QS. Al-‘Alaq: 1-5 memberi kita pengertian bahwa pilar peradaban Islam dibentuk oleh tiga gerakan: baca-tulis, spiritual dan amal shaleh. Setelah mendapatkan pengertian seperti di atas, penting mengetahui bagaimana Alquran menjelaskan tentang strategi perubahan sosial untuk mencapai pemancangan tiga pilar peradaban Islam tersebut.
Tak kalah pentingnya adalah membaca dengan teliti apa tujuan utama dan akhir (ghayah) dari strategi perubahan sosial yang dicanangkan Alquran dalam mewujudkan pilar peradaban Islam di tengah publik tersebut. Berikut beberapa hal penting dari pemaparan Alquran yang disarikan dari pemahaman terhadap QS. Al-‘Alaq: 1-5; Al-Ra’du: 11 dan Al-Anfal: 53; Al-Rahman: 33; Al-Mujadilah: 11; Al-Fatihah dan Al-Muzzammil.
Perubahan Mindset dan Jalan Ilmu
Keyakinan penting sebagai premis utama strategi perubahan sosial dalam Alquran adalah perubahan mindset. Individu atau kumpulan individu yang ingin melakukan perubahan sosial, perlu perubahan terhadap pola dan cara berpikirnya. Premis Alquran Surat Al-Ra’du: 11 dan Surat Al-Anfal: 53 menegaskan bahwa seseorang secara sendiri ataupun berkelompok tidak akan diubah mindsetnya oleh Allah, sampai mereka mengubah sendiri dengan cara mengikuti mindset (kebenaran cahaya) yang dipilihkan Allah untuk mereka.
Menariknya, Al-Ra’du: 11, dinyatakan dengan huruf penegasan “inna”, kemudian diikuti huruf “la nafi” bersama “kata kerja mudlari’“. Sedangkan Al-Anfal: 53 menggunakan ushlub dengan huruf penegasan “inna” ditambah “huruf jazm lam” bersama kata kerja kana dalam bentuk mudlari’ diikuti isim fa’il. Menurut kaidah tafsir, huruf inna menunjukkan penegasan atas sesuatu yang secara rasional dan empiris telah jelas hukumnya. Adapun fi’il mudlari’ menandaskan tentang kejadian yang berlangsung terus-menerus; dan fi’il kana dalam bentuk mudlari’ ditambah isim fa’il menegaskan tentang keberlangsungan yang terus-menerus bahwa isim fa’il yang disebutkan melakukan sendiri.
Dengan demikian, Al-Ra’du dan Al-Anfal di atas menegaskan suatu premis: “Kalau seorang individu baik sendiri atau berkelompok tidak melakukan perubahan mindset, perubahan sosial tidak akan pernah terjadi secara terus-menerus”. Jadi kata kunci perubahan sosial ada pada kemauan individu secara bersama-sama untuk melakukan perubahan mindset. Perubahan mindset itu adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dan ditunjukkan dengan mewujudkannya secara sungguh-sungguh.
Perubahan mindset bisa dilakukan dengan jalan membaca, menulis dan gerakan pencerahan lainnya. Pendeknya adalah jalan ilmu. Sebenarnya perubahan mindset dan jalan ilmu adalah dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang sudah melakukan perubahan mindset, dia telah bersiap diri di jalan ilmu. Sedangkan orang yang bergerak di jalan ilmu, telah dan akan terus memperbaharui mindsetnya.
Inilah yang diurai oleh Al-‘Alaq: 1-5; Al-Mujadilah: 11 dan Al-Rahman: 33. Secara spesifik, proses membaca dan menulis diikuti gerakan pencerahan sebagaimana dikandung oleh Al-‘Alaq adalan jalan ilmu yang dapat mengantarkan kepada perubahan mindset.
Menariknya, membaca harus diikuti menulis, dengan alat qalam (pena) yang disebutkan dalam bentuk makrifah (al-qalam). Jadi, tidak sekedar alat tulis. Melainkan alat tulis yang ketika dipergunakan untuk menulis benar-benar menggerakkan dan menginspirasi pembaca berikutnya.
Sebagaimana ayat lanjutannya menjelaskan, seolah dengan pena itu, orang yang sudah melakukan perubahan mindset dan fokus di jalan ilmu, akan menggerakkan dan menginspirasi pencerahan terhadap pembacanya, seolah seperti “Allah mengajarkan insan apa yang tidak diketahuinya”.
Orang tersebut di atas adalah orang yang dikaruniai nikmat memiliki sulthan (ilmu pengetahuan) dan karena itu akan dapat menembus langit dan bumi. Sebagaimana penjelasan Al-Rahman: 33. Orang ini karena pengetahuannya, seperti ditegaskan Al-Mujadilah: 11, diangkat derajatnya oleh Allah, dan sikapnya selalu dilandasi lapang dada dan wawasan yang luas (tafassuh fil majalis dan nusyzun). Dengan kata lain, orang sebagaimana dijelaskan oleh Al-‘Alaq, Al-Rahman dan Al-Mujadilah inilah tipologi individu yang dapat melakukan perubahan sosial.
Dari Gerakan Individu ke Gerakan Sosial
Individu dengan tipologi di atas untuk mewujudkan perubahan sosial harus bergerak dari fakta individual ke fakta sosial. Dari gerakan individu ke gerakan sosial. Untuk pembahasan ini, kita akan belajar dari Al-Fatihah dan Al-Muzzammil.
Al-Fatihah dan Al-Muzzammil dalam konteks perubahan dari gerakan individu ke gerakan sosial memberikan panduan umum bahwa dalam mencanangkan perubahan sosial seseorang diharapkan tidaklah pernah berharap apa-apa dari yang dilakukannya. Bergerak tanpa pamrih.
Ketika sudah mampu bergerak tanpa pamrih, dengan penataan hati yang kuat pada Allah, seorang individu akan benar-benar sanggup memperoleh amanah qaulan tsaqilan (Al-Muzzammil). Yakni mewujudkan perubahan mendasar yang akan mengarahkan kepada kemakmuran hebat seperti Hijaz (Makkah dan Madinah). Dengan kondisi Hijaz yang sangat tandus tanahnya dan keras hati penduduknya, sangat tidak mungkin Nabi Ibrahim dan Ismail As, dan Nabi Muhammad Saw dapat melakukan perubahan sosial di Hijaz, tanpa bantuan kekuatan spiritual dari Allah Swt.
Oleh karena itu, panduan Al-Fatihah dan Al-Muzzammil dalam kaitan dengan membangun strategi perubahan sosial adalah sebagai berikut: Pertama, satukan iman dan ilmu (Al-Fatihah: 1-3).
Kedua, kuatkan ibadah dan ikhtiyar (Al-Fatihah: 5). Ketiga, kembangkan hidayah dan perluas jejaring berbagi nikmat kemakmuran/barakah (Al-Fatihah: 6-7). Keempat, selamatkan diri dari fitnah gerakan dan kesesatan berpikir (Al-Fatihah: 7).
Untuk mampu melakukan ini secara gerakan sosial, seorang individu atau sekelompok individu harus melakukan pamaparan Al-Muzzammil sebagai panduannya, yaitu: Pertama, qiyamul layl (merenung dan mendekatkan diri secara spiritual kepada Yang Maha Melakukan Perubahan). Kedua, membaca Alquran (memperbaharui wawasan keilmuan dan pengalaman).
Ketiga, berdzikir terus-menerus (mengingat terus-menerus akan pertolongan Allah). Keempat, tawakkal dan sabar (konsisten dan persisten dalam membangun gerakan sosial untuk perubahan. Tidak mundur hingga dianugerahi kemenangan al-fath).
Terakhir, hijrah. Melakukan perubahan sosial bukan sekedar fisik dan karitatif. Tetapi, benar-benar lahir batin serta sistemik semua diri dan komunitas berhijrah untuk melakukan perubahan.
Ghayah Perubahan Sosial
Ghayah perubahan sosial terdapat pada akhir Surat Al-Muzzammil dan Al-‘Alaq. Yakni, mengabdi dengan ibadah sejati mendekatkan diri kepada Allah. Bersujud bersimpuh menyerahkan jiwa raga hanya untuk Allah. Seraya mohon ampun kepada Allah jika dalam proses melakukan perubahan sosial ada kesalahan niat dan cara yang tidak diperkenankan.
Perubahan sosial bukanlah untuk perubahan sosial itu sendiri. Tetapi, untuk semakin menggapai kualitas taqarrub dan sujud kita kepada Sang Penguasa alam semesta. Ayo melakukan perubahan dengan strategi ilahi ini. Wallahu a’lam.
Padepokan Donopukah, 27 Desember 2018
*) Sekretaris Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI) Sendangagung, Lamongan, Jawa Timur