Review

Sekolah untuk Memproduksi “Ulama Plus”

3 Mins read

Menyadari langkanya ulama yang kosmopolitan, yakni memiliki perspektif luas tentang dunia dan kedalaman ilmu agama, maka pada 1987 Menteri Agama H. Munawir Sjadzali mendirikan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) di lima kota: Ciamis, Yogyakarta, Jember, Makassar, dan Padang Panjang.

Dengan mengambil bibit-bibit terbaik dari berbagai Madrasah Tsanawiyah, mereka yang terpilih dididik dengan high-rated discipline untuk menjadi “ulama plus”. Program ini memiliki kemiripan dengan Sekolah Taruna Nusantara di Magelang yang menggembleng militer handal.

***

Buku Santri Kaliwates ini berisi 33 kisah penuh inspirasi yang ditulis dengan menggunakan insider perspective dari beberapa alumni MAPK Jember tentang bagaimana sistem pendidikan keagamaan itu pernah dijalankan. Selain tentang materi keulamaan atau keislaman yang diajarkan di sekolah itu, hal menarik lain dari buku ini adalah tentang bagaimana anak-anak miskin dari beberapa desa di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kalimantan berjuang untuk menciptakan mimpi dan berupaya menggapainya.

Banyak siswa MAPK yang berangkat dari keluarga yang sangat miskin. Ibu dari Dr. Aksin Wijaya, kini Direktur Pascasarjana IAIN Ponorogo, misalnya, merupakan pedagang peralatan dapur yang berjalan kaki lintas kecamatan di Sumenep, Madura. Ia hanya pulang dua atau tiga hari sekali dengan membawa sedikit uang untuk ditukar dengan beras atau jagung. Selama menempuh pendidikan MAPK, Aksin hanya mendapat wesel sekali sejumlah 9.000 rupiah (h. 292).

Kisah yang tak kalah menyedihkan dari kisah-kisah di Laskar Pelangi ini tidak hanya terjadi pada satu orang, tapi dialami oleh banyak siswa MAPK lain. Makanya, seperti ditulis editor buku ini, Arif Maftuhin, dalam blognya (maftuh.in), “Program MAPK itu istimewa karena negara benar-benar terasa hadir menjangkau anak-anak bangsa yang istimewa, tetapi mungkin akan terjebak dalam lingkar kemiskinan abadi kalau tidak ada beasiswa”.

Baca Juga  Maradona, Bola, dan Agama

***

Dengan banyaknya kisah keuletan dalam berjuang dan semangat untuk survive, buku ini bisa menjadi motivasi bagi anak-anak yang selama ini mengalami kekurangan ekonomi atau ketidakberuntungan dalam bentuk lain. Buku ini tentu berbeda dari tulisan para motivator kenamaan karena ia ditulis sendiri oleh para pelakunya. Buku ini juga berbeda dari novel karena hampir semuanya adalah kisah nyata.

Meski bukan sebuah novel, namun para pembaca akan merasakan seolah-olah sedang membaca novel. Pembaca akan berdebar-debar membaca kisah tertentu, menangis ketika mendapati kisah seperti yang terjadi pada diri Dr Aksin di atas. Mungkin ada yang tertawa ketika melihat kisah cinta anak-anak ini, dan tergerak ketika melihat fighting spirit dari anak-anak yang ingin mengubah hidupnya dari nobody menjadi somebody.

Buku ini memang bukan buku akademik, namun pembaca akan banyak menemukan banyak percikan-percikan ilmu dari kisah-kisah yang tertutur di dalamnya. Meski bukan merupakan buku akademik, buku ni akan sangat berguna bagi para akademisi karena menawarkan data dan informasi primer tentang pendidikan agama di Indonesia.

Selama ini, misalnya, sudah banyak penelitian dan kajian tentang IAIN atau UIN yang disebut sebagai penarik gerbong pembaruan dan moderatisme Islam di Indonesia. Namun hampir tak ada kajian yang melihat sistem yang menjadi modal dan penopang pendidikan di UIN itu. Dan salah satu penopang itu adalah MAPK. Meminjam istilah dari Kholis Ridho dalam status facebook-nya, buku ini merupakan bagian dari sedikit referensi tentang pendidikan Islam (madrasah) yang berhasil dalam sejarah pendidikan di Indonesia.

***

Salah satu pelajaran yang terpenting yang bisa diambil dari buku ini dan juga sistem pendidikan keagamaan di MAPK adalah tentang toleransi, multikulturalisme, dan pluralisme keagamaan.

Baca Juga  Homo Deus: Ketika Manusia Menjadi Tuhan

Indonesia adalah negara yang majemuk dan bermoto Bhinneka Tunggal Ika. Namun seringkakali masyarakat hidup secara segregated dan segmented. Orang Jawa hanya berkumpul dengan orang Jawa, kluster-kluster perumahan berdasarkan agama juga terbentuk di beberapa tempat. Bahkan kuburan pun dibuat kapling-kapling berdasarkan agama. MAPK, seperti tertulis di buku ini, adalah melting pot dari beragam etnis, seperti Jawa, Madura, Osing, Bali, Sasak, dan Bugis. Mereka hidup bersama dalam satu asrama untuk secara tidak langsung belajar etnis-etnis yang berbeda itu.

Di MAPK juga, banyak siswa yang mengalami perjumpaan dengan pemahaman keagamaan yang berbeda. Banyak yang sebelumnya tak kenal Muhammadiyah dan bahkan melihatnya dengan curiga atau stereotype negatif, di sana mereka berjumpa dan hidup dengan teman dan guru yang sebagian merupakan aktivis Muhammadiyah.

***

Perjumpaan dengan kelompok lain ini penting agar kita tak menjadi “katak dalam tempurung”, fanatik, menutup kebenaran, menganggap kelompoknya sendiri yang benar, dan memusuhi perbedaan. Berkat didikan dari MAPK inilah, sebagian berkisah, para alumni sekolah ini menjadi pelopor toleransi, pembela minoritas, dan penggerak moderatisme Islam di Indonesia.

Identitas Buku

  • Judul              : Santri Kaliwates: Dari MAPK untuk Indonesia
  • Editor              : Arif Maftuhin
  • Penerbit         : Haja Mandiri, Jakarta
  • Cetakan          : Mei 2020
  • Tebal               : xii + 428 halaman

Avatar
8 posts

About author
Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) | Sejak 2014 menjadi anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Saat ini mendapat amanah sebagai Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah 2015-2022
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *