Sebelum menulis catatan pendek ini, sebenarnya saya sudah lama didesak oleh teman-teman sesama tim pemulasaran jenazah untuk menulisnya. Sayangnya, agaknya waktunya belum tepat.
Tapi hari ini, saya mencoba menulisnya, setelah sejak jenazah ke 18 lalu saya sudah izin untuk mengurangi aktivitas kerelawanan di tim pemusalaran jenazah. Sebab keluarga sedang membutuhkan pendampingan, ibu sedang diuji sakit dan saya harus mendampingi beliau dua mingguan sampai sekarang. Saya minta doanya kepada kawan-kawan semua, semoga beliau cepat sembuh. Amiiin.
Diserang Oknum
Hari ini, sambil menunggu Jenazah pasien COVID-19 ke 26 yang sedang dimandikan oleh tim di ruang pemusalaran. Saya akan mengangkat beberapa hal penting terkait tim pemusalaran jenazah sejak awal perjalanan kami. Walau mungkin sangat terbatas dan sangat subyektif. Tapi perjalanan kerelawanan ini tentu layak untuk di tulis.
Apalagi salah satu rekan kami di tim pemusalaran di belahan daerah lain sedang mengalami musibah. Diserang oknum yang tidak bertanggung jawab sampai terluka. Tentu harus diusut dengan tuntas oleh kepolisian. Sebab urusannya bukan lagi tentang balas membalas, tapi ada orang yang berniat berbuat baik membantu, tapi malah dibalas bdengan keburukan. Air susu dibalas dengan air tuba. Tega
Kami mengecam keras tindakan itu, sebab mereka adalah bagian dari kami dan kami juga bagian dari mereka.
Komitmen yang Diuji
Awal perjalanan kami sebagai tim pemulasaran jenazah tentu tidaklah mudah. Apalagi kami berasal dari berbagai macam profesi dan pekerjaan. Dari mulai pedagang susu kedelai sampai manager sebuah perusahaan. Beberapa dari kami ada juga yang berlatarbelakang tenaga kesehatan (perawat) sampai karyawan BUMN.
Latar belakang profesi itu tidak lantas membuat kami merasa saling tidak nyaman dalam berkomunikasi satu sama lain. Walau kami akui, awal-awal sangat kewalahan dalam mengatur distribusi tugas satu sama lain. Tapi kami akhirnya paham akan aktivitas masing masing dan saling melengkapi.
Apalagi, pernah suatu ketika dalam satu hari, kami ada panggilan pemusalaran jenazah hampir 3-4 kali tugas. Itu komitmen dan konsistensi sebagai relawan benar-benar diuji. Dan kami juga pernah menyelesaikan pemakaman pukul 3 pagi, dan besoknya harus bekerja lagi.
Cobaan Relawan Saat Pemakaman Jenazah
Dari 26 jenazah yang kami makamkan sesuai protokoler COVID-19, tentu ada berbagai macam kisah dan tanggapan dari masyarakat sekitar dan juga keluarga terkait ekslusifnya pemakaman jenazah COVID-19 19.
Yang paling kami ingat betul di antaranya adalah penolakan keluarga terhadap protokoler kesehatan yang harus kami jalankan dalam merawat sampai memakamkan jezanah. Padahal sejak dari rumah sakit , kami memberikan edukasi kepada keluarga bahwa jenazah yang sudah dimandikan insya Allah sudah aman sesuai protokoler kesehatan.
Sebab selain dimandikan sebagaimana jenazah pada umumnya, kain kafan jenazah dilapisi plastik dan melalui tahapan khusus agar aman bagi tim dan keluarga sampai jenazah benar benar dimakamkan. Kami pun, sesuai anjuran dan protokol medis, tidak menggunakan pakaian astronot dan mengedukasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi asal memakai masker dan menjaga jarak. Untuk ikut mendoakan dan mengantar jenazah sampai ke liang lahat.
Tapi memang karakter dan watak seseorang berbeda beda. Hari itu, jenazah yang sudah siap untuk dimakamkan, gagal berangkat. Sebab keluarga menolak untuk dimakamkan sesuai protokoler. Padahal sebelumnya, jenazah sempat dibawa pulang dengan ‘paksa’ oleh keluarga, kemudian dikembalikan lagi ke rumah sakit atas himbauan pemerintah desa setempat.
Setelah semuanya selesai, keluarga minta untuk dimakamkan tanpa prosedur. Kami jelas menolak, dan berkoordinasi lagi dengan pihak RS. Kurang lebih saat itu, kami menunggu sekitar 8 jam, mulai habis Dzhuhur sampai habis Isya baru selesai dimakamkan. Saat menunggu itulah yang sebenarnya berat bagi kami.
Sebab, normalnya waktu pemusalaran jenazah sampai pemakaman mungkin kurang lebih sekitar hanya 1-2 jam. Tapi karena ada kendala sebagai mana kejadian di atas, bisa jadi lama dan berjam-jam. Tentu itu sangat menguras tenaga. Dan mungkin hal itu juga yang dialami oleh kawan kawan tim pemusalaran yang tempo hari diserang oleh keluarga karena tidak terima. Kuncinya emang komunikasi sejak awal, dan mari menjaga egoisme dan emosi kita masaing masing.
Relawan Juga Manusia
Kami sangat paham betul bagaimana kondisi psikis keluarga saat kehilangan. Apalagi harus melalui protokol kesehatan yang sedemikian itu. Tentu bayangan setelah itu, akan nampak betul resikonya. Dari mulai stigma masyarakat kepada keluarga, bayangan isolasi mandiri, sampai kepada hilang pekerjaan. Kami tentu sangat paham betul. Tapi kami, tim pemusalaran, juga adalah manusia biasa.
Kami terpanggil atas nama kemanusiaan antar sesama muslim dan perintah Allah agar masyarakat di sekitar lingkungan jenazah yang dihukumi fardhu kifayah tertunaikan. Tapi kuncinya memang edukasi, advokasi dan komunikasi antara tim, RS, dan keluarga.
Kami juga pernah dituduh berbagai macam hal saat proses pemakaman. Dari mulai mencari-cari sesuatu agar dapat penghasilan lebih, kemudian tuduhan bahwa pemakaman disengaja dan disetting sedemikian rupa agar mendapatkan untung banyak. Dan berbagai macam tuduhan lain. Bahkan kami pernah dituduh sesama tim pemusalaran jenazah lain, karena dikira menyepelekan protokoler pemakaman jenazah COVID-19.
Sebab kami tidak pakai hazmat dan mengedukasi masyarakat dan keluarga untuk ikut membantu, men-shalat-i (jenazah di dalam Ambulans), sampai mendekat untuk mendoakan. Bahkan kami pernah ikut disemprot sampai basah kuyup dengan cairan disinfektan sampai mata perih gara-gara kami mengangkat peti jenazah tanpa hazmat dan hanya menggunakan sarung tangan dan masker.
Tentu kami tidak ‘sembrono’ dan terkesan menyepelekan. Kami dibekali keilmuan sebelum menjalankan tugas dan sudah sesuai dengan protokol kesehatan. Standar pemusalaran jenazah dari mulai pasien meninggal, dimandikan, dikafani di RS Muhammadiyah Lamongan (yang kami ikut menjadi relawan di sana) sudah sangat ketat dan maksimal.
Dan sangat kecil kemungkinan, jenazah dapat menularkan virus melalui droplet atau cairan yang lain. Sehingga, kami sangat yakin untuk melaksanakan tugas. Dua kali kami menjalani pemeriksaan lab, thorax maupun rapid rest. Alhamdulillah hasilnya bagus dan non-reaktif semua. Yang perlu kita jaga dan tekankan adalah tetap jaga jarak, dan juga tetap pakai masker. Sebab yang berpotensi menularkan adalah kita kita yang masih hidup.
***
Salam tangguh untuk semua relawan yang tergabung dalam penanganan COVID-19 terutama MDMC-KOKAM-LAZISMU yang tergabung dalam MCCC. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita semua, dan semoga sehat selalu. Amiiin. Â