Tasawuf

Spiritualitas Puasa: Sebuah Terapi Gejala Psikologis

6 Mins read

Dimensi Puasa Jasadi dan Rohani

Secara rohani, puasa merupakan panggilan iman kepada Allah sehingga fase-fase selama melaksanakan puasa dapat dilaksanakan dengan rendah hati (tawadhu’) dan fokus memperbaiki diri (khusyuk). Itulah yang menjadi wujud keikhlasan dalam berpuasa.

Dari sisi jasadi, puasa melatih perilaku anggota tubuh dari potensi berbuat dosa dan maksiat, seperti: mata, mulut, hidung, telinga, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya. Termasuk juga potensi dosa dan maksiat dari anggota tubuh rohaniah seperti akal, hati, nafsu, dan dimensi rohaniah lainnya.

DR. Hamid al-Khuli berkata, orang yang berpuasa merasakan dua kekuatan yang saling berseteru, yakni kekuatan rohani dan jasadi. Kekuatan jasadi adalah dasar konstruksi manusia yang bersifat menggebu dan menekan. Sedangkan kekuatan rohani lebih menguasai kekuatan jasadi.

Buktinya, kita tidak akan membebani seorang anak dengan berbagai tuntutan agama yang merupakan produk syariat Allah maupun hukum konvensional. Kecuali jika dia telah sampai pada usia dewasa. Hasrat kita berpijak dari pengorbanan untuk memenuhi keinginan jasadi. Karena itu, jika seseorang kosong hatinya, maka dia akan mengikuti hasrat jasadi dan melepaskan diri dari ikatan syar’i maupun aturan konvensional.

Puasa merupakan bentuk ketaatan terhadap ajakan kebenaran. Sebab, orang yang berpuasa telah menaati Tuhannya secara sukarela dan patuh. Sehingga, berkumpullah sifat amanah dan siap berkorban pada diri orang yang berpuasa.

Inilah puasa yang merupakan wahana manusia dalam berbagai hal yang penting. Dan orang yang concern tentang hal ini, pasti akan menahan gejolak dan nafsu jasadi serta tidak akan menurutinya kecuali sekadar sesuai porsi kebutuhan untuk menjaga kelangsungan hidup.

Hal itu merupakan latihan pertama bagi para peniti jalan ibadah, zuhud, dan kontiyu dalam ibadah. Jika tuntutan jasad adalah kenikmatan duniawi, maka puasa merupakan pelita rohani dan nutrisinya sehingga jasad tunduk pada rohani.

Puasa adalah jalan agar manusia bisa bermartabat di dunia dan akhirat. Puasa menjadi syiar semua agama dan syariat. Puasa juga merupakan pondasi dalam membentuk karakter manusia yang kuat.

Ritual Puasa sebagai Terapi Gejala Psikologis

Ada baiknya melihat ritual puasa sebagai terapi gejala psikologi yang dilakukan para peneliti Barat. Karena mereka melakukan penelitian dengan menggunakan metode riset yang ilmiah dan seperangkat uji coba yang menghasilkan kesimpulan secara empiris, sehingga memberikan efek medis dan psikis kepada khalayak yang ingin membuktikannya sendiri.

Sebagaimana dijelaskan Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1994), berkaitan dengan puasa dan kesehatan jiwa, maka dapat dipahami bagaimana riset peneliti Barat dalam menemukan ritual puasa sebagai terapi penyakit jiwa pada pasien di Amerika dan di Moscow. Berikut penjelasannya:

Baca Juga  Kognitif Hati: Lokomotif Spiritual Pembentuk Karakter

Dr. Alan Cott, seorang doktor ahli dari Amerika, menjelaskan dalam dua buku, yakni: “Fasting as a Way of Life” dan “Fasting the Ultimate Diet.” Melalui dua bukunya tersebut, Dr. Alan Cott menjelaskan keterkaitan antara puasa dengan gangguan kejiwaan. Antara lain:

Pertama, Gangguan Jiwa yang Parah Dapat Disebuhkan dengan Puasa.

Alan Cott melakukan penelitian kepada pasien gangguan jiwa di rumah sakit Grace Square, New York menemukan hasil, bahwa pasien sakit jiwa ternyata bisa sembuh dengan terapi puasa (Cott, 1971: 76-77).

Kesimpulan Alan Cott menjelaskan, bahwa melalui puasa penyakit cemas, susah tidur, dan merasa rendah diri juga dapat disembuhkan.

