Perspektif

Takwa: Tujuan Asasi Pendidikan

3 Mins read

Takwa | Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar yang di dalamnya tidak pernah lepas dari keterbatasan yang selalu melekat pada pendidik, peserta didik, interaksi pendidik, lingkungan, serta sarana pendidikan.

Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang diperluhkan oleh anak bangsa. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan dalam segala bidang.

Dengan demikian, maka, perlu mengetahui tujuan dari pendidikan itu sendiri. Apa sebenarnya tujuan dari pendidikan tersebut? Hal ini yang perlu dipahami oleh para pendidik sehingga nantinya akan menentukan ke arah mana anak didik akan dibawa.

Surah Ali Imran ayat 15 merupakan landasan dari tujuan pendidikan. Ayat yang ada di dalamnya mengidentifikasikan ketakwaan seseorang adalah tujuan akhir pendidikan. Karena, dalam ayat sebelumnya, diceritakan terdapat orang-orang yang menjadikan nikmat duniawi sebagai tujuan hidup, apa sebenarnya nikmat duniawi itu?

Nikmat Dunia

Nikmat dunia yang dimaksud ini adalah harta, tahta, dan wanita. Dengan demikian, maka Allah SWT menegurnya dengan memberikan jalan yang lebih baik. Yaitu dengan menjadi orang yang bertakwa.

Di mana, dijelaskan dalam surah Ali Imran ayat 15 yang artinya:“Katakanlah, ingin kuberitahukan kepada kamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu (perhiasan dunia)? Untuk orang-orang yang bertakwa, pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dianugerahi) pasangan-pasangan yang disucikan serta keridhaan yang sangat besar bersumber dari Allah. Allah maha melihat hamba-hamba.Nya” (QS.Ali Imran: 15)

Ayat sebagai perantara untuk memberitahu kepada umat manusia secara umum maupun Muslim secara khusus, bahwa terdapat suatu nikmat yang istimewa dan lebih besar bahkan kekal yang akan didapat jika mereka bertakwa.

Baca Juga  Mengenang Para Guru Muhammadiyah

Di sisi lain, Allah memang memperbolehkan umat manusia untuk menikmati aneka macam kesenangan di dunia dengan mencintai wanita, anak-anaknya, harta yang berlimpah.

Akan tetapi, dalam ayat selanjutnya, Allah ingin membandingkan berbagai nikmat tersebut dengan nikmat yang diperoleh. Jika mereka bertakwa kepada Allah, maka nikmat tersebut hasilnya jauh lebih nikmat daripada kenikmatan yang lain.

***

Terdapat kata ridhwan yang terdapat dalam ayat 15 di mana kata ini bebentuk nakirah yang mengandung makna kebesaran. Selanjutnya, kata tersebut menggunakan tanwin yang mengandung makna keagungan. Di mana, kata tersebut diambil dari kata ridha yang ditambah dengan huruf alif dan nun. Hal ini menunjukan kebesaran dan keagungannya.

Semua itu masih ditambah bahwa keridaan yang agung itu bersumber dari Allah sehingga dalam ayat ini terlihat adanya peningkatan nilai tambah dibandingkan syahwat-syahwat dunia yang terdapat dalam ayat sebelumnya.

Hal ini diperkuat oleh hadis-hadis Nabi SAW  yang diriwayatkan oleh Abu Dzar, ia berkata : Rasulullah berpesan kepadaku “ bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Dan ikutilah kejahatan itu dengan kebaikan niscaya ia akan menghapusnya. Dan bergaulah terhadap sesama manusia dengan akhlak yang baik.” (HR.Tirmidzi No.2791).

Tidak hanya berpaku pada hadis tersebut, tetapi ada hadis lain yang menyinggung hal serupa. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah ditanya, “Ya Rasulullah siapa manusia yang paling mulia? Beliau menjawab, orang yang paling bertakwa.” (HR Bukhari).

Takwa

Takwa merupakan bagian dari suatu upaya memelihara diri dari hal-hal yang cerderung menjerumus kepada perbuatan yang tidak sepantasnya. Di mana, berbuat kebaikan secara nyata dalam kehidupan sosial kemanusiaan dengan memperhatikan dan mengedepankan moralitas. Ketakwaan seseorang tidak hanya dinilai dan diukur berdasarkan prilaku kesalehan pribadi, akan tetapi takwa lebih kepada kesalehan sosial.

Baca Juga  Empat Nilai Puasa Ramadhan yang Membawa Kita Pada Ketakwaan

Jika dilihat dalam hadis-hadis Nabi SAW, banyak terdapat anjuran bertakwa kepada Allah yang lebih menekankan kepada masalah-masalah sosial seperti perintah bergaul dengan orang lain, etika dalam bersosial, memberikan sedekah, memberi maaf, bersikap adil kepada siapapun dan lainnya.

Bagaimana Hubungan Takwa Dengan Pendidikan?

Tujuan pendidikan ditentukan oleh pandangan hidup orang yang mendesain pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran manusia terbaik menurut orang tertentu.

Mungkin saja, sesorang tidak mampu menuliskan dengan kata-kata tentang bagaimana manusia yang baik yang ia maksud. Sekalipun demikian, tetap saja ia menginginkan tujuan pendidikan haruslah mencetak manusia terbaik.

Hal ini dapat ditarik benang merah bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan manusia diciptakan. Jika ayat dalam surah Ali Imran dikaitkan dengan pendidikan, maka sepertinya pantas dijadikan rujukan sebagai tujuan akhir dari pendidikan.

Dapat dilihat dari berbagai golongan orang yang bertakwa diberikan hak yang istimewa dibanding mereka yang tidak menjadikan takwa sebagai tujuan akhir.

Ketakwaan dapat mengantarakan manusia sehingga mampu menjalankan fungsinya dalam membangun peradaban manusia. Dari sini, takwa dapat mendorong manusia untuk meperoleh ilmu sebagai modal dalam mengembangkan potensi dirinya dan bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik dan harmonis sesuai kadar kemampuannya.

Masyarakat awam patut berterima kasih kepada aparat pemerintah yang telah menyusun tujuan pendidikan nasional yang mencantumkan ‘ketakwaan’ sebagai salah satu tujuan asasi pendidikan. Sehingga, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia tidak sesuai dengan Islam. Hal ini sebagaimana terterah dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3.

Tujuan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehiduapn bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, sehat, mulia, cakap, kreatif, berilmu, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Baca Juga  Takwa, Bukan Soal Ibadah Ritual Semata

Ketakwaan sudah dijadikan ladasan pendidikan nasional di negara kita. Maka, tindak lanjut yang disarankan ialah merumuskan nilai-nilai takwa untuk menjadi pilar sistem pendidikan Indonesia dan memayungi setiap kebijakan pendidikan dan proses belajar mengajar.

Selanjutnya, akan dilakukan proses islamisasi pengetahuan karena saat ini pendidikan masih bersifat dikotomi seakan-akan nilai-nilai keislaman hanya terdapat di dalam pelajaran pendidikan agama Islam saja.

Dengan demikian, maka secara singkat, semua aktifitas kependidikan haruslah mengacu kepada pembentukan sikap dan prilaku bertakwa. Sudah barang tentu termasuk tugas para aktifis dakwah.

 “Apalah arti seseorang yang memperoleh seluruh dunia ini, tetapi hatinya kosong”

Editor: Yahya FR

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi UIN Satu Tulungagung-Program Studi Ilmu Hadis
Articles
Related posts
Perspektif

Bulan Puasa dan Gairah Kepedulian Sosial Kita

3 Mins read
Tidak terasa kita telah berada di bulan puasa, bulan yang menurut kepercayaan umat Islam adalah bulan penuh rahmat. Bulan yang memiliki banyak…
Perspektif

Hisab ma’a al-Jami’iyyin: Tanggung Jawab Akademisi Muslim Menurut Al-Faruqi

4 Mins read
Prof. Dr. Ismail Raji Al-Faruqi merupakan guru besar studi Islam di Temple University, Amerika Serikat. Beliau dikenal sebagai cendekiawan muslim dengan ide-idenya…
Perspektif

Rashdul Kiblat Global, Momentum Meluruskan Arah Kiblat

2 Mins read
Menghadap kiblat merupakan salah satu sarat sah salat. Tentu, hal ini berlaku dalam keadaan normal. Karena terdapat keadaan di mana menghadap kiblat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *