Feature

Sebuah Catatan di Hari Ayah Nasional

3 Mins read

Nak, suatu hari Google memasang doodle berupa ilustrasi seekor burung besar yang sedang memberikan makanan untuk anak-anaknya. Ternyata, setelah ayah cari tahu, Google mendedikasikan doodle tersebut untuk para ayah dalam rangka memperingati Hari Ayah Nasional yang jatuh setiap tanggal 12 November.

Nak, jam terbangku sebagai seorang ayah boleh dibilang baru seumur jagung. Kelahiranmu 20 bulan lalu yang melekatkan predikat itu pada diriku. Namun, meski baru hitungan bulan, ayah mulai terbiasa dengan peran baru ini, dan perlahan menikmati dinamikanya. Sebagai lelaki kelak kau pun akan merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang ayah.

Tanggung Jawab Seorang Ayah

Nak, tahukah kau, melekat pada diriku sebuah tanggung jawab besar sebagai seorang ayah untukmu? Adalah kewajiban ayah untuk menjadi pendidik dan pelindung terbaik bagimu, sekaligus pemimpin bagi keluarga kecil kita.

Dalam sebuah pesan suci, Allah menyeru kepada setiap hamba-Nya yang beriman untuk menjaga diri dan keluarga ini dari panasnya siksa api neraka. Sebuah ayat yang membuat bibir dan hatiku bergetar saat melafalkannya di Hari Ayah mengikat janji dengan ibumu, tepat tiga tahun tiga hari yang lalu. Janji yang begitu kuat, bersanding padanya konsekuensi yang tak kalah besarnya harus kuterima saat itu.

Bertambah getar hati ini mendengar pesan Rasulullah Muhammad saw. yang mengingatkan kita akan beratnya sebuah tanggung jawab lain sebagai seorang ayah, “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan dari setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”

Tanggung jawab. Sebuah bentuk konsekuensi yang hanya akan diambil mereka yang memiliki keberanian. Ayah tak begitu yakin, apakah keberadaanku dalam peran ini adalah sebuah kesadaran akan keberanianku mengambil konsekuensi besar itu, atau hanya sekadar terposisikan sedemikian adanya sehingga menemui kondisi yang siap dan tidak siap harus dijalani.

Baca Juga  Tangis Sayyidina Umar Saat Haji Wada' dan Isyarat Kepergian Nabi

Namun yang pasti, ayahmu yang memiliki banyak kekurangan ini, kini dihadapkan pada tanggung jawab besar untuk mengarahkan, menjaga, dan mengantarkanmu pada jalan hidup yang akan membawamu pada kebaikan.

Memang terlihat sangat berat untuk dilakukan, karena tidak ada satu manusia pun yang sanggup sempurna mengemban tanggung jawabnya. Dan, tidak ada satu pun ayah yang tidak pernah lalai memenuhi tanggung jawabnya.

Tetapi, ayah akan berusaha sebisa mungkin menjadi pantas sekadar disebut orang tua yang baik untukmu. Syukur-syukur jauh di dalam hatimu kelak menyimpan setitik kebanggaan atas diriku saat kau melihatku sebagai sosok ayah bagimu.

Ketakutan dalam Diri Ayah

Sekarang dan sampai hari ini, ayah masih belajar untuk menjalani peran besar sebagai seorang ayah dari hal yang paling sederhana. Ayah masih ingat bagaimana ayah berusaha menjadi orang pertama yang menangkap dan memelukmu saat kau pertama kali melihat dunia ini.

Ayah juga ingat bagaimana mengajarimu menemukan cara mengucapkan kata-kata pertamamu. Ah, mengingat semua itu terjadi padaku saja terasa begitu mengesankan buatku.

Di tengah luapan kegembiraanku atas keberadaanmu sekarang ini, sejujurnya ada ketakutan yang merayap-rayap dalam diriku. Takut akan keadaanmu kelak dalam menjalani hidup di bawah tanggung jawabku.

Rasa takut seperti ini bukanlah tanpa alasan, Nak. Ayah takut jika engkau kelak tumbuh sebagai orang yang miskin pembekalan diri untuk melewati setiap jengkal kehidupanmu. Sebenarnya mungkin ini juga yang menjadi ketakutan seluruh ayah di dunia ini. Bahkan jauh sebelum itu kami para orang tua telah diingatkan sebuah pesan ayat suci tentang hal ini:

“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa’ : 9)

Baca Juga  Kokoda, Kampung Muhammadiyah Satu-satunya di Dunia

Ayat di atas menjadikan ketakutanku berderap-derap. Namun, setidaknya dari situ ayah dapat temukan pesan yang menunjukkan apa yang harus ayah lakukan sebagai seorang ayah untukmu kelak. Apa yang harus ayah upayakan untukmu dari saat ini.

Bekal untuk Anak

Dalam ketakutan itu, ayah akan berusaha memberikan bekal yang semoga berguna untukmu. Mengupayakan pembelajaran atas ilmu pengetahuan, mengenalkan kepadamu nilai keimanan, kejujuran, dan kasih sayang. Meskipun mungkin tak seberapa yang akan sanggup ayah ajarkan, semoga dari yang sedikit itu akan bermanfaat dan masih relevan di zamanmu nanti.

Nak, di luar sana ada ribuan bahkan jutaan ayah hebat untuk anak-anaknya. Begitu pun sebaliknya. Di hariku ini, ayah akan berdoa semoga ayah sanggup menjadi satu dari bagian ayah-ayah yang hebat itu.

Namun, bila bukan demikian adanya, semoga Allah yang akan membuat dirimu hebat dan menutupi segala kelemahan ayahmu ini dengan segala kehebatanmu kelak.  Semoga, dan semoga. Satu kata yang sering ayah sebut dalam doa ini menunjukkan bahwa kita percaya akan adanya satu kekuatan lain yang bisa mewujudkan satu keadaan di saat keterbatasan usaha diri tak sanggup untuk melampauinya.

Editor: Lely N

Avatar
6 posts

About author
Seorang Pekerja Profesional dan Interpreter Bahasa Korea
Articles
Related posts
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…
Feature

Tarawih di Masjid Sayyidah Nafisah, Guru Perempuan Imam Syafi’i

3 Mins read
Sore itu, sambil menunggu waktu buka, saya mendengarkan sebuah nasyid yang disenandungkan oleh orang shaidi -warga mesir selatan- terkenal, namanya Yasin al-Tuhami….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *