Review

Sukma Intelektualisme, Kelanjutan Gen Pemikiran IMM

3 Mins read

Alhamdulillah, rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah, nikmat Iman, dan Islam. Penulis dapat menyelesaikan sebuah karya sederhana ini yang berjudul; “Sukma Intelektualisme: Afirmasi, Refleksi, dan Aksentuasi Ide Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah”. Karya sederhana ini setidaknya dapat memberi wawasan segar IMM, utamanya pada peneguhan ideologi, gerakan, dan tentu berharap dapat menjadi referensi kajian lebih mendalam dan diterapkan dalam konteks keummatan dan kebangsaan.

Awal Kemunculan

Ikhtiar awal menulis buku ini sudah muncul sekitar awal tahun 2017 lalu, ketika penulis diamanahkan sebagai Anggota Bidang Hikmah (2016-2017) di Pimpinan Komisariat IMM FISIP UHAMKA Jakarta Selatan, yang saat ini juga sedang menempuh pendidikan tinggi di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) program studi S-1 Ilmu Komunikasi, konsentrasi Public Relations tahun angkatan 2015.

Buku ini ditulis oleh Bayujati Prakoso. Kemudian, buku ini dicetak dan diterbitkan pada Februari 2020 oleh Penerbit Lekkas, Bandung. Buku yang memiliki ketebalan 287 halaman ini, secara garis besar, ide dan pemikirannya berawal dari pemaknaan atas nilai-nilai Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan dari hasil kontemplasi, pengalaman, dan pengamatan penulis selama ber-IMM. Di dalam buku ini berisi kumpulan tulisan-tulisan yang penulis buat, lalu dipublikasikan di berbagai media. Selain itu, ada pula tulisan ide dan pemikiran yang dikhususkan untuk buku ini.

Membumikan Sukma Intelektualisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sukma didefinisikan sebagai jiwa; nyawa. Sedangkan, intelektualisme, dapat diartikan sebagai mengoptimalkan daya pikir melalui akal dalam rangka pencarian dan menjawab problematika berdasarkan ilmu (pengembaraan ilmu). Begitu pun kader IMM, yang disebut sebagai kawah candradimuka perkaderan. Candradimuka perkaderan, juga disebut dengan wadah intelektual.

Baca Juga  Membedah Majalah Sinar Islam (1934-1935), Menemukan Kembali Mutiara yang Hilang

Hal ini senada dengan pandangan penulis, bahwa intelektual itu adalah nyawa/jiwa yang harus tetap dijaga. Dengan begitu, nilai-nilai intelektual itu dapat termanifestasikan dengan tetap bijak sejak dalam pikiran, perilaku, dan tindakan. Kemudian, berpangkal pada moralitas-etis, supaya nyawa intelektualisme-intelektualisme IMM akan tetap hidup dan menghidupkan, serta nilai ‘anggun dalam moral, unggul dalam intelektual’ tidak sebatas jargon, atau narasi melangit, melainkan turun ke bumi untuk diaktualisasikan di tengah zaman yang kian kompleks.

Melalui peneguhan kembali jiwa intelektualisme, sekaligus mempertegas kembali tugas kecendekiawan berpribadi-nya, IMM—sebagai gerakan mahasiswa Islam yang memiliki profil kecendekawanan yang sesuai dengan nilai luhur ikatan (Ideologi IMM)—merupakan keharusan sebagai bentuk manifestasi tujuan keberadaan ikatan. Dengan cita-cita yang tertuang dalam tujuan ikatan, keberadaan IMM sebagai cendekiawan berpribadi itu adalah hasil dari konstruksi sosial dalam memberikan kebermanfaatan sebagai upaya mewujudkan visi keilahian (amar ma’ruf nahi munkar), bukan sebatas nama, gelar, atau simbol normatif.

***

Melalui definisi-definisi di atas, pada prinsipnya dapat disimpulkan sebagai aktivitas intelektual yang kemudian menjadi nyawa, jiwa. Jiwa intelektual menjadi keniscayaan. Begitu IMM, sebagai intelektual/cendekiawan berpribadi (dalam bait Mars IMM) itu hadir dengan mengaksentuasikan ide, melakukan kritik terhadap perjalanannya, lalu kemudian mereformulasikan dan mengafirmasi gerakannya dengan bijaksana. Mengenai intelektualisme, tidak lepas dari kata ‘intelektual’.

Di sisi lain, Sukma Intelektualisme merupakan kritik atas cermin pribadi intelektual/cendekiawan berpribadi (dalam bait Mars IMM) yang kini (diamati) semakin sunyi, bahkan cenderung redup. Sukma Intelektualisme bukan dimaknai pada narasi yang bersifat jangka pendek, utopis, gagah, eksklusif bagi individu, dan kelompok tertentu. Melainkan, nilai itu tetap hidup, milik umat, dan senantiasa menghidupkan siapapun (bermanfaat). Upayanya dengan selalu merawat, meneguhkan, dan meng-aksikan dalam praksis keorganisasian dan realitas dengan komitmen, konsisten, dan berkelanjutan.

Baca Juga  Kapitalisasi Media Massa pada Televisi Menuai Dampak Negatif

Berkaitan dengan ini, sukma intelektualisme dimaknai sebagai bentuk perenungan mendalam tentang peneguhan nilai Ikatan sekaligus melacak format alternatif intelektualisme Ikatan. Dalam hal ini, tidak lepas dari bagaimana struktur kognitif (pengembaraan intelektual) dan bidang pengalaman penulis semenjak menjadi aktivis Ikatan pada tahun 2016 silam, sampai sekarang. Jiwa ini—sukma intelektualisme seyogianya tersemat—dijaga agar tetap selalu bernyawa dan berorientasi pada transformasi; dengan membangun afirmasi positif (personal kader), refleksi gerakan, dan mengaksentuasikan ide secara konstruktif-solutif, sehingga sukma intelektualisme akan terus bernyawa dan membumi untuk semesta.

Dalam upaya perwujudan sukma intelektualisme, terdapat proses dialogis-partisipatoris. Proses ini menghendaki adanya i’tikad, motivasi, kesadaran, komitmen, konsisten, berkelanjutan. Berikut penulis uraikan kerangka sukma intelektualisme; diawali dengan afirmasi positif tentang keyakinan optimisme ber-IMM (optimisme personal kader untuk berdakwah), kemudian melakukan refleksi gerakan, yakni membaca realitas (situasi-kondisi), dan merefleksikan gerakan yang dibangun dan dihasilkan. Ketiga, proses dialektis; meng-aksentuasi-kan ide, narasi, pemikiran gerakan, dan menerapan konseptualisasi gerakan dari proses dialektik konsep. Setelah proses penerapan gerakan, kemudian kembali melakukan refleksi gerakan. Refleksi atas perjalanan gerakan tersebut (refleksi-autokritik).

Hal tersebut dilakukan, agar tugas cendekiawan berpribadi IMM tidak lekang oleh waktu, tergerus, atau bahkan tenggelam. Sukma intelektualisme bukan mem-vonis atau meng-klaim suatu gerakan yang absolut, dan meminggirkan nilai atau gerakan lainnya, melainkan sebuah bentuk alternatif narasi gagasan & pemikiran yang reflektif-radikal dan mencoba mengelaborasi dengan beragam perspektif keilmuan.

Kelanjutan Gen Pemikiran IMM

Sukma Intelektualisme merupakan narasi, yang dalam kajian epistemologi—istilah Makhrus & Aminuddin yakni membangun gen pemikiran Ikatan—dimulainya dengan afirmasi positif, kemudian refleksi, dan setelah itu, aksentuasi ide gerakan. Sekali lagi, narasi ini bukanlah sebuah destruksi atas narasi gerakan yang lain, atau memvonis gerakan lainnya, melainkan keberlanjutan atas pengembaraan intelektual dari wilayah ideologi yang bersifat tekstual-normatif menuju integratif-interkonektif yang transformatif. Hal ini ditandai dengan upaya kuat untuk menggali, memahami, memaknai, dan menimbang kandungan ideologi Ikatan. Implikasinya pada pembangunan perkaderan, kompetensi kader.

Baca Juga  Model Pedagogi Kritis Dahlanian

Spirit afirmasi positif, refleksi, dan aksentuasi ide gerakan merupakan satu kesatuan integral, dan saling berkorelasi satu sama lainnya. Hal tersebut, yang penulis baca antara teks-konteks dari pergumulan intelektual, organisasi, dan realitas. Oleh sebab itu, membumikan narasi Sukma Intelektualisme menjadi penting untuk menjadi referensi gerakan di IMM. Pada 14 Maret 2020 mendatang, usia nya (IMM) yang 56 tahun, IMM harus mengoptimalkan gerakannya; peningkatan kapasitas personal kader, dan memperkuat gerakan dakwahnya di masyarakat. Semoga menjadi refleksi bagi IMM, dan senantiasa menghidupkan intelektualisme IMM. Wallahu a’lam bishawab.

Editor: Yahya FR
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds