Inspiring

Sophie Scholl: Berjuang Melawan Nazi Tanpa Kekerasan

4 Mins read

Perang, kekerasan, dan ketidakadilan telah banyak menyisakan berbagai kengerian, kerugian, ketakutan, dan bencana bagi orang yang mengalaminya. Tidak banyak yang bisa diperbuat oleh orang-orang yang menderita akibat itu semua selain melawan dan membebaskan diri dari segala tindak kekejaman dari seorang penguasa.

Ada banyak kasus di berbagai negara yang berupaya berjuang demi mencapai apa yang disebut kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan. Para pejuang yang membawa suara kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan datang dari berbagai kelas sosial yang sudah tidak lagi melihat latarbelakang, tetapi sudah menjadi satu atas nama kemanusiaan.

Salah satu pejuang itu bernama Sophie Magdalena Scholl yang berjuang melawan pemerintahan otoriter Nazi Jerman di bawah kuasa Hitler dengan menggunakan cara-cara nirkekerasan.

Pengertian Nirkekerasan

Aksi nirkekerasan sendiri secara teknis dapat dimaknai sebagai payung bagi aneka metode perlawanan yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan yang dilakukan terhadap orang lain. Sebagaimana dalam kasus kartini kendeng yang mengecor kaki dengan semen karena menolak tanah untuk dijadikan pabrik semen, aksi ini masuk dalam definisi aksi nirkekerasan.

Aksi nirkekerasan berbeda dengan perundingan, musyawarah, dan diskusi meski di dalamnya tidak menggunakan cara-cara kekerasan. Tetapi ini bukan bentuk perlawanan.

Sebagaimana negosiasi antara buruh dan perusahaan. Dalam kasus ini mereka bukan sedang melawan satu sama lain, tetapi sedang berusaha mencapai titik temu atau kesepakatan mengenai gaji, misalnya. Pada tahun 1973, seorang ilmuwan bernama Gene Sharp mengidentifikasi 198 metode nirkekerasan, yang ia bagi menjadi 3 kategori, yaitu: (Fisipol, 2019)

Pertama, protes dan persuasi, di mana pelaku atau seorang tokoh melakukan pengungkapkan atau mengungkapkan dukungan dan ketidaksetujuan terhadap hal tertentu. Contohnya adalah dengan menggunakan cara-cara demonstrasi, pawai, orasi, petisi, lagu, poster, pertunjukan seni, dan deklarasi.

Baca Juga  Jejak Haji Agus Salim di Muhammadiyah

Kedua, non-kooperasi, di mana pelaku atau seorang tokoh tidak hanya menyatakan menolak sesuatu, tetapi juga menarik partisipasinya dari praktik yang tidak ia setujui atau sukai. Contohnya adalah dengan cara-cara mogok, embargo, dan boikot.

Ketiga, intervensi nirkekerasan, di mana pelaku atau seorang tokoh tidak hanya menunjukkan posisi dan menarik partisipasinya dari praktik tertentu, tetapi juga berusaha keras menghentikan praktik yang melibatkannya. Contohnya adalah komunitas Sunda Wiwitan yang bermasalah di ruas jalan guna menahan proses eksekusi pengambilan tanah di wilayah adat mereka dengan cara memblokade jalan.

Sophie Scholl dan Aksi Nirkekerasan

Sophie Schooll lahir pada tahun 1921. Ia berusia 12 tahun ketika Hitler berkuasa. Seperti kebanyakan anak-anak Jerman saat itu, ia bersama saudaranya berpartisipasi dalam program pemuda Hitler dan liga gadis Jerman. Tetapi patriotismenya seketika hilang digantikan dengan rasa sakit hati tatkala ia melihat kengerian orang-orang muda yang sekarat di garis depan perang, dan penghinaan polisi fasis terhadap kehidupan anak muda.

Atas kecerdasannya dan rasa ambiusnya, pada tahun 1942, Sophie mendaftar jurusan filsafat di Ludwig Maximilian University of Munich. Di mana kakak laki-lakinya bernama Hans yang juga telah belajar kedokteran di universitas yang sama.

Saat itu, Hans bersama teman-temannya telah menjalani wajib militer sebagai petugas medis di Front Timur dan menyaksikan kekejaman seperti, pembunuhan massal terhadap orang Yahudi Polandia serta kematian tentara Jerman yang tidak terhitung banyaknya.

Tidak dapat menahan kekejian dan kekerasan yang dilakukan oleh rezim Nazi, Hans dan sekelompok kecil teman-teman beserta adiknya Sophie Scholl membentuk kelompok gerakan bawah tanah bernama White Rose pada Juni 1942.

Sepanjang tahun 1942 hingga puncaknya 1943, kelompok ini terus menerbitkan dan mendistribusikan selebaran untuk mengajak warga Jerman melawan Nazi dan fasisme.

Baca Juga  M. Rokib Terpilih Sebagai Ketua PCIM Jerman Raya

Pada 18 Februari 1943, selama puncak Perang Dunia II (PD II), Sophie Scholl bersama Hans berserta teman-temannya di Universitas Munchen memasuki salah satu gedung utama kampus, berjalan ke puncak tangga, dan melemparkan setumpuk selebaran perlawanan terhadap Nazi. Adapun selebaran itu terdiri dari 3 kertas yang masing-masing isinya adalah: (Roos, 2022).

***

Selebaran pertama: setiap individu harus melawan dan menyadari tanggung jawabnya sebagai komunitas manusia, dan harus bekerja melawan momok umat manusia, melawan fasisme, dan setiap sistem serupa dari negara manapun.

Selebaran kedua: pembunuhan massal orang Yahudi Polandia di kamp konsentrasi Jerman sebagai kejahatan paling mengerikan terhadap martabat manusia, kejahatan yang tidak ada bandingannya dalam seluruh sejarah umat manusia.

Selebaran ketiga: mengajak warga Jerman atau sipil untuk melakukan tindakan sabotase rahasia di manapun mereka bekerja, di pabrik-pabrik amunisi, kantor-kantor pemerintah, surat kabar, dan institusi pendidikan. Setiap orang dari kita harus mampu berkontribusi untuk menjatuhkan sistem yang kejam ini.

Perjuangan Sophie Scholl yang saat itu berusia 21 tahun, pada akhirnya tidak berjalan lama. Karena sesaat setelah menyebarkan selebaran itu, ia bersama kakaknya Hans tertangkap oleh pihak Nazi karena melakukan makar tingkat tinggi. Dan akhirnya sudah dipastikan Sophie Scholl berserta kakaknya dihukum dengan hukuman mati.

Perjuangan yang dilakukan Sophie Scholl juga sudah difilmkan dengan judul, Sophie Scholl The Final Days, sebuah film Jerman tahun 2005.

Saat ini, nama Sophie Scholl identik di Jerman dengan keberanian, keyakinan, dan kekuatan inspirasi kaum muda. Jika dikontekskan dengan pengertian dan metode nirkekerasan, apa yang dilakukan oleh Sophie Scholl masuk ke dalam aksi nirkekerasan berupa protes dan persuasi, yang mana dari perjuangan protes dan persuasi itu memiliki tiga tujuan utama, yakni: (Fisipol, Bukan Hanya Demonstrasi: 198 Metode Aksi Nirkekerasan untuk Melemahkan Pilar Kekuasaan, 2019)

Baca Juga  Al-Attas: Seorang Filsuf dari Melayu
***

Pertama, mempengaruhi lawan dengan cara memicu perhatian publik terhadap suatu kejadian atau isu, dengan harapan lawan bisa berubah.

Kedua, berkomunikasi dengan publik yang luas agar dapat menarik perhatian dan dukungan terhadap perubahan yang diinginkan.

Ketiga, mempengaruhi kelompok yang menjadi korban untuk mendorong mereka melakukan perlawanan atau sesuatu seperti isi dalam selebaran ketiga, yaitu sabotase rahasia.

Atas apa yang dilakukan oleh Sophie Scholl terkait perjuangannya yang tidak menggunakan senjata dan granat, tetapi dengan ide dan cita-cita, saat ini, di depan pintu masuk ke bangunan utama Ludwig Maximilian University of Munich (Universitas Munchen) terdapat sebuah batu peringatan selebaran gerakan nirkekerasan yang dilakukan Sophie Scholl serta kelompok White Rose.

Daftar Referensi

Fisipol. (2019, Oktober 2). Bukan Hanya Demonstrasi: 198 Metode Aksi Nirkekerasan untuk Melemahkan Pilar Kekuasaan. Retrieved from Institute of Internasional Studies UGM.

Fisipol. (2019, Oktober 3). Untuk Apa Nirkekerasan Kalau…? Retrieved from Institute of Internasional Studies UGM.

Roos, D. (2022, April 5). The Inspiring, Tragic Story of Sophie Scholl, the Student Who Defied Hitler. Retrieved from History How Stuff Works.com.

Editor: Yahya FR

Dimas Sigit Cahyokusumo
20 posts

About author
Alumni Pascasarjana Studi Perdamaian & Resolusi Konflik UGM
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *