Bismillah… Sebelum bercerita panjang tentang #DiRumahAja (Social Distancing) pada Jumat Mubarok kali ini.
Bismillah… Izinkan saya untuk berterus terang bahwa saya adalah Orang Dalam Pantauan (ODP) Covid-19.
Jauh sebelum pemerintah memutuskan untuk meliburkan sekolah selama 14 hari, jauh sebelum fatwa MUI ataupun maklumat organisasi-organisasi Islam dikeluarkan, saya sudah menyadari ancaman ini begitu dekat. Berdasarkan sumber-sumber informasi berupa berita-berita dan pernyataan para ahli/pakar dunia dan lokal, bahwa wabah Covid-19 ini akan sampai di negara yang kita cintai, yaitu Indonesia.
Saya menyadari betul mobilitas dan aktivitas saya selama ini yang sangat tinggi. Dari mulai silaturahmi, diskusi, sampai dengan ngopi persyarikatan, ngopi keumatan, dan ngopi kebangsaan (Berinteraksi dengan banyak orang dan kelompok).
Tak jarang saya pulang ke rumah paling siang jam 11 malam dan baru bisa istirahat tidur jam 1 or jam 2 malam.
Pada saat beredar imbauan atau maklumat pemerintah, ormas Islam, serta yang lainnya kepada masyarakat agar melakukan social distancing, sesuai dengan keyakinan saya (sebagai masyarakat ilmu) terhadap produk ilmu yang ilmiah-akademis, semakin meningkatkan kesadaran saya untuk berdiam diri di rumah.
Ada momentum yang membuat saya sangat dilema. Di saat harus melakukan Solidaritas Aksi Panti untuk turun ke lapangan. Saya mencoba berkonsultasi kepada beberapa orang yang saya anggap sahabat dekat bahkan mentor. Atas dasar kepentingan yang lebih besar, yaitu solidaritas kemanusiaan, saya memutuskan untuk tidak datang ke kegiatan aksi tersebut. Saya tidak ingin menjadi penyebab merebaknya Covid-19 ini di tengah keramaian dan kerumunan banyak orang yang sedang berjuang.
***
Italia sebagai bangsa maju di Eropa, menjadi negara dengan kasus kematian tertinggi di dunia akibat penyakit ini yang menyentuh angka 6.820 (sampai dengan Rabu 25 Maret 2020). Menyusul negara-negara tetangganya melakukan social distancing hingga akhir April. Liga Inggris dan Spanyol (Manchester City dan Barcelona, klub favorit saya) diberhentikan kompetisi liganya. Di Amerika Serikat, tempat-tempat ibadah dan mall-mall ditutup. Olimpiade di Jepang ditunda. Di Saudi Arabia, Umroh di-pending sampai waktu yang belum ditentukan. Masjid Al-Aqsa di Palestina ditutup untuk salat berjamaah dan salat jumat. Dunia sedang berduka, tanpa kecuali negara kita.
Gayung bersambut, tak lama setelah itu, bersamaan dengan beberapa orang di Indonesia diperiksa, khususnya di Jawa Barat, khususnya lagi di Kota Bandung tempat saya tinggal bersama keluarga, ada beberapa rekan dan sahabat saya mengontak untuk menjelaskan sebab musabab kenapa saya menjadi ODP. Secara manusiawi, saya terhentak kaget dan bercampur khawatir. Namun jauh sebelumnya, saya sudah menyadari atas dasar tadi apa yang saya jelaskan di atas.
Nah.. Sekarang saya mulai ceritanya, selama hampir lebih dari 12 hari di rumah. Saat tulisan ini ditulis, sampai hari ini saya fit, tidak ada gejala sama sekali, seperti batuk, pegal linu, demam ataupun sesak nafas. Namun seperti yang diinformasikan media ataupun viral di media sosial dan dijelaskan berbagai ahli, orang yang fit dan tanpa gejalapun belum tentu negatif. Saya berdoa mudah-mudahan saya negatif.
WfH (Work from Home), merupakan salah satu kampanye tentang social distancing, selain jaga jarak dan lain-lain. Saya di rumah saja, tidak kemana-mana.
ieu teu ngarti….Sampai-sampai saking protektifnya, sayangnya istri saya kepada keluarga kecil kami dan juga dia (istri saya), mengetahui mobilitas aktivitas kerja serta interaksi saya dengan orang-orang sangatlah tinggi.
***
Saya sama sekali tidak berinteraksi (bersentuhan dengan istri dan kedua anak saya). Kamar tidur dipisah, piring-sendok-garpu-gelas dipisah, sajadah dipisah, ruang kerja dipisah, ruang nonton TV dipisah dan bahkan disaat tepat 20 Maret (ulang tahun istri saya), saya hanya memberikan ucapan, tanpa ada pelukan dan juga salaman. Dan terpaksa saya membelikan hadiah sederhana ultahnya via online store.
Saya tetap disiplin untuk Stay at Home. Saya juga berupaya tetap produktif (Work from Home). Saya manfaatkan sebaik mungkin WfH ini. Adapun beberapa kegiatan ataupun pekerjaan yang saya lakukan di rumah sebagai berikut:
1. Di rumah saja, bagi saya tidak ada alasan untuk tidak produktif. Saya tetap bisa WfH (Work From Home) koordinasi organisasi dengan perangkat teknologi 4.0 ini (WA, FB, IG, Telegram, Teleconfrence). Dari mulai konsolidasi bersama para pimpinan PDPM di 27 kota kabupaten, komunikasi dengan sekum, bendum, dan pimpinan lainnya via Whatsapp group.
Koordinasi malam hari dengan beberapa pimpinan kota kabupaten lewat teleconfrence, sampai membuat surat digital organisasi, baik berupa seruan, himbuan, dan lain-lain. Sampai berkomunikasi membuat rencana-rencana kegiatan, rencana anggaran, dan lain-lain. Dan yang paling penting, membantu menyebarkan informasi valid serta aktual tentang apa yang update dari wabah Covid 19.
Karena ada yang japri bertanya, ada yang DM, ada yang telpon, ada yang video call dan lain-lain. Saya layani dengan baik dengan semampu saya. Sampai-sampai semua informasi tersebut saya share di IG Story saya (@rezalism) dari mulai yang sifatnya informasi, edukasi, himbauan sampai dengan video ataupun foto recehan banget yang gak penting mungkin, saya posting di IG Story saya.
2. Memantau full kerja dakwah digital IG @pwpmjabar, dari mulai memikirkan konten apa, narasi apa, tema apa, storytelling, storyboard sampai memikirkan tentang prime time-nya. Setiap hari 1×24 jam saya full pikirkan. Dan setelah konten narasi siap, saya serahkan kepada 1 orang (Desainer Graphic) yang setia menemani saya untuk berjuang di dakwah digital IG @pwpmjabar.
***
3. Tetap dengan motivasi produktif, saya WfH dengan mengerjakan desain interior kantor PWPM, organisasi pemuda di mana kebetulan saya mendapatkan amanah takdir untuk memimpinnya. Alhamdulillah, jauh dulu sebelum pelantikan dan wabah ini merebak, saya sempat ukur sendiri dengan tangan saya sendiri, panjang, lebar, dan tinggi ruang kantor PWPM. Alhasil 12 hari WfH, Alhamdulillah, mockup desain interior Kantor PWPM bisa saya selesaikan. Bisa dicek di IG saya.
4. Selanjutnya, saya pun mengisi waktu dengan bercocok tanam, mencabut rumput, menyapu halaman, membersihkan garasi, membuang sampah, mendisinfekan ruang interior kendaraan, sampai dengan ikut anyang-anyangan bikin manual sendiri hand sanitizer dan disinfektan dengan dipandu langsung oleh mantan mahasiswa Teknik Kimia dari ITB, yaitu istri saya tercinta.
Di kesempatan lain, kadang saya jalan-jalan kecil sendirian di sekitar komplek rumah sambil berjemur badan;
5. Menjelang larut malam, saya sesekali mengintip kamar yang saya tidak bisa masuk ke dalamnya, karena kesadaran kuat saya akan pentingnya social distancing. Saya melihat, Si Bungsu sedang main iPad, Si Cikal sedang baca komik, dan Ibunya sedang baca buku dengan cover hijau ada avatar orang berkaca mata dengan jaket krem, judul bukunya PEMUDA BERKEMAJUAN; Moderat, Berdikari, Kolaborasi hehe.
Pada pagi or siang hari, saya hanya bisa menyaksikan kedua anak saya dengan tetap jaga jarak. Mereka main petak umpet, mereka joget-joget, mereka main bulu tangkis dan lain-lain.
6. Untuk menjaga imunitas, saya berdisiplin makan, banyak minum air putih, dan mengonsumsi asupan multivitamin serta buah-buahan dan istirahat yang cukup.
12 hari tidak terasa, kadang terlupakan tentang status ODP saya. Kalau sedang ingat, saya sekuat tenaga segera mengalihkan fokus pikiran agar tidak terlalu fokus terhadap status tersebut. Setiap harinya saya cek suhu badan dengan thermometer, alhamdulillah selama 12 hari ini stabil.
Ada keinginan untuk segera melakukan test Covid-19, ingin sesegera mungkin mengetahui tentang positif atau tidaknya. Berikhtiar kontak teman yang satu dan teman-teman yang lainnya, mencari informasi agar saya bisa segera ditest.
***
Namun melihat apa yang sedang diupayakan pemerintah, test tersebut akan diprioritaskan untuk mereka yang berada di garis depan, yaitu para tenaga medis.
Saya memahami dan berusaha menaruh empati, memang sudah semestinya merekalah yang harus didahulukan. Dengan kesadaran dan penuh kerendahan hati, saya tunggu pada waktunya, di saat yang tepat saya bisa melakukan test Covid-19.
Pesan saya yang lainnya, jika bukan untuk hal yang sangat penting, berdisiplinlah untuk tetap social distancing, sebagai aksi nyata kita untuk kemanusiaan. Sesederhana berdiam di rumah, bisa menyelamatkan ribuan nyawa.
Bagi yang masih harus mencari nafkah; para ojol, para pedagang kaki lima, dan para pekerja informal lainnya, tetap semangat, jaga kesehatan, selalu cuci tangan dan lakukan phsycal distancing.
Juga kepada pemerintah, tokoh persyarikatan, para aktivis, relawan kemanusiaan, dan para awak media, jaga kesehatan selalu.
Saya memahami bahwa sektor informal cukup terpukul dengan kebijakan social distancing ini. Maka saya tiap kali membeli makanan dengan jasa ojol, saya berusaha memberi uang lebih dan sering tanpa kembalian.
Di sela-sela malam, saya berjalan kaki ke depan Pos Satpam, menyempatkan untuk memberi makanan dan uang tambahan kepada pak satpam penjaga komplek.
Apapun yang kita hadapi sekarang ini, yakinlah bahwa Tuhan selalu bermaksud Baik.
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَىٰ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghindari kerusakan lebih utama daripada mengambil manfaat/kebaikan” (Kaidah Ushul Fikih).
Yang paling terakhir, mohon bantu kampanyekan terus tentang kesadaran SOCIAL/PHYSICAL DISTANCING. Dengan Menggunakan tamplate foto ilustrasi artikel di atas sebagai foto profil kamu di WA, Telegram, FB, dan lain sebagainya. Bersama Hadapi Covid-19!
Salam Takdzim.