Peran saudagar, terutama yang aktif dalam gerakan Islam Berkemajuan pada masa awal kemerdekaan, tidaklah kecil. Tidak hanya sebatas menyebar berita Proklamasi, merelakan kantor Persatuan Dagang Indonesia (PERSDI) dijadikan markas BPPI, juga ikut merintis organ utama Angkatan Laut Republik Indonesia. Proses berdirinya pun menarik untuk dicermati.
Diawali dengan konsolidasi kekuatan massa maritim, kantor Djawatan Pelabuhan dipimpin Sjamsuddin, Kantor Padang Kaiun Kumiai yang dikepalai oleh Samik Ibrahim, saudagar yang aktif di Pimpinan Muhammadiyah Daerah Sumatra Tengah. Pada masa awal kemerdekaan namanya diubah menjadi Kantor Rukun Pelayaran Indonesia (ROEPELIN). Anggota ROEPELIN umumnya berasal dari para nelayan, pemilik bagan, dan lainnya.
Pembentukan awal
Angkatan Laut berada di dua tempat, yakni di kediaman Samik Ibrahim di Jalan
Palingam 14 dan Kantor Doane pada
tanggal 2 September 1945.
Hasil keputusan rapat kilat di rumah Samik Ibrahim (Jl. Palinggam 14) adalah
mengambil alih kantor/ gudang senjata Jepang–dengan mengibarkan bendera Merah
Putih, seperti Kantor Maritim (Nipon Unko Kaisha) dan Gudang Senjata di Teluk
Bayur, Padang Selatan.
Keesokan harinya, seluruh peserta rapat yang menghadiri rapat di rumah Samik, segera merebut kantor pelayaran, atau Nympho Kyasa Kaigun. Pada tanggal 29 September 1945, seluruh peserta rapat yang berasal dari militer, unsur-unsur maritim, pegawai pelayaran kembali berkumpul di kediaman Samik, untuk mengukuhkan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Laut. Berikut susunan strukturnya.
Komandan TKR Laut : Nizarwan
Koordinator : Mas Syabirin
Komandan Ketentaraan: Wagimin
Komandan Markas : Zakir Hamzah
Kepala Keuangan : Samik Ibrahim
Kepala Tata Usaha : Wahab, dibantu Johan Rajo Intan dan Khaidir.
Hasil pembentukan TKR Laut ini, segera disampaikan Samik cs kepada Residen Sumatera Barat dr.Moh. Djamil. Pada pertengahan Oktober 1945, Gubernur Sumatra Mr. Teuku Moh. Hasan, segera melantik Nizarwan sebagai komandan TKR Laut Padang.
Setelah resmi berdiri, keberadaan TKR Laut ini, segera disosialisasikan melalui selebaran dan radio bawah tanah. Para pemuda yang disasar sebagai calon anggota TKR Laut adalah para eks Kaigun, dan alumni sekolah pelayaran. Dalam kesaksiannya, Samik menulis, para pemuda yang berasal dari Pesisir Selatan antusias dan berbondong-bondong menuju kediaman Samik, untuk mendaftarkan diri sebagai anggota TKR Laut.
Dalam hitungan hari telah terdaftar 800 orang pemuda di kantor ROEPELIN. Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dr. Atos Asuari, 200 orang dinyatakan gugur, dan 600 pemuda resmi bergabung dengan TKR Laut. Sehingga pada akhir Oktober 1945 telah tersusun satu batalion TKR Laut yang terdiri atas tiga kompi pasukan. Untuk penginapan mereka disediakan di Pasar Gadang, sedangkan untuk ransum dan kebutuhan logistik disediakan oleh saudagar Samik Ibrahim dan Wahab.
Samik tentu menyadari, dalam kondisi pemerintahan yang baru terbentuk, ekonomi, dan keamanan yang belum stabil, ia harus mengerahkan seluruh kemampuannya, agar pembentukan TKR Laut yang telah dirancang bersama pengurus yang lain tidak sia-sia. Kedua, Samik tentu menginginkan barisan TKR Laut mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung itu dari rongrongan imprealis.
Sebagai bentuk penghargaan pemerintah terhadap usaha merintis TKR Laut, Samik Ibrahim diganjar sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, status ini tidak pernah ia jalani, karena kesibukannya mengurus N.V KOPAN.
Seluruh barisan pemuda TKR Laut ini, kemudian diberikan pelatihan militer selama satu bulan, sampai masuknya Sekutu di Kota Padang. Komandan TKR Laut Nizarwan segera memindahkan pusat dermaga dari Padang ke Ampang Pulai Tarusan pada Oktober 1945. Mereka dibawa dengan tiga truk pinjaman dan diinapkan di sekolah-sekolah dan rumah masyarakat.
Sesampai di Ampang Pulai, struktur dalam TKR Laut Sumatera Barat mengalami penambahan–terutama untuk beberapa jabatan baru yang disesuaikan dengan TKR Laut pusat. Berikut beberapa nama yang masuk dalam jabatan baru.
Bendahara : Bermawi. Ia dibantu oleh Anwar, Bahar, St. Arifin, Sajuti.
Tata Usaha : Djohan Radjo Intan.
PHB : Nudin Rachman, Amir Ha-kim, dan Hasan Basri.
Persenjataan : Darman Latif, dan Usman Sulaiman.
Kesehatan : Saidi, Sukarno, dan Nurgaja Bidan.
Perlengkapan : Zakir bin Hamzah, Baharud-din Dt. Batuah, Amiruddin Djam, dan Lusi.
Polisi Laut : Inspektur I Awaluddin.
Badan Penyelidik : Inspektur I Ibrahim (Djam, 1968).
Selain penambahan formasi dalam struktural, juga terjadi perubahan formasi kapal, menjadi sayap kiri dan sayap kanan. Sebulan kemudian, pada Desember 1945, kembali berubah menjadi Kompi I dan Kompi II. Untuk latihan anggota TKR Laut di Ampang Pulai dengan menggunakan kapal Bintang Terang, dengan bobot 70 ton. Kapal yang dinahkodai Umar ini, merupakan pinjaman seorang saudagar asal Medan, bernama Sahap.
Dari pemuda yang tergabung dalam TKR Laut, juga membentuk tentara semut–yang terdiri dari bocah cilik berusia 6-15 tahun. Mereka yang masih berusia belia ini, memang mempunyai kesadaran yang tinggi untuk membela dan mempertahankan negara. Mereka dilatih oleh Mayor Syuaib dengan semi militer.
Para tentara semut ini, mendapat bantuan logistik dari masyarakat Kotapraja Padang –yang umumnya berstatus sebagai saudagar kaya di Pasar Batipuh, Pasar Gadang, Pasar Mudik, dan Pasar Malintang. Terkadang pembagian beras untuk tentara semut juga diberikan di belakang kantor Gemente (kini: Balai Kota) Kotapraja Padang. Mereka nantinya bertugas sebagai pasukan pengintai dan penyebar bom waktu dan molotov. Azwar Anas, dalam autobiografinya mengungkap, bahwa ia diberi tugas sebagai intel oleh komandan Marah Capuak. Ia pernah ditugaskan untuk menjual telur ke tangsi pada tentara Sekutu, sambil ia menyelidiki pergerakan mereka di sana (Yusra, 2011).
Editor: Arif