Setelah Perang Dunia I berakhir, Inggris dihadapkan kepada situasi baru di Mesir. Sultan Husein Kamil telah wafat pada tahun 1917 dan digantikan oleh saudaranya, Ahmad Fuad. Dia adalah seorang terpelajar dan menerima pendidikan di Italia.
Janji Inggris yang telah diucapkan oleh Woodrow Wilson bahwa setelah perang selesai semua negara yang berada di bawah perlindungan Inggris akan dijamin hak asasinya untuk mengatur diri sendiri atas dasar national self-determination, telah mengobarkan semangat kemerdekaan di Mesir.
Sa’ad Zaghlul Pasya
Seorang pemimpin muncul, yaitu Sa’ad Zaghlul Pasya. Dahulu, ia murid dan pengikut Jamaluddin Al-Afghani dan karib Syaikh Muhammad Abduh. Sebagai Ahli Hukum, ia mendapat kepercayaan putri Nazili dari Turki, putra Pangeran Mustafa Fadlil, untuk mengurusi perkebunannya.
Zaghlul sebagai menantu Mustafa Fahmi, Perdana Menteri yang mengundurkan diri pada tahun 1908 dan sangat tunduk kepada Inggris. Zaghlul tidak mendapat sedikit kesukaran pun untuk membentuk partai baru yang dinamainya Partai Rakyat. Apalagi memang disokong oleh Cromer untuk menandingi partainya Mustafa Kamal, ”Hizbul Wathan.”
Akan tetapi partainya Zaghlul Pasya tidak mendapat dukungan rakyat, karena berbau Inggris. Karena pandainya memperlihatkan kerjasama dengan Inggris, ia diangkat menjadi Menteri Pendidikan. Setelah Gorst menggantikan Cromer, ia diangkat sebagai Menteri Kehakiman. Ia mengundurkan diri pada tahun 1912 karena bertikai dengan Khadewi Abbas Hilmi. Tetapi, segera sesudah itu ia diangkat menjadi Wakil Ketua Parlemen, satu kedudukan yang lebih sesuai dengan aspirasi dan cita-cita politiknya.
Membentuk Partai Wafd
Setelah kedudukannya sebagai pemimpin partai kuat, ia mulai mendapat kepercayaan rakyat. Pada tanggal 13 Nopember 1918 dibentuknya satu delegasi atau ”Wafd” yang atas nama rakyat menemui Sir Reginald Wingate selaku Komisaris Tinggi waktu itu. Tujuannya untuk meminta izin bagi delegasi itu berkeliling di negeri Inggris mempropagandakan kemerdekaan Mesir.
Permintaannya itu ditolak mentah-mentah. Sejak itulah terbentuk Partai Wafd yang mendapat dukungan penuh dari rakyat. Nama Zaghlul menjadi tenar. Rupanya, Zaghlul memulai perjuangannya dengan taktik co-operation dengan Inggris.
Tetapi setelah merasa kuat dengan dukungan rakyat, ia mulai bertindak keras sehingga pada tanggal 8 Maret 1919 ia ditangkap dan dibuang ke Malta bersama-sama dengan kawan-kawannya.
Gerakan Zaghlul Pasya
Karena penangkapan Zaghlul dan kawan-kawan, terjadilah hura-hura yang dilancarkan oleh rakyat, terutama para mahasiswa. Sehingga pada tanggal 17 semua hubungan ke Cairo terputus. Beberapa markas tentara Inggris di Mesir Hulu dikepung oleh pemberontak. Jenderal Sir Edmond Allenby yang terkenal karena berhasil merebut Palestina, datang ke Cairo untuk mengatasi keadaan. Zaghlul dan kawan-kawannya dibebaskan.
Zaghlul terus bergerak, tetapi pada tanggal 29 Desember 1921 ditangkap lagi dan dibuang ke Sailan. Dari sana dipindah ke Seychelles. Keadaan di Mesir menjadi hangat kembali dan terpaksa Inggris memulangkan Zaghlul ke Mesir pada tanggal 17 Desember 1923.
Pada tahun 1924, Raja Fuad membubarkan Parlemen dan mengadakan pemilihan umum. Zaghlul memperoleh suara terbanyak dan ditugaskan membentuk kabinet. Pada tanggal 27 Januari 1924, kabinet terbentuk dan Zaghlul menjabat Perdana Menteri. Pada tahun 1926 diadakan lagi pemilihan dan sekali lagi Zaghlul menjadi Perdana Menteri.
Al-Mannar Mengritik Inggris
Sementara itu, Rasyid Ridla, di samping seorang ulama dan pemimpin Al-Mannar yang kenamaan karena buah pikirannya selalu diikuti orang, muncul pula dia sebagai seorang politikus yang cermat. Ketika Mac Mahon tidak menepati janjinya kepada Syarif Husein, ia bersama dengan Zaghlul dan para pemimpin lainnya tidak tinggal diam. Dengan sangat pedas, Al-Mannar mencela sikap Inggris.
Pada tahun 1912, ia bersama Zaghlul Pasya, yang baru saja kembali dari Malta dan Amir Syakib Arsalan, mengunjungi Konferensi Negara-negara Islam di Geneva untuk memprotes tindakan Inggris dan memperkokoh cita-cita kemerdekaan. Ketika Ibnu Sa’ud memasuki Makkah pada bulan Desember 1924, ia memerlukan pergi ke sana menemui raja itu serta menyediakan diri membantu perjuangannya mencapai kesatuan Negara Arab Merdeka.
Pada tahun itu juga, Al-Mannar menelanjangi kepalsuan politik Inggris dengan memuat lengkap surat-menyurat antara Syarif Husein dan Mac Mahon yang berisi janji Inggris kepada Syarif Husein yang tidak ditepati itu. Ungkapan itu telah disalin ke dalam bahasa Jerman serta dibicarakan dalam Oriental Seminar di Berlin.
Sumber: Aliran Pembaharuan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma.
Editor: Arif