Perspektif

Sekolah Penting, Mentorship Lebih Penting

3 Mins read

Di saat-saat akhir tahun pelajaran seperti sekarang ini, para orang tua yang punya anak usia sekolah dan kampus pasti resah. Bingung anaknya mau dimasukkan ke sekolah atau kampus yang mana. Tentunya tujuan utama mereka memasukkan anaknya di sekolah atau kampus terbaik. Karena seperti kata iklan minyak angin, buat anak ga boleh coba-coba.

Kegelisahan yang telah menjadi tradisi tahunan ini, menjadi lebih dag-dig-dug-serrr lagi ditambah dengan kondisi Covid19 saat ini. Kondisi normal saja belum tentu diterima di sekolah dan kampus terbaik, apalagi kondisinya darurat kesehatan seperti ini. Begitulah pemikiran para orang tua tentang nasib sekolah anaknya.

Sudah bingung mau masuk, ketika sudah masuk pun masih bingung lagi. Bagi anak usia sekolah dasar seperti SD, biasanya ibu-ibu kekinian juga ikut aktif partisipatif untuk membantu anaknya sekolah. Seperti membantu membuatkan tugas dan PR. Sebuah kegiatan yang hampir tidak pernah dilakukan ibu-ibu ketika saya SD dulu. Iya, membantu bahkan ada orang tuanya yang mengerjakan tugas dan PR anaknya semuanya. Ini sebenernya siapa yang sekolah sih!

Jika tadi kebanyakan permasalahan sekolah dasar, maka permasalahan setelah lulus kuliah pun tidak kalah bingung. Bingung setelah lulus anaknya kerja di mana. Bagi yang keluarganya pengusaha, mungkin pekerjaan bukanlah isu utama karena anak tadi bisa meneruskan usahanya. Tapi bagi keluarga tipe kelas ekonomi medioker, tentu sang anak menjadi harapan tumpuan membantu ekonomi keluarga. Dan satu lagi, sebagai prestise bahwa sang anak bisa bekerja di kantor-kantor kekinian.

***

Bagi saya kebingungan, level dasar sampe perguruan tinggi ini tidaklah perlu. Ya gak perlu bingung. Selaw saja. Saya menganggap bahwa pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tadi sebagai basic. Mau sekolah di mana saja juga tidak apa-apa. Mau negeri atau swasta juga silahkan saja. Mau lokal atau internasional juga boleh-boleh saja. Yang penting adalah anak-anak tetap sekolah untuk tahu hal-hal mendasar seperti kemampuan berhitung, membaca, bernalar, dan berpikir kritis.

Baca Juga  Kesiapan Masyarakat NTB Menghadapi Dampak Virus Corona

Dari seluruh proses pendidikan dasar sampai strata satu tadi, menurut saya yang terpenting dan harusnya membuat bingung adalah setelahnya. Yaitu proses yang saya sebut dengan mentorship. Proses ini mungkin bisa didefinisikan sebagai proses di mana kemampuan dasar tadi diaplikasikan. Dalam proses dasar tadi, orang tua dan anak mestinya sudah tahu kemana arah bakat dan kecenderungan seorang anak.

Jika anaknya suka matematika, maka carilah mentor matematika yang mumpuni. Jika anaknya suka dengan dunia Teknik, maka carilah guru yang ahli di bidang teknik. Jika anaknya suka memasak, maka bergurulah dengan chef ahli di bidang tersebut. Hal inilah yang mesti ditekankan agar seorang anak bisa fokus akan menjadi apa mereka kelak.

Contoh aplikasi konsep mentorship ini sebenarnya sudah dimulai oleh Yohanes Surya. Bapak fisika Indonesia. Dia mengatakan bahwa secara trend dari tahun 1961 peraih hadiah nobel fisika adalah relasi guru dan murid. Para peraih Nobel ini kebetulan berkontemplasi di kampus-kampus terbaik dunia.

Itulah kenapa Yohanes Surya menjaring anak-anak berbakat Indonesia dengan olimpiade fisika. Mereka disiapkan untuk kompetisi lagi yang lebih tinggi yaitu olimpiade internasional. Jika mereka menang kelak, mereka memiliki akses untuk bisa berguru dengan para peraih Nobel fisika. Ini artinya kesempatan untuk menjadikan anak Indonesia peraih Nobel Fisika dengan konsep mentorship ini lebih terbuka lebar.

***

Contoh lain di dunia komedi ada Mi’ing Bagito atau yang dikenal sebagai Dedi Gumilar, yang saat ini menjadi politisi PDIP. Sebelum terkenal dengan Bagito-nya, Mi’ing merupakan asisten Kasino Warkop DKI. Bukan hanya menyiapkan hal-hal teknis seperti baju dan jadwal manggung saja, tetapi dia juga ikut menyiapkan materi lawakan.

Baca Juga  Makna Bulan Ramadhan untuk Generasi Muda

Interaksi yang intens dengan Kasino dan angota Warkop DKI inilah yang membentuk karakter Miing Bagito. Proses ini juga yang membuat jam terbang Mi’ing menjadi tinggi dan memiliki karakter lawakan yang hampir sama dengan mentornya. Hal ini dapat dirasakan dari materi-materi lawakan Bagito yang tidak jauh berbeda dengan materi lawakan Warkop DKI yaitu yang fokus pada kritik sosial.

Mentorship lainnya yang bisa dijadikan contoh adalah khidmah (pengabdian) santri pondok pesantren. Saya menganggap khidmah (pengabdian) yang dilakukan seorang santri lebih cocok disebut dengan mentorship. Teori yang didapatkan dari kitab-kitab di kelas dan pengajian mengejawantah dalam perilaku sang kyai.

Dalam proses ini santri menyerap semua tingkah laku kyainya dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak heran apabila kyai besar seperti KH. Soleh Darat Semarang melahirkan dua kyai besar seperti KH. Hasyim Asyari (pendiri NU) dan KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah). Dan dari kedua kyai ini kemudian lahir tokoh-tokoh Islam berpengaruh dalam mewarnai moderasi Islam di Indonesia yang tak terhitung jumlahnya.

***

Setidaknya saya melihat ada dua hal yang utama dalam proses ini. Pertama adalah mentor yang memiliki karakter. Mentor haruslah yang sudah ahli di bidangnya. Maksudnya adalah mereka yang sudah sampai puncak pendakian karirnya. Ibarat pendaki gunung, mentor ini adalah guide yang akan mengantarkan para pendaki ke puncak gunung. Fungsi mentor sebagai sebagai penunjuk jalan dan selama perjalanan ke puncak. Mentor ini yang melakukan review dan transfer knowledge selama perjalanan itu.

Dan kedua adalah proses tadi perlu memakan waktu yang tidak sebentar. Tidak seperti seminar-seminar motivasi dengan iming-iming hasil yang bombastis, mentorship perlu waktu untuk berkembang. Waktu inilah nanti yang akan menjadi saksi proses mentorship. Dan lagi-lagi, mentor inilah yang akan mengetahui sejauh mana kemampuan para mentee nya itu.

Baca Juga  Siasat MSPP dalam Wabah Covid-19

Alih-alih memilih sekolah dan kampus dengan kriteria rumit hingga membuat kebingungan masal, maka fokuslah pada penempaan setelahnya yaitu dengan mentorhsip. Karena hal ini lebih penting dan akan menentukan seorang anak menjadi apa kelak. Wallahu a’lam.

Editor: Yahya FR
Avatar
4 posts

About author
Peminat Kajian Sosial dan Agama
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *