Feature

Sejarah Runtuhnya Kedaulatan Bangsa Mongol di Eropa Timur

3 Mins read

Bangsa Mongol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Islam, terutama di Asia Tengah dan Eropa Timur. Pengaruh ini dimulai dengan dijadikannya Islam sebagai agama mereka. Mereka juga turut serta dalam penyebaran Islam ke daratan benua biru, bahkan kemajuan dan kekuasaan Islam sempat bertahan lama di sana, namun akhirnya tidak bertahan lama karena beberapa masalah internal dan eksternal bangsa tersebut.

Perlu diketahui bahwa bangsa Mongol memiliki beberapa jenis khanat yang menguasai beberapa wilayah di Eropa Timur. Kekhanan Kazan didirikan oleh seorang keturunan Batu, bernama Ulugh Muhammad Khan pada tahun 1437 Masehi. Kekhanan ini terletak di lembah Sungai Volga. Kekhanan Kazan didirikan pada masa perselisihan internal di Gerombolan Emas, dan kendali atas wilayah tersebut menjadi lemah (Nirwana 2015, 68-69).

Pendirian Kekhanan Kazan membuat Adipati Agung Moskow gelisah dan panik. Maka, ketika dinasti ini mencapai puncak kejayaannya pada masa Muhammad Amin, Moskow dipaksa untuk membayar pajak secara teratur kepada Kekhanan Kazan. Hal ini terjadi setelah tentara Kazan berhasil menyerang dan mengalahkan Rusia di wilayah perbatasan dengan bangsa Slavia. Setelah kematian Amin pada 1519 M, dinasti ini semakin melemah. Salah satu faktor kelemahan Kekhanan Kazan adalah letak geografisnya yang berada di antara Kekhanan Austrakan dan Krimea.

Pada tahap selanjutnya, karena faktor politik, Kazan menyatakan tunduk pada Turki Utsmaniyah pada 1523 Masehi yang saat itu dipimpin oleh Muhammad II. Tsar Ivan di Rusia sangat marah dengan hal ini, dan selalu mencari kesempatan untuk mencaplok Kazan. Ivan mencoba mendudukkan seorang khan yang dapat bekerja sama dengan Rusia. Namun, Ivan gagal, karena mayoritas penduduk Kazan adalah Muslim, sehingga mendorong mereka untuk lebih memilih tunduk pada Dinasti Turki Utsmaniyah (Nirwana 2015, 69).

Baca Juga  Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

Kegagalan Ivan membuatnya ingin segera menguasai Kazan dengan serangan yang dimulai pada 1552 Masehi. Akhirnya, pasukan Kekhanan Kazan berhasil dikalahkan oleh Rusia. Kekalahan Kekhanan Kazan oleh Rusia pada tahun 1557 merupakan akhir dari sejarah Kekhanan Kazan (Nirwana 2015, 70).

Sejak jatuhnya Kazan ke tangan Rusia, nasib komunitas Muslim di sana menjadi sangat menyedihkan. Rusia, yang merupakan kekuatan Kristen, menjajah dan menindas umat Islam dalam hal kebebasan beragama, ekonomi, sosial, dan politik selama kurang lebih 200 tahun. Namun, umat Islam tidak menyerah begitu saja atas penyiksaan yang mereka terima. Selama masa itu, mereka melakukan tidak kurang dari 10 pemberontakan yang luar biasa melawan Rusia (Nirwana 2015, 70).

Keberadaan Kekhanan Muslim Kazan dan Cremia, yang bertetangga dengan Kekhanan Austrakhan dan selalu berselisih, turut andil dalam melemahkan Kekhanan Austrakhan. Mereka bagaikan saudara kembar yang sama-sama mewujudkan kesejahteraan umat Islam, namun pada akhirnya semuanya gagal, karena seringnya terjadi perselisihan dan peperangan antara Austrakhan, Kremlin, dan Kazan. Perselisihan itu membuat Austrakhan lemah dan para penguasanya lelah. Rusia mengambil kesempatan emas ini. Pada tahun 1554 M, Rusia berhasil menempatkan seorang bernama Ali Khan sebagai penguasa Austrakhan.

Namun, Ali Khan yang beragama Islam berkompromi dengan penguasa Krimea dan Turki Utsmaniyah. Hal ini membuat Tsar Rusia marah dan menguasai Austrakhan pada tahun 1556 Masehi. Untuk melenyapkan kekuatan Muslim, Tsar menempatkan ribuan orang Kossak. Di sana, para imigran Kossak dipercaya untuk membangun kembali Austrakhan sebagai pelabuhan terbesar di Laut Kaspia Utara. Saat ini, meski Muslim di Rusia merupakan minoritas, aktivitas keagamaan, sosial, dan politik mereka masih diperhitungkan oleh pemerintah (Nirwana 2015, 71-72).

Baca Juga  Kedekatan Maulana Muhammad Ali dengan Para Tokoh Indonesia

Sejak akhir abad ke-14 hingga abad ke-15, Gerombolan Emas mulai terpecah belah akibat invasi tanpa pandang bulu yang dilakukan oleh Timur Lenk. Khazan, Astrakhan, Siberia, dan Krimea didirikan sebagai wilayah dengan otoritasnya sendiri. Lambat laun, keempat wilayah tersebut mulai diduduki (diperluas) oleh Rusia saat itu, terutama yang berada di Krimea (Eropa Timur; Ukraina bagian selatan dan Don-Cubo bagian bawah), meskipun dibantu oleh Turki Utsmani, tidak dapat menolong Krimea untuk mengalahkan invasi Rusia di wilayah tersebut pada tahun 1783 karena Turki Utsmani yang melemah. Setelah itu, wilayah-wilayah Islam di beberapa bagian Eropa Timur dan Asia Tengah seperti Khazan, Daghestan, dan Kaukasus, serta wilayah-wilayah lainnya, perlahan-lahan berada di bawah kendali Rusia atau Uni Soviet (Rasyid, 2013, 248-250).

Akan tetapi, perlu dipahami bahwa tidak terjadi konversi paksa skala besar Kristen Orthodox ke Islam sampai abad 17, dan skala perang Rusia dengan Dinasti Turki Utsmani. Tekanan hanya diberlakukan pada kelompok-kelompok yang terbukti bersimpati ke gereja Orthodox Rusia. Tahun 1774, Dinasti Turki Utsmani membuat perjanjian Kuchuk-Kainarji dengan Rusia. Salah satu pasalnya mengatakan Rusia adalah pelindung pemeluk Kristen Orthodox di dalam Dinasti Turki Utsmani.

Selama bercokol di Albania, Dinasti Turki Utsmani menerapkan banyak metode efektif dalam misi Islamisasinya. Di kawasan tengah dan selatan, misalnya, menciptakan dua kelas Muslim; pashas dan bey, lengkap dengan anugerah properti skala besar dan akses politik dan ke pusat kekuasaaan. Melalui pengaruh politik dan ekonomi ini para pasha dan bey diharapkan mampu mengontrol petani, dan masyarakat pedesaan yang dikonversi paksa. Kepada mereka, para bangsawan ’cangkokan’ Dinasti Turki Utsmani ini menyajikan kemakmuran ekonomi dan lainnya (Sahrasad 2018, 46).

Baca Juga  Matinya Islam di Bali

Dengan demikian, kekuasaan Islam di tanah Eropa Timur dan Asia Tengah menjadi inferior setelah invasi Imperium Rusia terhadap “dinasti mini” dari bangsa Mongol Islam tersebut. Sehingga Islam tiada lagi menjadi kekuatan utuh untuk mempertahankan eksistensi Islam sekaligus untuk menyebarkannya hingga ke daratan Eropa Utara. Akan tetapi, biarpun demikian, jejak Islam di wilayah bekas bangsa Mongol masih bisa terlihat sampai sekarang. Mungkin, anda bisa cek di situs-situs internet lainnya.

Editor: Soleh

Johan Septian Putra
38 posts

About author
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds