Perspektif

Substansi Surat Al-Fatihah: Perspektif Metodologi Ilmiah

2 Mins read

Al-Quran merupakan contoh ideal dari sebuah karya ilmiah yang pernah ada. Al-Quran bukanlah kitab sembarangan, tetapi ia merupakan kitab yang begitu menakjubkan. Ketika makna yang tersurat dan tersirat ditelaah lebih dalam, maka akan timbul suatu ketakjuban baru bagi para perenungnya. Dari segi metode, pendekatan, teknik analisis, hipotesa, hingga substansi, Al-Quran memenuhi standar ilmiah yang sistematis, terstruktur dan objektif. Sebagai contoh, dapat dilihat dari surat Al-Fatihah, surat pembuka Al-Quran.

Manusia dalam menjalani sesuatu apalagi menjalani hidup tentu membutuhkan pedoman. Pedoman hidup manusia yang Allah karuniakan dari setiap masa ke masa itu berupa suhuf dan kitab suci yang disampaikan melalui para rasul-Nya. Suhuf dan kitab Allah berjumlah ratusan, dan yang wajib diimani hanya empat, yaitu kitab Al-Quran, Zabur, Taurat, dan Injil. Hal itu seperti penjelasan Syekh Nawawi al-Bantani dalam Qathrul Ghais.

Sang Pendahuluan, Surat Al-Fatihah

Surat Al-Fatihah bisa disebut sebagai pendahuluan atau latar belakang masalah; memiliki julukan sab’ul matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang); dan merupakan resensi dari seluruh ayat al-Quran. Surat ini diawali dengan asmaul husna (Allah, ar-Rahman, ar-Rahim, Rabb, dan Malik) yang merupakan legal-formal perkenalan dari sang khalik (pencipta) kepada sang makhluk (yang diciptakan).

Ayat berikutnya yang menjelaskan tugas pokok manusia yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban manusia selama hidup di dunia. Ia menggambarkan kesinambungan antara teologisme dengan antropologisme (hablum minallah wa hablum minannas), seperti ibadah dan bergaul dengan sesama.

Berkaitan dengan pergaulan ini, tampak bahwa etika manusia itu ada yang baik dan ada yang buruk. Manusia harus waspada akan dua keadaan tersebut, sehingga manusia perlu meminta Allah Swt untuk memberi petunjuk pada jalan yang lurus serta terhindar dari jalan yang dibenci dan dari jalan yang sesat. Tujuannya agar manusia dapat mengambil ibrah dan hikmah dari kisah pendahulunya. Sehingga, ayat ini menjelaskan hubungan sosial antar sesama manusia dan hubungan simbiosis manusia dengan alam semesta.

Baca Juga  Merajut Asa, Menyembuhkan Indonesia

Selain itu, ketujuh ayat dalam surat ini sangat bermutu, rapi dan mengena. Tiap bagian per bagiannya sangat detail dan universal. Contohnya, tiga ayat pertama menjelaskan tentang ketuhanan Allah Swt.

Kemudian ayat keempat sampai akhir menjelaskan terkait ilmu yang bersifat dlaruri (cukup dengan dalil tanpa pembuktian), seperti hari pembalasan atau akhirat, karena masuk ranah metafisika. Padanya juga terkandung ilmu yang bersifat nadzari (perlu pembuktian), seperti terkait eksistensi manusia baik berupa keberhasilan maupun kegagalan, karena termasuk ilmu yang dapat diamati dan dapat dibuktikan.

Selain itu, dua ayat terakhir dalam surat ini menjelaskan terkait sifat, sikap dan tingkah laku manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, yang notabene merupakan ladang mencari bekal untuk akhirat. Sifat manusia itu seperti terkadang menempuh jalan yang benar, terkadang melakukan kesalahan sehingga tersesat, dan terkadang berbuat semena-mena sehingga dirinya dibenci. Dengan kata lain, isi ayat ini mencakup setiap perjalanan hidup, permasalahan hidup dan permasalahan makhluk hidup.

***

Berdasarkan hal itu, maka isi surat al-Fatihah menjelaskan, menjawab dan memberi solusi terkait tiga masalah besar manusia yang tampak pada ranah teologis (ketuhanan), sains (pengetahuan) dan humaniora (kemanusiaan).

Sebab itu, pendahuluan atau pembukaan yang disampaikan al-Quran begitu komprehensif, holistik, integratif dan interkonektif dari masa lalu hingga masa depan yang notabene hal-hal tersebut akan dibahas secara lebih detail dalam ayat dan surat berikutnya. Sehingga manusia dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik, lebih terarah dan mampu menjadi khalifatullah fil ardli (pelestari bumi).

Kesimpulannya, surat al-Fatihah membahas tiga masalah pokok yang berkaitan dengan tugas dan eksistensi manusia yakni ketuhanan (teologi), pengetahuan (sains), dan kemanusiaan (humaniora). Dengan kata lain, rumusan masalah, tujuan, dan manfaatnya berobjek pada tuhan, ilmu, dan manusia.

Baca Juga  Perda Syariah: Problematis dan Diskriminatif
Editor: Shidqi Mukhtasor
Ujang Azwar
6 posts

About author
Pendidik di Pesantren Al-Atiqiyah Sukabumi
Articles
Related posts
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…
Perspektif

Kapan Seseorang Wajib Membayar Zakat Penghasilan?

2 Mins read
Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam yang tidak hanya berdimensi keimanan tapi juga berdimensi sosial. Secara individu, zakat merupakan wujud keyakinan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *