Perspektif

Surat Terbuka untuk Kita Semua: Delapan Kegelisahan tentang Virus Corona

2 Mins read

Saya tahu membuat surat ini tidak banyak dibaca dan didengarkan. Setidaknya sebagai bagian dari warganegara yang sangat khawatir dengan penyebaran virus ini di Indonesia, saya ingin menyerukan untuk mempertanyakan keseriusan setiap individu kita, baik sebagai individu masyarakat sipil, pemegang kebijakan, staf sebuah kantor, dan DPR, gubernur, pemerintah kota, dan juga presiden untuk menyikapi ini dengan serius.

Harus diakui, negara kita ini memiliki sistem birokrasi yang kuat tapi sangat lemah mengenai urusan dokumentasi dan pendataan. Di semua bidang, setiap urusan administrasi membutuhkan proses birokrasi yang rumit. Tapi, giliran persoalan pendataan dan juga dokumentasi sangat tidak peduli dan lemah.

Tipikal semacam ini berpengaruh secara kuat bagaimana kita mendeteksi dan menangani virus corona ini di tengah ragam kepentingan yang masih dikuasai oleh oligarki politik yang melulu bicara kepentingan dan keuntungan ekonomi. Melalui surat terbuka ini, ada beberapa hal penting yang ingin saya sampaikan:

  1. Bapak Anies Baswedan, kalau sebaran virus corona meluas di Jakarta, mengapa sekolah dan kantor tidak dipindahkan ke online? Memetakan persoalan virus itu bagus, tapi melakukan tindakan untuk mencegah penyebaran virus menjadi meluas jauh lebih penting. Ayo buktikan kalau anda tidak kuat diomongan tapi juga tindakan sekaligus kebijakan.
  2. Bapak Jokowi, sudah waktunya melakukan transparan terkait dengan sebaran virus ini. Meskipun awalnya akan menciptakan kepanikan, fase selanjutnya justru menciptakan kewaspadaan di masyarakat. Enggak usah malu belajar dengan negara lain demi kepentingan bangsa saat ini. Tidak seperti sekarang, yang melek informasi akan terus waspada, yang malas baca informasi jadinya justru cuek aja. Dengan kata lain, kita sudah melakukan kebersihan sesering mungkin tetiba ada orang di dekat kita yang engga peduli persoalan itu, yang justru bisa berdampak.
  3. Para anggota DPR, baik pusat maupun daerah, sekarang waktunya yang tepat untuk teriak dengan keras untuk meminta keseriusan pemerintah dalam menangani virus Corona. Memang, dengan berteriak semacam ini tidak mempengaruhi elektabilitas suara tuan dan puan, setidaknya, ini satu nilai kebajikan yang tuan dan puan bisa lakukan atas nama kemanusiaan.
  4. Para aktivis, intelektual, sarjana, ustadz, mahasiswa dan mahasiswi, yang baru pulang ke luar negeri untuk satu urusan, khususnya berkunjung di negara terdampak, mbok ya diam dulu di rumah selama 14 hari dengan alasan menjaga keamanan. Tindakan ini jauh lebih penting ketimbang narasi heroik yang kalian ceritakan di teman-teman dekat, kolega, ataupun keluarga mengenai pengalaman di luar negeri.
  5. Kepala sekolah, guru, dan staf sekolah waktunya bertindak cepat dengan mengganti aktivitas kegiatan sekolah di rumah dan belajar mengajar melalui online. Kalau mengharapkan tiga faktor yang saya sebutkan di atas justru bisa terlambat dan mempercepat wabah berkembang. Tindakan bisa jadi dinilai ceroboh. Namun, itu lebih baik ketimbang dampak buruk yang mungkin akan ditimbulkan.
  6. Pengusaha, baik skala kecil maupun besar, mohon jangan terlalu ngomong rugi saat ini hanya karena dagangan sepi. Ditutup sementara dan kemudian memindahkan sepenuhnya melalui online market itu jauh lebih aman dan bisa menyelamatkan banyak orang. Anggap saja tindakan ini bagian dari jihad dagang, di mana Allah sendiri yang akan membalas dengan melimpahkan rejeki sesudah virus ini berlalu.
  7. Netizen, baik yang disebut kadrun, cebong, kampret, ini waktunya bersatu menekan pemerintah untuk melakukan transparansi sebaran virus corona sekaligus keseriusan untuk mengantisipasi. Dalih memperkuat ekonomi atas nama terdampak virus corona sebenarnya menunjukkan bahwasanya pemerintah pusat ini lebih mementingkan perekonomian yang itu dikuasai oleh segilintir orang ketimbang seluruh rakyatnya.
  8. Orangtua yang memiliki anak-anak sudah waktunya kita benar-benar menjadikan rumah, baik rumah sendiri ataupun kontrakan untuk menjadikannya sebagai surga secara tekstual, untuk menciptakan rasa nyaman, membuat kita dan anak-anak untuk sementara waktu tidak bepergian keluar rumah. Menjaga jarak dari keramaian saat ini jauh lebih penting ketimbang harus memuaskan kesenangan hanya karena butuh hiburan.
Baca Juga  Mengatasi Krisis Lingkungan dengan Etika Profetik Kuntowijoyo
Avatar
83 posts

About author
Peneliti di Research Center of Society and Culture LIPI
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *