Review

Risalah Kemanusiaan dan Ilmu Islam: Sebuah Resensi

3 Mins read

Banyak pimpinan ormas Islam menyatakan bahwa ormasnya adalah ‘penyalur aspirasi masyarakat’. Perebutan panggung kontestasi ideologi kerap mewarnai fenomena sosial dewasa ini, hingga bahkan mengorbankan kemanusiaan.

Barangkali perdebatan dalam ilmu tafsir dan pandangan dalam Islam bisa dilihat sebagai fenomena yang biasa saja. Tetapi jika sampai pada pemojokan prinsip berislam atas suatu golongan, bahkan ada yang tak segan untuk mengkafirkan, hal inilah yang perlu ditilik ulang.

Agama dalah Cinta, Cinta adalah Agama

Edi AH Iyubenu, dalam bukunya ‘Agama adalah Cinta, Cinta adalah Agama’ kiranya telah membantu menyegarkan pikiran kita dalam merespons fenomena ini. Fenomena kehidupan keseharian yang kerap kita jumpai di hadapan mata, dikajinya tuntas. Bahkan yang terbaru, beragam respons atas maraknya wabah pandemi covid-19 pun juga dibahas tuntas.  

Fenomena aktual tentang Islam dan relasinya dengan masyarakat dikupas secara sederhana, longgar, mengalir, serta disuguhi referensi yang cukup relevan tentunya. Edi AH Iyubenu juga menyitir pendapat tokoh hingga ulama terkemuka dalam bukunya secara sederhana dan mudah untuk dipahami.

Meski disajikan tidak dalam kaidah ilmiah yang baku, buku ini dilengkapi cukup banyak hadis dan referensi yang mengupas tentang nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Islam yang dimaksud ialah Islam yang mengedepankan prinsip pluralisme, toleransi dan kemanusiaan. Teranglah bahwa asas-asas etika, persaudaraan, dan kemanusiaan mendapatkan posisi yang sangat mendasar dan vital dalam agama Islam (halaman 11).

Kajian Islam semestinya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Islam ramah secara sosial, penuh kesejukan dalam setiap amal yang dijunjung tinggi umatnya. Islam mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, bahwa kemanusiaan lebih dulu dari keberagamaan itu sendiri. Seperti uraian Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri bahwa kemanusiaan sebelum keberagamaan itu penting (al-insaniyah qabla al-tadayyun).

Baca Juga  Wafatnya Ulama, Laksana Bintang yang Padam

Kemanusiaan dalam Islam

Kemanusiaan dalam Islam dijelaskan bahwa keberagamaan seseorang tidak akan tegak jika pada dirinya tidak berdengar nilai kemanusiaan yang menguat ke luar dirinya sendiri. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta memupuk keberpihakan terhadap minoritas agama dan kepercayaan menjadi penting.

Begitulah Islam rahmatan lil ‘alamin mengajarkan untuk senantiasa menebar cinta sebagai ekspresi etis dan kemanusiaan universal kepada seluruh makhluk (halaman 28). Berislam dengan kerendahan hati senantiasa membangkitkan spirit keberagamaan tanpa diskriminasi.

Tiada keelokan sama sekali bagi siapapun untuk memvonis orang lain akan diazab Allah begini-begitu karena dosa-dosanya. Bahkan jika sekalipun kita mendasarkannya pada dalil yang terang, ia tidak dibenarkan. Karena Allah tetaplah Tuhan Yang Maha Berkuasa melampaui apa pun (halaman 35).

Beragama semestinya tidak menegasikan golongan atau individu lainnya. Pemahaman keagamaan semestinya mendalam, dengan menekankan pada kerendahan hati.

Ihwal Ilmu yang Bermanfaat

Menghormati pandangan berbeda menjadi penting dalam bertoleransi, di mana ilmu adalah satu komponen penting kehidupan manusia. Beragama dengan ilmu yang luas senantiasa akan membuka kejernihan rohani dan pikiran.

Tak diragukan sedikit pun bahwa ilmu adalah tangga menuju pencapaian tazkiyatun nafs (penyucian diri). Dari ayat al Quran hingga hadis Rasulullah SAW, berlimpah petunjuk perihal keutamaan ilmu. Tentunya terdapat keutamaan itu juga bagi pemilik atau pencari ilmunya juga.

Kita semua tentu bersepakat bahwa tujuan kita belajar dan menuntut ilmu hingga akhir hayat ialah untuk kian mendekatkan diri pada Allah dan memigunanikan diri kepada sesama. Semakin luas dan dalam ilmu, semoga semakin luas dan dalam pulalah iman, takwa, dan akhlak karimah kita (halaman 62).

Seperti seruan hadis Rasulullah, “Aku adalah kota ilmu dan Ali bin Abi Thalib adalah pintu gerbangnya. Siapa yang hendak memasuki kotaku, makai ia harus melewati pintunya.” Majas ‘kota’ dalam hadis tersebut dapat kita maksudkan sebagai ‘ilmu yang menghantar kepada taqarrub ilallah‘.

Baca Juga  Mungkinkah Ada yang Salah dalam Keberislaman Kita?

Catatan dalam Islam

Kemanusiaan, kehormatan, dan martabat manusia selalu dijunjung tinggi oleh Rasulullah SAW kepada semua manusia, lintas iman, bahkan kepada musuh-musuh utamanya. Iman sebagai jangkar batin dan buahnya adalah semata amal-amal saleh, beraroma kebaikan, bernuansa kemaslahatan. Ia bukan perpecahan-belahan dalam bentuk dan dengan dalih apa pun. (hal.113).

Dalam istilah Karen Armstrong di buku Jerussalem, fakta atau peristiwa selalu mendahului penjelasan teologisnya. Dengan kata lain, suatu kejadian (realitas) dalam masyarakat selalu mendahului respons hukumnya. Hukum dibuat kemudian berdasar terjadinya suatu peristiwa, termasuk hukum Islam. Ia menjadi alasan bagaimana ulama-ulama Islam berbeda dalam berpendapat dalam menjawab realitas yang ada agar sesuai dengan konteks Islam, membutuhkan ilmu.

Kita rapuh sekali untuk kehilangan marwah intelektualitas memahami bahwa keragaman pandangan dan paham adalah hal logis dan alamiah. Yang getol kita sorongkan adalah fanatisme-fanatisme pongah hingga mengumbulkan paham diri sendiri sembari menyalahkan dan melecehkan paham orang lain.

***

Pada akhirnya, Edi AH Iyubenu mengajak kita untuk selalu mawas diri, berhati-hati, berbesar jiwa, berendah hati. Ini isyarat bahwa ilmu kita makin meneguhkan iman di hulu dan meruahkan kemaslahatan di hilirnya. Ciri dari kondisi alimini ialah makin menghujamnya akar iman di hati, makin tegaknya batang takwa, makin rindang dedaunan dan berbuah akhlak karimahnya.

Editor : Shidqi Mukhtasor

Avatar
3 posts

About author
Pengangguran yang bercita-cita menjadi penulis, pustakawan, dan majikan atas diri sendiri (merdeka)
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *