Feature

Syahrini dan Tuah Raja Midas

3 Mins read

Oleh: Wahyudi Akmaliah*

Midas merupakan nama dari mitologi Yunani. Midas berarti emas. Apa yang disentuh oleh raja ini maka akan berubah menjadi emas. Selain dianggap sebagai sosok raja yang rakus, haus kekuasaan, ia juga memiliki kesenangan untuk menumpuk kekayaannya sendiri. Akibat dari kerakusannya itulah justru mencelakai dirinya sendiri, yaitu saat apa yang disentuhnya semua menjadi emas bahkan istrinya sendiri, yang membuatnya menjadi kesepian.

Terkait dengan apa yang disentuhnya menjadi emas, saya ingin memberikan amsal ini pada konteks yang berbeda, tentu saja dengan asumsi yang positif, yaitu Syahrini.

Pasca cerai dengan Krisdayanti, Syahrini-lah yang kemudian digadang-gadang akan menjadi pengganti untuk Anang Hermansyah. Apalagi, duet lagu mereka berdua, “Jangan Memilih Aku” sangat hits di publik Indonesia. Lagu duet ini yang melambungkan nama Syahrini ke dalam jagat musik Indonesia sekaligus tentu saja menjadi pasangan baru Anang Hermansyah. Namun, mereka berpisah.

Perpisahan ini bukan hanya karena hubungan profesional, melainkan juga hubungan personal. Di antara penyebabnya, gosip yang beredar, selain persoalan royalti di mana Syahrini meminta 75 persen (sebelumnya dibagi rata berdua) terlalu lebay-nya Sikap Syahrini, juga karena cinta-nya Anang yang ditolak. Di sisi lain, harus diakui, adanya perubahan sikap Anang yang tiba-tiba dingin juga menjadi alasan retaknya hubungan mereka berdua.

Selepas bersama Anang Hermansyah, karir Syahrini bukan malah meredup. Sebaliknya, ia terus bersinar dengan mengeluarkan single lagu “Kau Yang Memilih Aku”, di mana liriknya seakan memiliki konteks perpisahan mereka berdua sekaligus mengkritik Anang Hermansyah.

Kau yang telah memilih aku

Kau yang juga sakiti aku

Kau putar cerita sehingga aku yang salah

Kau selalu permainkan wanita

Kau ciptakan lagu tentang cinta

Hingga semua tahu kau makhluk sempurna

 

Baca Juga  Kampus Islam Bukan Ajang Indoktrinasi

Selain bernyanyi, Syahrini juga menampilkan sejumlah gimmick yang bisa menarik perhatian publik terkait dengan dirinya.  Melalui proses penciptaan gimmick semacam ini muncul istilah-istilah kata baru yang berasosiasi dengan dirinya. Misalnya, alis mata anti badai, julid, syantik-syantik, ulala cetar membahana badai halilintar, Oh, seperti ituhh?, alhamdulillah yah sesuatu, dan maju lagi cantik maju-mundur cantik.

Dalam ungkapan kata-kata terbaru Syahrini ini seringkali keluar karena respon dari para haters-nya juga yang mengkritik sejumlah pakaian sekaligus foto yang ditampilkan olehnya.

Di tengah menciptakan gimmick ini sebenarnya muncul pertanyaan, apa sebenarnya prestasi Syahrini dalam dunia selebriti Indonesia? Kalau dari segi suara tentu banyak yang lebih bagus dan memiliki kualitas dibandingkan dengan dirinya.

Dalam dunia seni peran, banyak juga artis yang memiliki kemampuan seni panggung di depan kamera seperti dirinya. Selain itu, kalau sekedar mengandalkan kecantikan sekaligus kekayaan, banyak juga artis yang lebih tajir dan cantik dari dirinya. Di sini, sikap lebay-nya sekaligus gimmick yang diciptakan terus-menerus ini yang menjadi daya tarik dirinya dan bisa menghebohkan jagat Indonesia, bukan hanya infoitanment, melainkan juga warganet.

Ia membangun selebrasi gimmick itu tidak setahun-dua tahun, tetapi bertahun-tahun dan melekat dalam aktivitas kesehariannya. Media sosial, khususnya instagram menjadi medium untuk melakukan selebrasi tersebut dengan menampilkan jalan-jalan dan vacansi keluar negeri. Tentu saja dengan menunjukkan sikap lebay dengan dandanan dan pakaian glamour.

Dengan daya tarik semacam ini, apa yang dilakukan oleh dirinya akan ditunggu oleh publik dan dalam momentum tertentu akan menjadi trendsetter. Pilihannya menikah dengan Reino, mantan kekasih Luna Maya, sebenarnya sesuatu yang biasa dalam jagat hubungan. Namun, karena itu adalah sosok Syahrini, maka menjadi heboh.

Baca Juga  Swafoto di Tengah Bencana, Pantaskah?

Ia baru-baru ini juga menjual mukena dengan harga 3,5 juta rupiah dan jilbab dengan dengan harga 300 ribu rupiah. Harga segitu untuk mukena terlalu mahal bagi kebanyakan orang Indonesia. Akibatnya, terjadi perbincangan, khususnya di media sosial.

Ada yang menertawai, mengejek, sekaligus geleng-geleng sambil merefleksikan diri sendiri yang seakan tidak mampu untuk membeli mukena seharga tersebut. Rasanya sayang sekali apabila memiliki uang hanya untuk membeli mukena tersebut.

Nyatanya, mukena itu justru laris-manis seperti kacang goreng. Baru saja dibuka untuk pemesanan sudah laku 5.000 biji. Memang, iming-iming dalam desain mukena ini ada titik pembedanya, seperti bahannya berkualitas tinggi dan sangat nyaman digunakan dari mukena kebanyakan. Juga adanya brand tag SYR yang berlapis emas 24 karat dan berhiaskan kristal swarowski.

Ya, kemewahan merupakan daya tarik sendiri, menjadi alasan mengapa kemudian orang membelinya. Namun, menurut saya tidak sekadar itu. Bukan mukenanya yang menjadi alasan orang membeli, tetapi karena faktor Syahrini ini orang ingin merasakan menjadi bagian dari sensasi glamor dan dunia Syahrini.

Dengan membeli mukena tersebut, selain secara kelas sosial memiliki irisan dan dianggap meningkat kelasnya, juga bagian dari rasa penasaran di tengah harga mukena yang biasanya dibanderol kurang dari 500 ribu rupiah.

Melihat kesuksesan Syahrini ini tersebut dan apapun yang diucapkannya menjadi pembicaraan di media sosial, saya membayangkan dirinya seperti Raja Midas. Apapun yang disentuhnya akan menjadi emas. Tidak terkecuali persoalan mukena. Bahkan, Reino saja tiba-tiba langsung berpaling, kok, kepadanya.

Karena itu, jika ada banyak orang membicarakannya justru itu bagian dari strategi marketing dirinya. Namun, jika kita kemudian menertawai karena saking mahalnya harga mukena tersebut, mengkritik, sekaligus marah, kita sebenarnya harus hati-hati. Ini karena, kita bisa masuk dalam perangkat marketing yang dibuat oleh Syahrini sendiri, “Anda jangan julid!”.

Baca Juga  Budaya Melayu (6): Komoditas Perdagangan dan Penyebaran Budaya Minangkabau

 

*) Peneliti LIPI

Avatar
83 posts

About author
Peneliti di Research Center of Society and Culture LIPI
Articles
Related posts
Feature

Kedekatan Maulana Muhammad Ali dengan Para Tokoh Indonesia

3 Mins read
Ketika kita melakukan penelusuran terhadap nama Maulana Muhammad Ali, terdapat dua kemungkinan yang muncul, yakni Maulana Muhammad Ali Ahmadiyah Lahore dan Maulana…
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *