Tanya:
Ayat yang pertama turun ialah Iqra’ dan seterusnya, dan yang terakhir turun ialah Al-yauma akmaltu lakum dan seterusnya. Mengapa mushaf itu tidak tersusun sebagaiman urut-urutan turunnya? Yang kita baca sekarang Al-Quran itu dimulai dari surat Al-Fatihah dan akhirnya surat An-Nas. Mohon keterangan (Penanya: Angku Kuning).
Jawab:
Rasulullah telah menetapkan beberapa orang sahabat yang bertugas sebagai penulis beliau dalam urusan wahyu. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Mu’awiyah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Khalid bin Walid, Tsabit bin Qais. Semua diperintahkan oleh Rasul agar mencatat setiap wahyu yang turun. Sehingga seolah-olah catatan mereka telah dipandang sebagai mengumpulkan Al-Quran dalam dada mereka masing-masing.
Semua pekerjaan penulisan Al-Quran senantiasa di bawah pengawasan Nabi. Letak masing-masing ayat dan surat sudah diatur langsung oleh Rasulullah, sekalipun tempatnya masih berserakan di atas benda-benda yang ditulisi. Sehingga sedikit pun tidak ada keraguan di kalangan umat Islam bahwa penyusunan dan penempatan ayat-ayat dan surat-surat itu semuanya atas perintah Rasulullah SAW yang tentu saja dibimbing oleh wahyu atau petunjuk dari Jibril.
Tidak mungkin terbalik, terlupa, bertambah atau berkurang, dan sebagainya. Suatu contoh, pada suatu hari sahabat yang bernama Ubay bin Ash duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba beliau mengangkat matanya sambil membetulkan letak suatu ayat, beliau bersabda: “Jibril datang kepadaku dan menyuruh meletakkan ayat ini pada surat ini, yakni ayat “Sesungguhnya Allah memerintah berlaku adil dan berbuat ihsan dan memberikan hak kaum kerabat…” (Al-Itqan 1/104).
Dan banyak Hadits didapati keterangan bagaimana cara Rasulullah SAW mendekatkan wahyu kepada penulis wahyu dalam mencatat ayat-ayat Al-Quran. Terkadang Nabi membaca beberapa surat menurut tertib ayatnya, dalam shalat atau pada khutbah Jumat yang disaksikan oleh para sahabat. Dan tentu saja hal yang baru didengar itu dicatat oleh para sahabat, terutama para pencatat wahyu.
Ini menunjukkan bahwa urusan penyusunan ayat-ayat dalam surat dan susunan surat-surat dalam Al-Quran adalah wewenang Nabi, dan diinstruksikan kepada para pencatat untuk menyusunnya sebagaimana sekarang kita baca dalam mushaf. Keterangan seperti ini dapat dibaca antara lain pada kitab Al Itqan, kitab Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir tulisan Prof. Hasbi Ash-Shiddieqiy dan pada “Muqaddimah Al-Quran dan Tafsirnya” oleh Departemen Agama.
Sumber: Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 1.
Editor: Arif