkanlah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang menetapkan dan tidak menjadi obyek ketetapan, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah mendekat kepadaMu, serta tidak akan jata orang yang memusuhimu, wahai Tuhanku, Maha Suci dan Maha Tinggi lah Engkau).” [H.R. Abu Dawud]

Derajat hadis: Dha’if.

Hadis di atas dhaif karena terdapat perawi bernama Abu Ishaq, nama lengkapnya Abu Ishaq ‘Amr bin ‘Abdillah as-Sabi’i. Dalam kitab Mizan al-Iqtidal, az-Zahabi menyatakan bahwa Abu Ishaq sebagai Tabi’in Kuffah, berusia panjang, pelupa namun tidak pikun. Ibnu Hibban menyatakannya sebagai perawi yang mudallis. Hukum hadis yang diriwayatkan dari perawi mudallis adalah ditolak apabila perawi mudallis tersebut tidak menegaskan pendengaran langsung dari sang guru. Dalam hadis di atas riwayat Abu Ishaq menggunakan model periwayatan ‘an. Dalam kaidah ilmu hadis tentang tadlis, maka riwayat Abu Ishaq ditolak karena di dalamnya terdapat perawi mudallis yang menggunakan model periwayatan ‘an.

Adapun hadis tentang doa qunut yang bernilai shahih adalah sebagai berikut:

Baca Juga  Buya Hamka, Bukan Pembuat Fatwa Larangan Ucapan Selamat Natal

حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: أَخْبَرَنِي بُرَيْدٌ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الْحَوْرَاءِ، قَالَ: قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ: مَا تَذْكُرُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: يُعَلِّمُنَا هَذَا الدُّعَاءَ: اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، إِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيتَ. [رواه أبو داود]

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Dawud, ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Buraid, ia berkata: Aku mendengar Abu al-Haura’, ia berkata: Aku bertanya kepada Hasan bin Ali: Apakah yang disebutkan dari Nabi saw.? Ia menjawab: Beliau mengajarkan kami do’a ini: Allaahummah dinii fiiman hadait, wa ‘aafinii fiiman ‘aafait, wa tawallii fiiman tawallait, wa qinii syarra maa qadhait, innaka taqdhii wa laa yuqdhaa ‘alaik, innahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait(Ya Allah, berilah aku petunjuk di dalam golongan orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, dan berilah aku kesehatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan, berilah aku perlindungan di dalam golongan orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan, berkahilah aku dalam segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku, dan hindarkanlah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang menetapkan dan tidak menjadi obyek ketetapan, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah mendekat kepadaMu, wahai Tuhanku, Maha Suci dan Maha Tinggi lah Engkau.).” [H.R. Abu Dawud]

Meskipun hadis tersebut bernilai shahih namun doa ini adalah doa biasa bukan doa Qunut Subuh, karena memang dalam hadis tersebut tidak menunjukkan perintah Nabi saw. untuk membaca doa tersebut pada saat qunut. Dari hadis riwayat al-Bukhari juga dapat dipahami bahwa do’a qunut yang dilakukan Nabi saw. adalah doa kebaikan untuk orang mukmin dan laknat untuk orang kafir. Inilah yang disebut dengan Qunut Nazilah.

Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No.21 Tahun 2014

Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds