Al-‘alaq termasuk surat pertama yang diturunkan pada Rasulullah SAW. Turun pada awal-awal kenabian, ketika itu beliau tidak mengetahui apa itu kitab dan iman. Al-‘Alaq masuk dalam surat Makiyyah. Disebutkan dalam beberapa hadis shahih, bahwa Nabi Muhammad SAW mendatangi gua Hira (Hira adalah nama sebuah gunung di Mekah) untuk tujuan beribadah selama beberapa hari. Beliau kembali kepada istrinya Siti Khadijah untuk mengambil bekal secukupnya. Hingga pada suatu hari, di dalam gua beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu ilahi. Malaikat berkata kepadanya “Bacalah”, beliau menjawab “Saya tidak bisa membaca”.
Perawi mengatakan bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang Nabi dan menekan-nekannya, sehingga Nabi kepayahan dan setelah itu dilepas. Malaikat berkata lagi kepadanya “bacalah” .Nabi menjawab “Saya tidak bisa membaca”. Perawi mengatakan, bahwa untuk ketiga kalinya malaikat memegang Nabi Muhammad SAW dan menekan-nekanya hingga beliau kepayahan. Setelah itu barulah Nabi mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surat Al-‘Alaq ayat 1-5.
Asbabun Nuzul surat AL-alaq ayat 1-5
Dalam terjemahan Al-Qur‟an, membaca berasal dari kataقرأ – قراءج – قرانا yang berarti “membaca” yang terulang tiga kali dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Al-Isra’ ayat 14 dan surat Al-Alaq ayat 1 dan 3. Sedangkan kata jadian dari akar kata tersebut dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 17 kali, selain kata Al-Qur‟an yang terulang sebanyak 70 kali.
Perintah membaca di sini tentu harus dimaknai bukan sebatas membaca lembaran-lembaran buku, melainkan juga membaca ‘buku’ dunia. Seperti membaca tanda-tanda kebesaran Allah. Membaca diri kita, alam semesta dan lain-lain. Berarti ayat tersebut memerintahkan kita untuk belajar dan mencari ilmu pengetahuan serta menjauhkan diri kita dari kebodohan. Namun membaca yang mampu membawa kepada perubahan positif bagi kehidupan manusia bukanlah sembarang membaca, melainkan membaca ‘dengan menyebut nama Allah Yang Menciptakan’
Menurut Quraish Shihab bahwa objek membaca pada ayat-ayat yang menggunakan akar kata qara’a ditemukan bahwa ia terkadang menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari Tuhan (Al-Qur’an dan kitab suci sebelumnya). Seperti dalam surat Al-Isra ayat 45 dan Yunus ayat 94. Namun, terkadang objeknya adalah suatu kitab yang merupakan himpunan karya manusia atau dengan kata lain bukan bersumber dari Allah. Misalnya dalam Surat Al-Isra’ ayat 14-35. Dilihat dari segi pemahaman, membaca adalah menggali informasi dari teks.
Definisi memperlihatkan bahwa membaca melibatkan dua hal, yaitu teks yang berimplikasi adanya penulis atau pembaca yang berimplikasi padanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa penulis berperan sebagai pengirim, sedangkan pembaca berperan sebagai penerima.
Quraisy Shihab menafsirkan ayat pendidikan yang terkandung dalam surat Al-Alaq kedalam 3 nilai: yaitu nilai-nilai pendidikan keterampilan, nilai pendidikan ketuhanan, dan nilai pendidikan akal.
Nilai-nilai Pendidikan Keterampilan
Jika diamati secara seksama surat Al-Alaq ini mengandung tentang nilai-nilai keterampilan bagi manusia itu sendiri. Surat tersebut memuat keterampilan dalam bidang pendidikan. Nilai pendidikan ini terdapat dalam Al-Alaq ayat ke 1 dan 3 yaitu membaca, ayat 2 yaitu mengenal diri melalui proses penciptaan manusia secara biologis dan ayat ke 4 yaitu menulis.
Membaca
Membaca merupakan materi pertama yang disebutkan dalam surat Al-Alaq. Kondisi ini sesuai dengan penegasan Alah dalam surat An-Nahl ayat 78 bahwa manusia dianugerahi tiga potensi, yaitu pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Penegasan Allah tersebut dapat kita lihat bahwa di antara organ bayi yang baru lahir adalah organ pendengaran lebih dulu aktif. Hal ini cukup beralasan jika Rasulullah menganjurkan umatnya membacakan kalimat tauhid berupa adzan dan iqamat di telinga bayi yang baru lahir.
Sebagaimana beliau melakukannya ditelinga kedua cucunya Hasan dan Husain. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits yang artinya : “Diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi bahwa Nabi SAW membacakan adzan di telinga Hasan dan Husain ketika keduanya lahir”.
Menulis
Menulis tidak kalah penting dari membaca, tidak heran jika menulis masuk dalam surat Al-Alaq ayat ke 4. Allah menegaskan bahwa Dia mengajarkan manusia dengan menggunakan Qalam. Yaitu alam tulis yang pertama kali dikenal dalam dunia pendidikan. Menulis merupakan hal yang penting, karena ilmu dapat diwariskan ke generasi selanjutnya lewat tulisan. Membaca dan menulis merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan, guna memperoleh ilmu pengetahuan dan mensejahterakan manusia.
Biologi
Dalam surat Al-alaq ayat ke 4 ialah tentang penciptaan manusia secara fisik. Ayat ini mengajak manusia agar merenungkan sejarah asal-usul kejadian mereka dari sudut biologi agar mereka menyadari kondisi dan hakikat diri yang sebenarnya. Kembali kepada kata Al-Alaq, dari sudut bahasa setidaknya mempunyai dua konotasi, yaitu darah yang beku dan binatang kecil yang hidup di dalam air. Jika airnya diminum binatang, ia akan lengket dan bergantung di tenggorokan binatang itu untuk menghirup darah. Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) binatang ini disebut lintah.
Berangkat dari pengertian secara lughawi ini, Quraish Shihab menyebutkan sesuatu yang bergantung dan berdempet. Dari pengertian itu dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Al-Alaq adalah sesuatu yang berbentuk darah beku, bergantung dan melekat di dinding Rahim yang kuat.
2. Nilai Pendidikan Ketuhanan
Dalam ayat pertama surat Al-Alaq yang berbunyi : اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ artinya: “ Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan”
Aplikasi pendidikan tauhid sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat pertama, terlihat pada perbuatan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya baik dalam kehidupan individual, berkeluarga maupun bermasyarakat. Nabi melakukan penanaman akidah tidak hanya terbatas pada orang dewasa, tetapi juga terhadap anak-anak. Bahkan sejak dini (bayi) mereka telah diberi pendidikan tauhid, seperti tampak dengan jelas dari perbuatan Nabi Muhammad SAW yang membacakan kalimat tauhid di telinga kedua cucunya Hasan dan Husain.
Tauhid harus ditanamkan kepada anak sedini mungkin agar setelah dewasa mempunyai dasar keyakinan yang kuat dan tangguh sehingga terhindar dari godaan syaitan.
3. Nilai Pendidikan Akal
Allah memerintahkan manusia untuk menggunakan akal pikiran dengan sebaik-baiknya melalui proses Iqra. Sebagaimana disebutkan pada awal surat Al-Alaq. Apabila ditafsirkan kata Iqra ini sangat luas sekali maknanya. Setidaknya dapat dipahami dalam kandungannya memberikan proses dasar pendidikan bagi manusia dengan mengembangkan kemampuan akalnya (intelektual) sendiri.
Tujuan pendidikan akal (al-ahdaf al-aqliyyah), terkait perhatiannya dengan perkembangan intelegensi yang mengarahkan manusia sebagai individu untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya mampu memberikan pencerahan diri. Memahami pesan ayat-ayat Allah akan membawa iman kepada Pencipta. Pendidikan yang membantu tercapainya tujuan akal dan pengembangan intelektual seharusnya diikuti dengan bukti yang relevan sesuai dengan yang dipelajari, yaitu menjelaskan bagaimana fakta dari ayat-ayat Allah memberi kesaksian keberadaan-Nya.
Editor: RF Wuland