“Syaikh Muhammad Abduh bahkan mengajarkan Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, dan Bahasa Eropa lainnya kepada para putri-putrinya.” Ungkap Dr. Malik Kamal Manshur, cicit dari Muhammad Abduh itu sendiri.
Jawaban tersebut terlontarkan setelah kami (Abduh Studies) menanyakan padanya mengenai metode dan cara sang ulama pembaharu tersebut dalam mendidik keluarganya. Hal ini mengundang decak kagum dari kami yang mendapat insight baru terkait Muhammad Abduh dari sisi keluarga.
Abduh Studies adalah komunitas yang bergerak dalam pengkajian pemikiran serta literatur dari Muhammad Abduh. Abduh Studies didirikan oleh para mahasiswa Indonesia yang sedang berkuliah di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.
Percakapan kami dengan Dr. Malik terjadi pada hari Jum’at (21/6/2024) di kediaman beliau yang terletak di Kafr Syibin, Markaz Syibin Qanathir, Kegubernuran Qalyubiyah, Mesir. Daerah Kafr Syibin yang terletak di sebelah utara kairo adalah kota kecil yang jarang sekali dijamah oleh Masisir.
Jaraknya dari Kairo sekitar 32 kilometer dan hanya perlu satu jam perjalanan dengan kereta api. Qalyubiyah adalah daerah yang cukup subur, sepanjang perjalanan kami ke Kafr Syibin mata kami dimanjakan dengan persawahan padi, jagung, dan perkebunan lain yang menghampar luas.
Bertamu ke Rumah Dr. Malik Manshur
Kelompok Abduh Studies disambut dengan cukup hangat di kediaman keluarga Manshur setibanya kami si Kafr Syibin. Keluarga Manshur adalah keluarga terpandang yang cukup berpengaruh di Kafr Syibin selama ratusan tahun. “Asal kalian tahu, rumah ini saja sudah berusia lebih dari seratus tahun,” tutur Dr. Malik Manshur kepada kami.
Rumah keluarga Manshur di Kafr Syibin memiliki gaya arsitektur khas eropa dengan beberapa pilar di pintu masuk. Bangunan ini juga punya halaman yang cukup luas dengan banyak pohon yang tinggi, sebuah hal yang amat jarang kami lihat di Mesir.
Kami diajak untuk memasuki ruang tamu yang terletak sebelah kiri sebelum pintu masuk. Ruangan tamu ini penuh dengan pajangan foto beberapa leluhur dan tetua keluarga Manshur, termasuk di dalamnya adalah foto Syaikh Muhammad Abduh yang ditulis sebagai “Sanak kerabat (نسيب) keluarga Manshur”. Namun perlu diketahui, bahwa pertalian hubungan antara keluarga Mansur dengan Syaikh Muhammad Abduh baru terjadi setelah sang Mujaddid tersebut wafat. Adalah buyut dari Dr. Malik Manshur, yaitu Abbas Sulaiman Manshur yang menikah dengan salah seorang putri Muhammad Abduh dari jalur istri pertama.
Setelah kami berenam berkenalan dan beramah tamah dengan beliau, kami saling bertukar pandang tentang profil diri masing-masing. Dr. Malik Manshur adalah pensiunan dokter gigi yang pulang ke Mesir setelah berkarir di negeri Paman Sam.
Ia telah bekerja lebih dari empat puluh tahun di Amerika Serikat dan kembali ke Mesir empat tahun yang lalu. Label “cicit Muhammad Abduh” yang melekat pada dirinya membuatnya banyak diwawancarai oleh media-media Mesir yang ingin mengorek informasi lebih dalam tentang sang reformis tersebut.
Sebagai informasi, Abduh Studies berhasil menghubungi Dr. Malik Mahshur setelah membaca hasil wawancaranya dengan situs media youm sabi’.
Memoar Muhammad Abduh dan Keluarga Dr. Malik Manshur
Selepas obrolan kami segera bergegas untuk menunaikan ibadah Salat Jum’at di masjid terdekat. Sepanjang jalan setapak ke masjid, kami banyak menjumpai papan nama keluarga Manshur di rumah-rumah dan tokoh-tokoh.
Keluarga Manshur memang banyak menelurkan tokoh-tokoh yang menjadi pemimpin di berbagai daerah di Mesir, terkhusus di wilayah Kafr Syibin. Hingga para tetua keluarga ini banyak menyandang gelar sebagai “tiangnya Kafr Syibin” (عمدة كفر شبين).
Pasca Salat Jum’at selesai banyak anak-anak kecil yang mengerubungi kami hanya demi bersalaman atau berfoto. Anak-anak ini terus membuntuti kami seperti iring-iringin hingga sampai ke Madyafah (rumah tempat bertamu) keluarga Manshur.
Madyafah ini adalah rumah yang terpisah beberapa ratus meter dari rumah utama yang didiami Dr. Malik. Bangunan ini memiliki warna coklat pualam dengan gapura serta halaman kecil, begitu rapi dan terawat. Usia Madyafah ini juga cukup tua, tertera di pintu gerbang bahwa tempat ini didirikan pada tahun 1817 Masehi.
Kami diberi kehormatan untuk masuk di Madyafah ini sebagaimana tamu-tamu keluarga Manshur yang lain. Rumah utama memiliki tiga pintu, yang langsung mengarah ke sebuah ruang tamu besar. Di dalamnya juga terdapat foto para pendahulu keluarga Manshur tidak terkecuali Muhammad Abduh. “Syaikh Muhammad Abduh juga pernah mengunjungi madyafah ini,” Ujar Thariq Manshur, salah satu kerabat Dr. Malik yang menemani kami.
Ia lantas mulai membangga-banggakan keluarga Manshur dan Muhammad Abduh “Beliau adalah ulama yang berhasil membangunkan umat Islam dari kejumudan,” pungkasnya.
Lewat obrolan ba’da Salat Jum’at ini juga kami diberitahu bahwa keluarga Manshur berasal dari Aleppo, hingga salah seorang leluhurnya hijrah ke Mesir dan menjadi pembesar pemerintah pada saat Muhammad Ali Pasya berkuasa (awal abad 19).
Mengenalkan Muhammadiyah ke Keluarga Muhammad Abduh
“Saya mendengar bahwa di Indonesia ada sebuah organisasi Islam yang terinspirasi pemikiran Muhammad Abduh, apa kalian tahu?,” Kata Dr. Malik Manshur melontarkan pertanyaan kepada kami. Kami menjawab penuh semangat, sebab beberapa anggota Abduh Studies adalah aktivis di Muhammadiyah, organisasi Islam yang beliau maksud. Abduh Studies juga mengabarkan pada beliau bahwa Muhammadiyah sudah memiliki cabang internasional di Kairo.
Usut punya usut, Dr. Malik Manshur ternyata mengetahui perihal Muhammadiyah lewat temannya yang juga menjadi salah satu pemikir dan intelektual Islam terkemuka, Dr. Muhammad Immarah. Ia jugalah yang menjadi editor kompilasi karya Muhammad Abduh yang diterbitkan penerbit Dar Syuruq, kairo.
Dr. Malik Manshur lantas menyampaikan rasa bangganya bahwa ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh ternyata telah terimplementasikan dengan baik oleh Muhammadiyah.
Kami lalu banyak berdiskusi soal kepribadian Muhammad Abduh dan gaya pendidikannya di tengah keluarga. Syaikh Muhammad Abduh telah mendidik para putrinya untuk mempelajari bahasa Inggris dan Prancis sejak kecil.
Sang ulama pembaharu tersebut memang tidak punya anak laki-laki, namun memiliki empat orang anak perempuan. “Keturunan Muhammad Abduh ada di Kafr Syibin dan Alexandria, ada juga keturunan beliau di Syam dari keluarga Hamuda,” Kata Dr. Malik Manshur kepada kami.
Sayangnya, Dr. Malik Manshur tidak memiliki data mengenai keturunan dari murid paling tersohor dari buyutnya, yaitu Muhammad Rasyid Ridha. Ia juga mengungkapkan bahwa Muhammad Abduh rajin berkorespondensi dengan para ulama dan intelektual dari Tunisia dan Al-Jazair, salah satunya adalah mufasir kenamaan; Thahir Ibn Asyur.
Ziarah kami ke Kafr Syibin banyak membuka cakrawala wawasan kami pada sosok Abduh. Pada Akhir pertemuan kami berterimakasih pada dr.Malik atas sambutan hangatnya. Abduh Studies berharap bisa tetap menjaga silaturrahmi dengan cicit Muhammad Abduh tersebut. Kami lantas berpamitan pada keluarga Dr. Malik Manshur untuk kembali bergelut dengan hiruk pikuk kota Kairo.