Perspektif

Rakry-Indy Dalam Belantara Media Sosial

3 Mins read

Oleh : Wahyudi Akmaliah

Seorang teman mengirimkan mengirimkan postingan di grup WhatsApp yang saya ikuti. Postingan itu berisi tentang video yang sedang menjadi trending topik di YouTube. Video itu berjudul “Alasan Kita Selesai”. Tidak ada yang istimewa dalam video tersebut, hanya berisi mengenai curhatan dua insan muda dengan latarbelakang rumah yang terlihat biasa juga. Kualitas gambar dari video tersebut juga tidak terbilang istimewa. Dua orang muda itu juga bukan seorang artis yang seringkali muncul di televisi. Namun, mengapa video itu menjadi sangat viral dengan ditonton oleh 12 juta orang? Sebenarnya siapa sih yang dimaksud dengan Rakry dan Indy? Rasa penasaran ini pasti bukan hanya saya saja yang mengalami, tetapi juga banyak orang, khususnya yang memiliki akses dengan media sosial dan platform media ikutannya.

Menjadi mikro-selebriti, jejak kebintangan seseorang sebenarnya mudah untuk diikuti yang memungkinkan diri mereka masuk dalam publisitas media, baik online, cetak, ataupun televisi. Sebagaimana terlihat dengan Ria Ricis, sebelumnya ia sudah memulai untuk membangun karir dari awal melalui kanal media sosial seperti Instragram dan YouTube sejak 5 tahun lalu. Ada proses jatuh bangun sekaligus usaha dan inovasi terus menerus dalam memperbaiki konten video lucu, unik sekaligus menarik, membuatnya menjadi salah satu vlogger dengan bayaran termahal. Begitu juga dengan Young Lex. Meskipun tidak memiliki suara istimewa dengan kemampuan untuk ngerap seperti kebanyakan penyanyi Hip-Hop ternama, sejumlah videonya ditonton oleh banyak orang. Selain adanya kreativitas dalam konten video yang diunggah, Young Lex juga selalu melakukan pelbagai hal yang kontroversial, menyulut orang untuk menanggapi. Sikap kontroversial inilah yang mengangkat namanya,

Karena itu, kehadiran Rakry dan Indy ini benar-benar menjadi sebuah pertanyaan warganet. Rakry dan Indy sebenarnya bagian dari Generasi Milenial yang disebutkan oleh Marc Prensky dalam artikelnya yang berjudul Digital Natives, Digital Immigrant pada tahun 2001 sebagai digital native. Disebut demikian, karena mereka generasi yang tumbuh dengan teknologi baru disekelilingnya sebagai sesuatu yang biasa dikonsumsi dan menjadi aktivitas bagian kehidupan mereka seiring bertumbuh secara usia. Tidak ada sedikit pun rasa canggung, apalagi merasa khawatir, setiap video yang mereka rekam dan tampilkan di Youtube juga foto-foto di Instagram itu menunjukkan apa adanya mereka. Sebagai anak muda yang kasmaran, mereka tidak hanya melakukan swafoto kemesraan melainkan juga mengabadikan setiap momen terbaik mereka berdua melalui dokumentasi vlog di YouTube.

Baca Juga  Menuju Toleransi Sejati: Refleksi Jakarta Plurilateral Dialogue 2023

Imajinasi jatuh cinta anak sepasang anak muda yang mereka tampilkan ini mengisi ceruk anak-anak ABG nanggung, rentang usia antara 15-21 tahun, di tengah ketiadaan representasi media lain untuk mengisi spirit zaman mereka. Alih-alih membicarakan politik, dunia yang sedang mereka jalani adalah kehidupan sehari-hari yang terlihat biasa tetapi menjadi sangat romantis untuk orang-orang seusia mereka. Mereka inilah yang berusaha untuk mewujudkan tipikal ideal dalam film Galih dan Ratna di era kekinian. Jalinan kisah kasih mereka inilah yang membuat mereka mikro selebriti untuk generasi seusia mereka. Indy, misalnya, memiliki 1,6 juta pengikut di Instagram dan Rakry hanya sekitar 800-an ribu. Popularitas ini juga, yang membuat mereka mendapatkan pundi-pundi uang tidak hanya melalui Google adsense melalui video di YouTube tetapi juga Instragram melalui jasa endorsement.

Tingginya popularitas video mereka, sebenarnya seiring dengan temuan hasil survei dari Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia pada tahun 2017, di mana pengguna internet terbesar dari total pengguna keseluruhan adalah rentang usia 19-34 tahun dengan jumlah prosentase 49,52 %. Prosentase ini belum ditambahkan dengan anak muda yang berusia antara 13-18 tahun dengan jumlah 16,68 %. Selain itu, rentang usia ini secara penetrasi, akses, dan intensitasnya jauh lebih tinggi, yaitu 75,50 % untuk usia 13-18 tahun dan 74,23 % untuk usia 19-34 tahun. Hal ini terlihat dengan adanya pengikut loyal dan menyayangkan mengapa mereka putus dengan rentang usia muda tersebut dalam interaksi di akun media sosial Rakry dan Indy. Ini terlihat dari foto dan tipikal menulis yang ditunjukkan melalui sejumlah singkatan layaknya ABG. Bahkan, tidak sedikit yang memuji kesabaran Indy sekaligus marah atas pengkhianatan Rakry terkait dengan video tersebut. Walaupun tidak sedikit dari mereka yang meminta Rakry dan Indy untuk kembali lagi bersama.

Baca Juga  Covid-19 Ajang untuk Tumbuhkan Masyarakat Sadar Literasi

Kekagetan mengenai viralnya Rakry dan Indy sebenarnya mengisyaratkan satu hal penting. Dunia vlogger merupakan medan wilayah yang luas di mana setiap orang bisa mengisinya dan menjadi menjadi orang yang dianggap penting sehingga memungkinkan untuk menjadi mikro-selebriti, tanpa perlu memiliki jejak terlebih dahulu dengan media lama. Saking luasnya medan tersebut, perbedaan usia membuat rentang jarak yang tajam. Dengan kata lain, rentang usia menjadi titik pembeda atas informasi yang dikonsumsi. Akibatnya, ketika video Rakry dan Indy menjadi viral banyak yang kaget, karena memang selama ini tidak pernah mengkonsumsi vlog yang dibuat oleh mereka berdua. Alhasil, kehadiran platform digital media sosial memang saling menghubungkan antara yang jauh dengan dekat sekaligus mempercepat kemunculan akses informasi. Namun, rentang perbedaan usia para penggunanya juga menciptakan jarak atas isu-isu yang diikutinya. Viral dan topik yang menjadi tren di media sosial merupakan momentum untuk mempertemukan keduanya di tengah belantara jutaan informasi.

*) Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI. Korespondensi dapat dilakukan melalui surel [email protected]

84 posts

About author
Peneliti di Research Center of Society and Culture LIPI
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds