IBTimes.ID – Komunitas Srawung Jogja merupakan komunitas lintas agama yang bermula dari suatu acara Srawung Persaudaraan Sejati Orang Muda Lintas Agama di Semarang tahun 2018. Sempat vakum selama dua tahun karena pandemi Covid-19, komunitas ini akan melaksanakan regenerasi yang diawali dengan berbagai acara menarik. Dalam kesempatan memperingati hari lahir Pancasila, maka diadakan serangkaian acara untuk menemukan kembali concern bersama.
Acara ini adalah acara pembuka untuk rangkaian Srawung Orang Muda Lintas Agama 2022 di Kevikepan Yogyakarta Timur yang mengangkat tema Menanya Masa Depan Pancasila. Tema talkshow dipilih untuk mengajak masyarakat menyadari bahwa Pancasila milik seluruh rakyat Indonesia.
“Dengan kondisi Indonesia yang tidak baik-baik saja, tidak bisa kita berikan tanggungjawab tersebut kepada orang lain. Tanggungjawab ada di tangan kita semua. Sudah waktunya anak muda memiliki peran sebagai penjaga Pancasila,” ungkap Romo Dr. Martinus Joko Lelono, Pr atau akrab disapa Romo Joko.
Acara ini akan berlangsung dalam tiga rangkaian, yakni pertama talkshow memperingati hari Lahir Pancasila, kedua kemah lintas iman pada 5 – 7 Agustus 2022, dan ditutup acara puncak yang akan dilaksanakan pada 28 Oktober 2022 memperingati hari Sumpah Pemuda.
Bernedeta Bertina, selaku ketua panitia mengaku target peserta adalah seluruh masyarakat Indonesia, khususnya anak muda karena talkshow dilaksanakan live streaming YouTube.
“Harapannya anak muda mampu belajar dan memiliki rasa toleransi yang dipetik dari berbagai rangkaian acara,” ungkapnya.
Tema besar yang diangkat dalam Srawung Orang Muda Lintas Agama 2022 di Keuskupan Agung Semarang adalah Berani Bergaul, Berani Berperan. Dalam talkshow ini para pemuda diajak untuk memiliki peran dan berkontribusi.
“Masih adanya momok dan batasan antar umat beragama menjadi tantangan tersendiri untuk mengumpulkan anak muda lintas agama” ungkap Romo Joko.
Serangkaian acara ini didukung oleh Keuskupan Agung Semarang dalam konteks ini Kevikepan Yogyakarta Timur, Kementrian Agama Yogyakarta dalam hal ini Bimas Katolik. Dalam konteks gereja katolik, acara ini dilaksanakan oleh tiga lembaga, Komisi Hubungan antar Agama dan Kepercayaan (KomHAK) yang diketuai oleh Romo Joko, Komisi Kepemudaan (KomKep) diketuai Romo Yudo Widianto, dan Unit Pengembangan Pastoral dan Komunikasi (UPP).
Dalam talkshow tersebut, para narasumber menyatakan pandangannya tentang kondisi Indonesia. Pendeta Mike mengungkapkan bahwa benar jika Indonesia sedang tidak baik-baik saja, namun kita sedang berjuang untuk menjadi lebih baik. Berbeda pandangan, Bayhaqi perwakilan dari Mafindo Yogyakarta berpendapat bahwa masih cukup bersyukur karna Indonesia masih cukup baik-baik saja.
“Ketidakstabilan itu naik turun. Biasanya konflik terjadi karena ada prasangka yang disebabkan kita tidak saling mengenal karena doktrin atau batasan tertentu yang semula hanya riak kecil tapi ternyata menjadi riak yang besar dan memengaruhi sekitar. Meredam perbedaan-perbedaan yang ada, yang ternyata disikapi dengan cara yang tidak etis seperti memunculkan fitnah, sehingga perbedaan yang seharusnya dapat diterima menjadi terlihat menakutkan. Indonesia masih baik-baik saja, namun potensi dan ancaman menjadi tidak baik-baik saja bisa terjadi,” ungkap Bayhaqi.
Fatin selaku koordinator GusDurian Yogyakarta menyatakan bahwa berbagai intoleransi yang terjadi dapat terjadi disebabkan karena adanya sindrom mayoritarianisme. Sebuah perasaan yang muncul karena berada di kelompok mayoritas dan merasa berhak mengkontrol kelompok minoritas. Baik agama, suku, ras, atau golongan-golongan tertentu.
Talkshow ini berjalan menarik dengan hadirnya hiburan musik dari OMK Kevikepan Timur dan adanya short movie yang digarap dalam kurun waktu satu hari pengerjaan. Ide short movie terinspirasi dari banyaknya rasa insecure, minder, dan tidak mau berbaur dengan dunia luar yang dirasakan oleh pemuda.
“Kami gabungkan masalah tersebut dengan isu keagamaan yang ada di Indonesia,” ungkap Fransiscus Xaverius Jesua Deo selaku penulis naskah dan skenario.
“Saya merasa belum banyak berkontribusi, namun harus segera bertindak dan melakukan aksi nyata karena jika bukan kita siapa lagi. Selama mengajar, saya akan memperkenalkan nilai dari agama lain. Setelah selesai kelas saya akan tanya kepada mahasiswa, apakah akan berpindah ke agama setelah mengenal agama lain? Nyatanya tidak. Kita akan semakin menghargai apa yang kita yakini dan banyak belajar dari agama lain tersebut,” ungkap Pendeta Mike.
Fatin juga mengaku masih banyak PR yang harus ia kerjakan. Termasuk Gusdurian untuk mencapai tujuan dari Pancasila dengan berbagai program salah satunya Kelas Pemikiran Gus Dur dan program filantropi Gusdurian Peduli yang bekerjasama dengan banyak komunitas lain.
“Mengutip petuah dari Sayyidina Ali yang mengatakan bahwa yang bukan saudara kita dalam agama, adalah saudara kita dalam kemanusiaan. Apapun agama ataupun keyakinannya, sejatinya adalah saudara kita dalam kemanusiaan,” ungkap Fatin.
Mafindo juga akan terus menangkal hoaks dan berita palsu untuk meredam dan meminimalisir terjadinya fitnah yang dapat memicu perpecahan.
“Perbedaan adalah sesuatu yang harus kita syukuri sebagai sebuah anugerah, jangan sampai membuat kita terpecah belah. Harapannya Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya semboyan namun bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Bayhaqi.
Romo Joko berharap dengan terselenggaranya acara ini, anak muda menjadi sadar akan perannya ditengah keindonesiaan.
“Jika Pancasila sudah menyatukan kita, tentu itu adalah proses yang panjang, yang dimaknai oleh banyak orang di masa lalu. Tetapi Pancasila yang sama masih dipertanyakan untuk menjaga Indonesia kedepan. Pancasila bukan sesuatu yang mati, namun harus dimaknai secara pribadi,” ungkapnya.
Reporter: Fathul Laili