Sementara itu, Dr. Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada Lembaga Psikiatri Moskow (The Moscow Psychiatric Institute), mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Dalam proses pengobatannya itu, ia menterapi pasien sakit jiwa dengan menggunakan terapi puasa selama 30 hari (seperti puasa umat Islam/selama bulan Ramadhan).

Nicolayev mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok yang sama besar, baik usia maupun berat-ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sementara kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi diikuti perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis.

Dari eksperimen itu, diperoleh hasil yang sangat baik. Yaitu banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik ternyata bisa disebuhkan dengan puasa. Selain itu, kemungkinan pasien untuk tidak kambuh kembali setelah 6 tahun kemudian, ternyata sangat tinggi. Lebih dari separuh pasien tetap sehat (Cott, 1977: 74-75).

Kedua, Puasa Mempengaruhi Tingkat Kecerdasan Seseorang.

Hal ini dikaitkan dengan prestasi belajarnya. Ternyata orang yang rajin berpuasa dalam tugas-tugas kolektif, memperoleh sekor yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berpuasa.

Selain itu, melalui ritual puasa juga memberi pengaruh yang besar bagi penderita gangguan kejiwaan, seperti insomnia, yaitu gangguang mental yang berhubungan dengan tidur. Serta ritual puasa dapat meningkatkan rasa percaya diri sendiri yang lebih besar, konsep diri yang optimis, yang merupakan indikasi adanya mental sehat dan tidak rapuh menghadapi tantangan hidup yang semakin besar (Ancok dan Suroso, 1994: 58-59).

Spiritualitas Puasa Sebagai Terapi Gejala Psikologis

Dari hasil riset peneliti Barat tentu hal tersebut hanya sebagaian dari rahasia dan hikmah yang ada dalam ritual puasa. Tentu masih banyak rahasia dan hikmah puasa yang harus terus dikaji dan digali.

Supaya ritual puasa bukan hanya rutinitas setiap tahunnya, atau sekadar menggugurkan kewajiban fardhu ‘ain kepada Allah. Bagi umat Islam, ritual puasa Ramadhan merupakan kewajiban pribadi setiap diri umat Islam (yang beriman). Inilah yang harus dipahami, bahwa ritual puasa merupakan spirit rohani, yakni panggilan iman kepada Allah Swt.

Baca Juga  Keajaiban-Keajaiban dalam Tasawuf

Ritual selama satu bulan merupakan tarbiyah (pendidikan) jasadi dan rohani bagi setiap umat Islam. Satu bulan berpuasa diharapkan memberi efek fisik, psikis, dan biologis kepada sang hamba Tuhan untuk bisa mentransformasikan nilai-nilai spiritualitas puasa dalam kehidupannya selama sebelas bulan pasca Ramadhan.

***

Untuk bisa mentranformasi nilai-nilai spiritualitas dari ritual puasa pada sebelas bulan pasca Ramadhan, maka harus dipahami, apa-apa saja spiritualitas puasa yang berguna sebagai terapi gejala psikologis dari efek berpuasa secara fisik dan psikis.

Adapun spiritualitas puasa sebagai terapi gejala psikologis adalah:

Pertama, Ritual Puasa Merupakan Panggilan Rohani (Iman)

“Wahai segala mereka yang telah beriman, telah diwajibkan atas kamu puasa, sebagaimana telah diwajibkan atas segala mereka yang sebelum kamu, buat menyiapkan kamu untuk bertakwa.” (QS. Al-Baqarah; 183)

Kedua, Ritual Puasa adalah Latihan Rohani dan Jasadi Selama Satu Bulan

“Jika malam pertama bulan Ramadhan sudah tiba, maka setan-setan dan jin nakal dibelenggu, pintu neraka jahanan ditutup, tidak ada satu pun yang terbuka, pintu-pintu surga di buka, tidak ada satu pun yang tertutup. Kemudian ada malaikat yang menyeru, ‘Wahai para pencari kebaikan, menghadaplah (kepada Allah dengan memperbanyak ketaatan)! Wahai para pelaku keburukan, berhentilah! Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla memiliki banyak hamba yang dibebaskan dari sikasa api neraka. Itu terjadi setiap malam (bulan Ramadhan).” HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, Spirit Rohani dari Ritual Puasa adalah Pengampunan Dosa yang Telah Lalu

“Barangsiapa puasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya serta memelihara diri dari segala yang baik dipelihara dari padanya, niscaya puasanya akan menutupi dosanya yang telah lalu.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).

Keempat, Ritual Puasa Merupakan Pendidikan Rohani Langsung dari Allah Swt

“Semua amal anak Adam itu untuknya. Kecuali puasa, maka itu bagi-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (Hadits Qudsi).

Kelima, Ritual Puasa Harus atas Kuatnya Dorongan Iman dan dengan Perhitungan yang Cermat

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya yang lalu.” (HR. Muslim).

Keenam, Ritual Puasa Menjauhkan Sifat Rakus Terhadap Makanan dan Minuman

“Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan apabila kami makan, sekali-kali tidak memadatkan perut.” (HR. Muslim).

Ketujuh, Mengatur Ritme Makanan, Air, dan Angin Dalam Perut

“Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap nasi untuk meneguhkan tulang sulbinya, jika memang sangat perlu dibanyakkan (hendaklah maidah/tempat makanan itu dibagi), sepertiganya untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk nafas.” (HR. At-Tirmidzi).

Baca Juga  Cara Membayar Hutang Puasa Orang Tua

Kedelapan, Sederhana dalam Makan dan Minum

“Makanlah kamu dan minumlah kamu, janganlah kamu berlebih-lebihan, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raf {7}: 31).

Kesembilan, Memahami Bahwa Perut Sumber Penyakit dan Obat Penawarnya adalah Puasa

“Perut itu pangkal penyakit dan pantang itu pangkal penawar (obat).” (Pepatah Arab).

Kesepuluh, Esensi Puasa adalah Menahan Hasrat Fisik dan Hajat Psikologis

“Barangsiapa tergerak di siang hari untuk mengurusi dan mengatur makanan berbuka, ditulis satu kesalahan baginya, karena yang demikian itu tanda kurang percayanya kepada Allah dan kurang keyakinan kepada rezeki yang telah dijanjikan-Nya.” (Ungkapan ahli Tasawuf).

Kesebelas, Substansi Puasa adalah Menahan Lido Biologis (Rafats) dan Ucapan yang Tidak Berguna (Jahil)

“Puasa itu perisai, maka apbila seseorang kamu lagi berpuasa, janganlah membuat rafats, janganlah berlaku jahil. Dan jika ada seseorang memakinya atau hendak membunuhnya, hendaklah ia berkata, ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa,’ (dikatakan dua kali). Demi Tuhan yang diriku dalam tangan-Nya, benar-benar bau busuk mulut orang yang berpuasa, lebih disukai Allah daripada bau kasturi karena meninggalkan makan-minum dan syahwatnya karena-Ku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Dan sesuatu kebaikan dibalas sepuluh gandanya.” (HR. Bukhari).

Keduabelas, Ritual Puasa Sebagai Terapi Jiwa Secara Rohani

“Hai anakku, apabila perutmu telah penuh sesak dengan makanan, tidurlah pikiranmu, kelulah hikmah dan berhentilah segala anggotamu dari beribadah kepada Allah dan hilanglah kebersihan hati (jiwa) dan kehalusan pengertian, yang dengan keduanyalah diperoleh nikmat bermunajat dan berbekasnya zikir pada jiwa.” (Pesan Lukmanulhakim pada anaknya).

Ketigabelas, Efek Puasa Menambah Kecerdasan Intelektual, Menata Kecerdasan Emosional, dan Mempertajam Kecerdasan Kalbu (Spiritual)

“Barangsiapa lapar perutnya, besarlah pikirannya dan cerdiklah jiwanya.” (hadis).

Dari tigabelas nilai-nilai spiritualitas puasa sebagai terapi gejala psikologis, apabila dilakukan dengan keterpanggilan iman penuh kebahagiaan dan perhitungan, tentu ibadah puasa selama satu bulan tidak sia-sia.

Memori harus difokuskan dalam sikap tajalli ilallah, kalbu mesti diinstal ulang supaya chips-nya bisa terhubung dengan buhul tali Ilahi. Sebelum Ramadhan dan selama Ramadhan, sang hamba senantiasa memprogram kembali segala bentuk eksistensi “virus” dan segala bentuk gangguan psikologis yang menghalangi keterhubungan kalbu pada Ilahi secara vertikal dan segala bentuk yang melemahkan sinyal horizontalnya dengan kemanusiaannya.

Editor: Yahya FR

Avatar
62 posts

About author
Alumnus Program Pascasarjana (PPs) IAIN Kerinci Program Studi Pendidikan Agama Islam dengan Kosentrasi Studi Pendidikan Karakter. Pendiri Lembaga Pengkajian Islam dan Kebudayaan (LAPIK Center). Aktif sebagai penulis, aktivis kemanusiaan, dan kerukunan antar umat beragama di akar rumput di bawah kaki Gunung Kerinci-Jambi. Pernah mengikuti pelatihan di Lembaga Pendidikan Wartawan Islam “Ummul Quro” Semarang.
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds