Penyimpangan Islam memang masih belum bisa dihapuskan sepenuhnya dari tarekat. Image sudah melekat kuat, meskipun tidak semua tarekat itu menyimpang. Maka dari itu beberapa kalangan sunni meskipun menerima tarekat, tapi masih mengawasi amalan tarekat agar tidak jatuh dalam penyimpangan.
Pada mulanya, tarekat memang tidak bisa dipisahkan dari amalan yang aneh. Bahkan hingga saat ini, beberapa tarekat masih memelihara amalan-amalan tersebut yang dianggap aneh oleh orang awam. Maka dari itu, tarekat menuai banyak kritikan dari para ulama seperti Ibnu Taimiyah.
Ahmad Sirhindi: Memperjuangkan Tarekat agar sesuai Syariat
Berbagai upaya untuk meluruskan tarekat sudah banyak dilakukan. Salah satunya oleh Ahmad Sirhindi. Ia lahir pada hari jum’at 4 syawal 971 H/ 26 Mei 1564 di kota Sirhind, sekarang masuk di bagian Punjab, barat laut Delhi. Ia lahir di kalangan keluarga yang mempunyai tradisi keilmuan yang kuat.
Ia kemudian menjadi seorang sufi, ulama terkemuka dan pemikir dari Hindustan yang menganut ajaran tarekat Naqshabandi yang sangat berpengaruh dengan berbagai gagasannya untuk membawa kembali tarekat dalam bingkai syari’at.
Keteguhannya dalam memperjuangkan syari’at pernah ia tunjukan ketika ia mengkritik pemerintahan Mughal. Ia menuntut untuk ditegakanya syari’at Islam di India. Tak hanya itu, ia juga mengkritik kaum Syi’ah yang mengutuk dan mempersalahkan para sahabat yang dianggap telah merampas kekuasaan Ali.
Membahas tentang corak pemikirannya, tentu tidak bisa dilepaskan dari keadaan yang melatarbelakangi kehidupanya saat itu. Pada masa hidupnya, agama Islam di India tengah dilanda krisis, kehidupan umat Islam saat itu banyak diwarnai oleh bid’ah dan syirik.
Dalam kondisi umat yang seperti itulah Sirhindi muncul dan mempermainkan peran yang penting. Sirhindi menitikberatkan perjuangannya dalam tiga hal; Pertama, mengkritik kaum kafir, bid’ah, dan berbagai doktrin yang salah; Kedua, mengklarifikasi propaganda penganut Syi’ah yang mempersalahkan sahabat; Ketiga, kemurnian tarekat dari praktek-praktek yang menyimpang dari syari’at Islam.
Pada mulanya kaum sufi lebih menekankan aspek inti dari tasawuf itu sendiri, yaitu intuisi. Perhatian utamanya tertuju pada keadaan batinnya, bukan pada aspek lahiriyahnya. Dengan mendaki jalan tasawuf, kebanyakan seorang sufi menganggap telah menemukan inti ajaran Islam.
Dengan pandangan yang seperti itu para sufi banyak yang mengabaikan aspek lahiriah dan menganggap syari’at sudah tidak diperlukan lagi. Syari’at hanya dianggap sebagai batu loncatan pertama untuk menapaki jalan tariqah dan haqiqah.
Syari’at Tarekat Sirhindi
Dalam salah satu suratnya Sirhindi merespon pernyataan tersebut. Ia menyatakan bahwa syari’at itu dibagi menjadi tiga, yakni ilmu, amal, dan ikhlas. Adanya tariqah dan haqiqah merupakan usaha untuk menyempurnakan bagian syari’at yang ketiga, yakni ikhlas.
Menurutnya, syari’at adalah bagian pokok yang paling mendasar dalam ajaran sufi, sehingga apabila ajaran tasawuf yang melenceng dari koridor syari’at. Maka bisa dikatakan menyimpang. Sebab tujuan sufi tidak lain hanyalah untuk menguatkan keyakinan seseorang terhadap syari’at.
Apabila seseorang telah memperoleh keyakinan yang benar dan telah mematuhi hukum syari’at. Maka, sebaiknya masuk ke jalan sufi. Tapi tidak bisa dibenarkan bila ia menempuh jalan sufi dengan tujuan melampaui batas-batas syari’at. Melainkan memperoleh keyakinan yang kuat terhadapnya.
Sirhindi mengkritik para pengikut tarekat yang melakukan praktek-praktek yang bertentangan dengan tatanan syari’at. Secara terus menerus ia menjaga hubungan dengan para wakilnya. Sehingga dari mereka Sirhindi tahu masalah apa yang harus ia selesaikan.
Tasawuf Amali yang Diperbolehkan
Ia mengkritik keras tasawuf yang bersifat falsafi dan menganjurkan kaum muslim agar fokus terhadap tasawuf amali agar seorang muslim patuh terhadap syari’at dan memandang kehidupan dunia dengan cara yang positif.
Ia mengkritik keras teori wahdat al-wujud yang mengidentikan dunia dengan Tuhan, yang mengakibatkan bahwa penyembahan terhadap berbagai objek akan disamakan dengan penyembahan Tuhan, karena yang disembah adalah perwujudan dari Tuhan.
Sirhindi kemudian mengganti teori wahdat al-wujud dengan wahdat al-shuhud. Yang paling fundamental dari teori ini adalah bahwa Tuhan sepenuhnya berbeda dari alam, dan juga merupakan sesuatu yang lain. Dunia bukanlah satu dengan Tuhan dan bukan pula di dalam wujud-Nya.
Eksistensi dunia adalah eksistensi maya yang terpisah dan berbeda dari Tuhan. Adanya bayangan tersebut bukan berarti menimbulkan konklusi bahwa ada dua objek yang serupa dan tidak pula membenarkan adanya dualitas dzat, yakni dunia ada di samping Tuhan.
Sirhindi adalah sufi pertama yang mencoba menganalisis semua tradisi sufi dari sudut pandang ajaran Islam. Ia mendefinisikan sebuah prinsip ajaran Islam di satu sisi, dan merumuskan hal baru dalam sufisme, yaitu mana ajaran tarekat yang sesuai dan tidak dengan rasul.
Adapun inti dari pembaruan Sirhindi adalah purifikasi sufisme dan pembersihan tarekat dari amalan-amalan yang menyimpang serta mengembalikanya pada koridor yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
Pemikiraan Sirhindi tentang purifikasi tasawuf dan pembaruan tarekat bukanlah hal yang baru. Praktek purifikasi tasawuf sudah dicetuskan oleh Ibnu Taimiyah. Tapi pemikiran Sirhindi lebih berpengaruh dibandingkan dengan Ibnu Taimiyah, karena pembaruan Sirhindi diupayakan dari dalam, dan juga ia sendiri adalah seorang guru tarekat.
Perjuangan yang dilakukan Sirhindi lebih dinamis, ia tidak hanya menulis, ia juga berdakwah ke berbagai daerah. Ia memurnikan ajaran tarekat yang terutama ada di daerah India dan Pakistan yang kemudian merambah ke daerah lainya.
Sirhindi merupakan seorang sufi yang modern dan orisinil. Orisinalitas gagasanya bisa dilihat dalam berbagai karya tulisnya. Ajarannya menjadi dasar gerakan pembaruan tarekat di India dan menjadi pelopor neo-sufisme di dunia.
Hasil pemikiranya ini kemudian mempengaruhi banyak para pemikir-pemikir sesudahnya seperti Syah Waliullah dan Bediuzzaman Said Nursi. Hampir semua sufi dari kalangan Naqshabandi di seluruh dunia mengambil gagasan-gagasannya dan menjadi inspirasi dalam melawan ketidakadilan imperialisme.
Editor: RF Wuland