IBTimes.ID – Tepat hari Sabtu, empat hari sebelum habisnya bulan Dzulqa’dah tahun 10 hijriyah, Rasulullah Saw dan umat Islam berkumpul di Madinah untuk melaksanakan ibadah haji. Peristiwa haji itu dikenal sampai sekarang dengan istilah haji wada’.
Secara bahasa, kata Wada’ berarti perpisahan, sebab disebutkan tidak berselang lama setelah itu Nabi Muhammad Saw wafat.
Peristiwa haji wada’ mengandung momen bahagia dan duka. Kebahagiaan itu terlihat dari banyaknya masyarakat Arab yang memeluk Islam/muallaf sebagai puncak prestasi dakwah Rasulullah Saw. Sedangkan momen dukanya ditandai dengan usia Nabi Saw yang sudah tidak lama lagi.
Tangis Umar bin Khattab
Saat pidato haji wada’ di tengah lautan umat Islam Nabi Muhammad Saw menyampaikan pidato yang sangat mengharukan dengan isi dan pesan yang mendalam. Namun kala itu, tak banyak dari kalangan sahabat dan umat Muslim yang menangkap isi dan pesan yang tersirat dalam pidato Rasulullah.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat dan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2023, Abdul Muiz Ali mengatakan, sahabat Umar bin Khattab adalah termasuk di antara sahabat Nabi yang menangkap isi dan pesan pidato Rasulullah Saw yang kemudian banyak diceritakan oleh para ahli sejarah tentang kesedihannya.
Kesedihan Sayyidina Umar sudah terasa sejak awal ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membacakan firman Allah pada saat melaksanakan haji wada’:
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
“..Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3).
“Sayyidina Umar saat itu menangkap isyarat, bahwa ayat yang dibacakan oleh Nabi tak ubahnya pesan terakhir, sekaligus ucapan perpisahan dari Nabi kepada Sayyidina Umar, keluarga, dan kepada para sahabat yang lain,” Kata Ali di Makkah pada (13/7/23).
Uraian air mata para sahabat Nabi saat itu tak bisa terbendung ketika Rasulullah menyampaikan kalimat:
لعلِّي لا أراكم بعدَ عامي هذا
“Barangkali aku tidak akan melihat kalian lagi setelah tahun (haji) ini”.
Kejadian tersebut, jelas Ali, sebagaimana diceritakan dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari terjadi tepat pada hari Jumat, 9 Dzulhijjah, 10 hijriyah bersamaan ketika wukuf di Arafah. Haji Nabi saat itu merupakan haji yang pertama sekaligus yang terakhir. Maka, kemudian menjadi wada’ (pamitan: haji wada’) nabi kepada para sahabatnya.
Selain diistilahkan haji wada’, juga disebut haji Islam atau haji akbar. Terdapat banyak versi perihal jumlah sahabat yang ikut melaksanakan haji wada’. Ada yang menyebutnya 40 ribu sahabat, 90 ribu, 100 ribu, 114 ribu, dan ada juga yang mengatakan 144 ribu sahabat. Pada tahun yang sama, Rasulullah juga berpesan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ketika beliau hendak mengutus Mu’adz ke Yaman. Rasulullah berpesan kepada Mu’adz:
يا معاذ: إنك عسى أن لا تلقاني بعد عامي هذا، ولعلك أن تمر بمسجدي وقبري”
“Wahai Mu’adz sesungguhnya kamu tidak akan bertemuku kembali setelah tahun ini. Berharap suatu saat kamu akan hanya melewati masjidku dan kuburanku”. Mendengar ucapan Rasulullah, sahabat Mu’adz menangis karena ia punya firasat tidak lama lagi akan ditinggal wafat oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Ali menyebutkan, sebagaimana mengutip pendapat dari Syaikh Syafiyur Rahman al-Mubarakfury, pasca haji wada’, tepatnya empat bulan setelah haji wada’ Rasulullah tutup usia, yaitu pada pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal 11 H, di usianya yang ke-63 tahun lebih empat hari. ( Ar-Raḫiqul Makhtum, halaman 395).
Jika dihitung rentang waktu ibadah haji menjadi syariat resmi bagi Nabi Muhammad dengan tahun wafatnya terbilang cukup singkat. Tahun 9 hijriyah syariah haji diwajibkan kepada umat Islam, tahun 10 hijriyah Nabi melakukan perintah ibadah haji bersama para sahabat, dan tahun 11 hijriyah Nabi wafat meninggalkan umatnya.
(Soleh)