Review

Subul as-Salam, Kitab Karya Ulama Syiah yang Banyak Dikaji oleh Kalangan Sunni

3 Mins read

Subul as-Salam | Berbicara mengenai paham atau aliran Syiah tidak akan ada habisnya. Mulai dari perseteruan lamanya dengan aliran Sunni atau Ahlu Sunah wa al-Jama’ah, kontroversi seputar dogma dan pokok-pokok ajarannya, hingga dilabeli sesat oleh banyak kalangan.

Dalam situasi tersebut, tak jarang pula ada di antara beberapa pihak yang mencoba mencari titik kompromi antar dua golongan tersebut. Selain itu, pengkajian tentang paham Syiah dan serba-serbinya juga nampaknya tetap mengalami perkembangan yang signifikan.

Salah satunya yaitu tulisan-tulisan yang mengulas tentang Syiah –mulai dari siapa dia, bagaimana pandangan tokoh atau lembaga terhadapnya, hingga khazanah keilmuan yang dihasilkan oleh penganut paham tersebut.

Sebagai sebuah aliran yang turut memberikan warna dalam sejarah perkembangan Islam, Syiah tidak bisa dipandang sebelah mata. Semenjak kemunculannya pasca arbitrase antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Syiah bahkan masih eksis hingga kini.

Perannya sebagai salah satu aktor penting dalam panggung peradaban umat Islam sedikit banyak memberikan kontribusi hampir dalam segala aspek, tidak terkecuali ilmu pengetahuan. Warisan turats dari periode lampau nyatanya juga bertahan hingga saat ini, tidak hanya dalam bentuk literatur teks semata, bahkan hingga budaya sekalipun.

Subul as-Salam Syarah Bulugh al-Maram

Satu di antara peninggalan tersebut yang masih ada hingga kini ialah kitab-kitab klasik karangan para cendikiawan dan sarjana muslim masa lampau. Di antara para ulama tersebut, aliran Syiah juga turut hadir dan ambil bagian di dalamnya. Salah satu kitab yang di tulis oleh ulama berpaham Syiah ialah Subul as-Salam Syarah Bulugh al-Maram yang di karang oleh Imam Muhammad bin Ismail as-Shan’ani (w. 1182 H).

Kitab tersebut termasuk dalam kategori kitab hadis ahkam yang memuat hadis-hadis Rasulullah yang berkaitan dengan hukum Islam yang berorientasi kepada disiplin ilmu fikih di masa kini.

Baca Juga  Film 13 Bom di Jakarta: Fakta Aksi Terorisme Tak Selalu Bermotif Agama

Kitab ini digunakan di lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan perguruan tinggi di Indonesia. Meskipun kitab tersebut merupakan buah tangan dari ulama beraliran Syiah, tetapi kitab tersebut dipelajari tidak hanya oleh kalangan Syiah saja, bahkan selain Syiah sekalipun. Penulis sendiri mengkaji kitab tersebut saat menempuh studi di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta.

Mengenal as-Shan’ani

Nama lengkapnya ialah Muhammad bin Ismail bin Salah bin Muhammad bin Ali al-Amir al-Kahlani as-Shan’ani. Nama al-Kahlani dinisbatkan kepada kota kelahirannya di Kahlan, Yaman pada tahun 1099 H. Pengembaraan intelektual as-Shan’ani dimulai dari Khalan –kota kelahirannya hingga Shan’a bersama bapaknya di usia delapan tahun.

Tingkat keilmuannya melampaui usianya. Belajar bersama orang tua pada umur yang belia di antara syuyukh atau para tetua tidak membuatnya serta merta bertaklid dengan mengikuti ajaran gurunya tanpa mengetahui dalilnya.

Sebab, di waktu yang sama ia telah mempelajari cabang-cabang epistimologi dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunah yang sahih sehingga membuatnya terhindar dari taklid buta.

Proses pembelajarannya tersebut berhasil mengantarkannya ke Hijaz sebagai orang yang membacakan hadis dihadapan ulama Makkah dan Madinah –sebuah pencapaian yang luar biasa di masa tersebut.

Adapun di antara para gurunya ialah Zaid bin Muhammad bin al-Hasan bin al-Qasim bin Muhammad (w. 1123 H), Shalah bin al-Hasan al-Akhfasyi as-Shan’ani (w. 1142 H), Abdullah Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Illah bin Ahmad bin Ibrahim (w. 1147 H) dan sederet nama ulama besar di zamannya.

***

Sedangkan gurunya yang memiliki latar belakang sebagai ulama Haramaian yaitu Abdurrahman bin Abi Ghaits yang merupakan khatib di Masjid Nabawi, Muhammad bin Ahmad al-Asadi dan Salim bin Abdullah al-Basri.

Baca Juga  Haedar Nashir: Duka Cita untuk Jalaluddin Rakhmat

Di antara keistimewaan pribadi seorang Imam as-Shan’ani ialah penguasaannya dalam bidang ilmu, baik yang ma’qul maupun manqul. Terlebih dalam disiplin ilmu hadis yang menjadi bidang keahliannya.

Kepakarannya tersebut berhasil mengantarkannya menjadi Imam Mujtahid di Yaman dan menjadi salah satu rujukan utama. Selain itu, as-Shan’ani juga dikenal sebagai ulama yang berpegang kepada dalil ilmiah dan menolak taklid buta –demikian pula dengan fanatisme golongan dan jumud atau stagnasi berpikir.

Sementara itu, praktik pengkultusan terhadap seseorang yang terjadi di masa itu juga ditentang oleh as-Shan’ani. Ia melarang masyarakat untuk meminta-minta di kuburan ulama dan orang alim karena hal tersebut merupakan perbuatan musyrik.

Yang menarik ialah, beliau merupakan seorang ulama dari kalangan Syiah Zaidiyah –Syiah yang memiliki banyak kemiripan dengan ahlu Sunah. Syiah Zaidiyah memang berkembang dan banyak memiliki pengikut di wilayah Yaman Utara pada waktu itu. sebagai catatan, di antara banyak golongan Syiah, Zaidiyah merupakan golongan yang paling moderat dan cenderung rasional dalam doktrin ajarannnya.

Kitab Subul as-Salam

Subul as-Salam merupakan kitab syarah atau komentar dari kitab lainnya. Dalam hal ini, Subul as-Salam merupakan syarah dari kitab Bulugh al-Maram karya Ibnu Hajar al-Astqalani.

Selain itu, sebagaimana lazimnya kitab-kitab syuruh al-hadis, Subul as-Salam memiliki sistematika penyusunan yang teratur, seperti mengurangi adanya bahasan yang terulang di bab selanjutnya tanpa menhilangkan substansi pesan yang hendak disampaikan.

Sebagaimana Bulugh al-Maram, Subul as-Salam juga memuat tentang hadis-hadis hukum yang disaripatikan dari kitab hadis primer dan disusun berdasarkan urutan fiqhiyah –yang biasanya diawali dengan bab Thaharah atau bersuc.

Setelah menampilkan hadis, kemudian menjelaskan para rijal atau perawi secara singkat beserta komentar ulama terhadap rawi tersebut untuk kemudian menuju kepada kesimpulan akan kualitas hadis tersebut.

Baca Juga  1 Juni: Lahirnya Pancasila dan Cikal Bakal Proklamasi Kemerdekaan

Selanjutnya, penjelasan matan atau hadis Nabi secara harifah atau setiap penggalan kata. Sesudah itu, dalam menerangkan maksud hadis, as-Shan’ani juga mengutip pendapat para ahli baik Sahabat, Tabi’in dan Imam Mazhab. Di samping itu, as-Shan’ani juga melampirkan hadis-hadis pendukung lain untuk memperkuat kedudukan dan kesimpulan hukum yang digali dari hadis tersebut.

Metode penyusunan yang demikian membuat kitab Subul as-Salam banyak digemari di lingkungan pendidikan. Selain ringkas, pesan dari pembahasan hadis juga tidak mengalami reduksi, bahkan tak jarang imam as-Shan’ani juga memberikan komentar dan kesimpulan atas beberapa pendapat tentang suatu hadis.

Muhammad Ghossan Nazhif Dhiya'elhaq
1 posts

About author
Mahasiswa Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM)
Articles
Related posts
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…
Review

Sejauh Mana Gender dan Agama Mempengaruhi Konsiderasi Pemilih Muslim?

4 Mins read
Isu agama memang seksi untuk dipolitisir. Karena pada dasarnya fitrah manusia adalah makhluk beragama. Dalam realitas politik Indonesia, sebagian besar bangsa ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *