Teologi Kadaluarsa:- Seiring berkembangnya zaman, Islam harus mampu mengadaptasi perkembangan-perkembangan kehidupan yang senantiasa maju dan hadir di tengah-tengah masyarakat.
Melihat dalam konteks keindonesiaan, suatu lini yang paling mendesak untuk menghadirkan rekonstruksi pemikiran teologi adalah dalam ranah masalah-masalah kemanusiaan (antroposentris).
Di mana, masih ada orang-orang miskin dan kesusahan dalam hidup di negara ini, yang tentu sangat amat membutuhkan bantuan dan keadilan. Maka dalam lini inilah muncul urgensi rekonstruksi pemikiran teologi khususnya Islam di Indonesia.
Jika Teologi dipahami hanya seputar pembahasan-pembahasan Zat Tuhan dan segala yang melekat pada-Nya saja, maka konsekuensinya sebagaimana yang bisa kita lihat sekarang. Islam yang teologinya bersifat tradisionalis, terkesan tidak bisa dijangkau manusia dan tidak menghadirkan realitas-realitas sosial masyarakat dewasa ini.
Padahal, masalah-masalah teologi di masa kontemporer tanpa terkecuali di Indonesia adalah yang menyangkut masalah seputar wilayah kemanusiaan.
Mempertajam Sense of Humanity
Seperti halnya yang dijelaskan oleh Prof. Amin Abdullah bahwa: “Tantangan kalam atau teologi Islam kontemporer adalah isu-isu kemanusiaan universal, pluralisme keberagamaan, kemiskinan struktural, kerusakan lingkungan, dan sebagainya. Teologi dalam agama apapun yang hanya berbicara tentang Tuhan (teosentris) dan tidak mengkaitkan diskursusnya dengan persoalan-persoalan kemanusiaan universal (antroposentris), memiliki rumusan teologis yang lambat laun akan menjadi out of date”. (Abdullah, Dinamika Islam Kultural, 2020).
Maka dari itu, menurut hemat saya sudah sepatutnya para pemuka agama, sarjana muslim, dan seluruh umat Islam di Indonesia harus menggeser pemahamannya terkait dengan teologi Islam.
Sudah bukan saatnya lagi ranah pemikiran teologi masih menjadi perdebatan di ruang publik, karena masalah tersebut sudah selesai dibahas dan dijawab di masa-masa lampau.
Saat ini, pemikiran teologi Islam sudah harus diimplementasikan menjadi sebuah tindakan sehari-hari yang mewujud pada kepekaan dan empati sosial. Sehingga, dapat menciptakan kesalehan batin dan kesalehan sosial pada setiap umat Islam.
Dengan begitu, nantinya dapat mengatasi permasalahan-permasalahan sosial seputar kemiskinan, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Sehingga, bisa tercipta kehidupan yang damai, sejahtera, anti kekerasan, dan menebar kebaikan pada seluruh alam (rah}matan lil ‘a>lami>n).
Solusi atas Varian Teologi Islam Keras
Golongan-golongan Islam varian keras atau yang lebih sering dikenal sebagai Islam fundamentalis atau radikalis adalah golongan Islam yang memiliki paham kebenaran absolut dalam setiap pemahaman keagamaannya. Di mana, kebanyakan dari mereka adalah yang berpaham Khawarij.
Ciri khas dari golongan ini adalah pada tindakan mengkafir-kafirkan (takfiri) pada setiap muslim yang berbeda pandangan terhadap mereka. Lebih jauh lagi, mereka kemudian menginisiasi gerakan teror dan melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Utamanya pada non muslim atau golongan-golongan yang mereka tuduh sebagai kafir dan munafik.
Untuk mengatasi fenomena dan wabah patologi keagamaan tersebut, sebetulnya sudah diberikan solusi melalui kebijakan negara dengan menggandeng Kemenag dan seluruh elemen yang membantu mengkampanyekan pemahaman keberagamaan yang moderat. Yakni, sikap dan beragama secara proporsional, tidak berlebih-lebihan dan jauh dari aspek kekerasan.
Salah satu pandangan yang ditawarkan adalah sikap toleransi (tasamuh), yakni menghormati segala pandangan dan pilihan beragama dari setiap masyarakat di Indonesia. Sehingga dengan begitu, umat Islam akan senantiasa menghormati golongan-golongan yang berbeda dengannya.
Tindakan semacam itu akan menjadi obat dan perlawanan (counter attack) terhadap kelompok-kelompok Islam keras.
***
Tidak berhenti di sana, bahwa sesungguhnya munculnya pemahaman keras dalam beragama adalah akibat dari minimnya literasi dalam pendalaman ilmu-ilmu agama.
Maka dari itu, tindakan selanjutnya yang sangat penting dalam upaya melawan varian Islam garis keras adalah dengan selalu memperdalam ilmu agama kepada sumber-sumber otoritatif yang bisa diambil keilmuannya, yakni guru agama atau kiai yang memiliki rentetan sanad keilmuan yang jelas serta memiliki akhlak yang luhur (baik).
Dengan begitu, niscaya sedikit demi sedikit eksistensi golongan Islam garis keras akan mulai terkikis dan habis sebab tidak menemukan anggota yang bisa dicuci otaknya dan mau bergabung dengan kelompok mereka.
Karena umat Islam sudah sadar dan bisa beragama secara benar, yang bukan hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas tapi juga yang memperhatikan hak-hak kemanusiaan (HAM) secara universal.
Editor: Yahya FR
https://ibtimes.id/teologi-kadaluarsa/
Jika Teologi dipahami hanya seputar pembahasan-pembahasan Zat Tuhan dan segala yang melekat pada-Nya saja, maka konsekuensinya sebagaimana yang bisa kita lihat sekarang. Islam yang teologinya bersifat tradisionalis, terkesan tidak bisa dijangkau manusia dan tidak menghadirkan realitas-realitas sosial masyarakat dewasa ini.
>>
Dalam kehidupan berkemanusiaan, tidak akan lepas dari berketuhanan.
Ketika membahas zat-zat ketuhanan tidak bisa dijangkau manusia.
Ketika membahas zat-zat ketuhanan tidak menghadirkan realitas-realitas sosial masyarakat.
>> perlu diketahui, bahwa dalam kehidupan manusia beragama tidak lepas dari 3 keilmuan.
1) Tauhid
2) Fikih
3) Tasawuf
>>Tauhid, membahas tentang zat-zat ketuhanan, dan memang disana ranahnya. Tidak membahas kemasyrakatan.
>>Bila ingin menjangkau manusia, bila ingin menjangkau realitas-realitas sosial masyarakat, maka liriklah fikih dan tasawuf (yang tidak lepas dari ikatan tauhid. Karena hablum minannas tidak akan berguna tanpa hablum minalloh)
======
Mari kita lihat pembahasan tauhid.
Wujud, qidam, baqo, mukholafatul lilhawaditsi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qudrat, irodat, ilmu hayat, sama’, bashor, kalam, qodiron muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, bashiron, mutakaliman.
Alloh wujud, Alloh itu ada. Ada-nya Alloh itu qidam (terdahulu, tak diawali dengan tidak ada) dan Ada-nya Alloh itu baqo (langgeng, tak diakhiri dengan tidak ada).
Wujud ALLOH yang qidam dan baqo, mendorong kepada tiga sifat selanjutnya, yaitu:
• mukholafatul lilhawaditsi, (Alloh beda dengan makhluk)
• qiyamuhu binafsihi, (Alloh berdiri sendiri)
• wahdaniyat, (Alloh itu esa, tunggal)
Selanjutnya, fokus kepada wahdaniyat (Alloh itu esa, tunggal) mendorong kepada dua sifat selanjutnya, yaitu:
• Qudrot (mampu)
• Irodat (mau)
Dua sifat Qudrot dan Irodat ini harus ditopang oleh satu sifat selanjutnya, yaitu sifat:
• Ilmu (mengetahui)
Alloh mampu? Ya.
Mau membuktikan? Ya….
Dukung dong dengan ilmu (pengetahuan).
Buatlah air … beserta dinginnya; dan buatlah api beserta panasnya.
Bila yang terjadi adalah terbalik, api dingin dan air panas, maka bisa dikatakan tidak mengetahui dan tidak mampu.
Bahasan di lanjutkan,
Ilmu (Pengetahuan) yang menyokong dua sifat Qudrot dan Irodat, sifat-sifat tersebut sah apabila dibungkus dengan sifat selanjutnya yaitu:
• Hayat (hidup) –lawan dari mati (tak hidup)
Kemampuan, ke-mau-an, keber-pengetahuan, tanpa dibarengi dengan sifat hayat maka tidaklah akan terbukti ketiga sifat tersebut.
>>Bagaimana mau membuktikan kemampuan, toh ia mati.
>>bagaimana mampu mengetahui maunya, toh ia tidak hidup.
>>bagaimana mengetahui akan kemampuan atas mau-nya, toh ia mati, tidak hidup
Maka adanya maunya Alloh atas kemampuan menciptakan langit dan bumi yang DIA ketahui bagaimana sifat dan karakter masing-masing dari langit dan bumi membuktikan bahwa Alloh hidup.
Seseorang yang dikatakan hidup, bisa dikatakan demikian apabila ia mampu membuktikan 3 sifat selanjutnya, yaitu:
• Sama’ (mendengar)
• Bashor (melihat)
• Kalam (berbicara) dibuktikan dengan adanya Alquran dan kitab-kitab lain yang notabene diberikan kepada para nabi yang percaya akan kalamnya. Tidak serta merta ia mengatakan bahwa ketika mendengar suara tanpa terlihat, yang berbicara itu adalah iblis. Bloon orang tersebut bila menyandingkan suara tanpa terlihat kepada iblis yang ia sendiri memohon perlindungan kepada Alloh.
Ketujuh sifat ini (qudrot, irodah, ilmu, – hayat -, sama’ bashor, kalam) adalah sifat yang kemudian disandingkan kepada ciptaanNYA yang hidup seperti manusia, ya kita. Kita ini adalah implementasi ketuhanan, yang bukan tuhan. Toh tuhan itu:
Qodiron (yang mampu). Anda qodir? Bukan, anda itu qudrotulloh, hanya saja kita seakan hidup, karena Alloh Al-baari (yang membebaskan) dan kita adalah Bariyyah (yang diberikan kemampuan untuk berpisah dengan Alloh dalam ranah dhohir, tidak secara bathin).
Pun demikian sifat-sifat yang lain yang merupakan implementasi ketuhanan, seperti:
Muriidan, ‘Aaliman, Hayyan, Samii’an, Bashiiron, Mutakaliman. Semuanya itu adalah sifat ketuhanan.
Baiklah, sekarang kita bahas…..
Dimana ranah kemanusiaan?
Dimana ranah kemiskinan? Ketidak-adilan? Dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kemanusiaan universal (antroposentris) dan kemasyarakatan?.
Bahasan tersebut ada di fikih mu’amalah, dan fikih jinayah. Anda tidak membahas tentang fikih munakahah dan fikih ibadah tentang keberagaman (keberagamaan, buang a-nya satu. Kalau tidak, maka anda termasuk kita ini menjadi golongan kufur, tidak mau menerima Alloh.)
=========
Mari kita bahas sense of humanity
Dan solusi varian Islam Keras.
(tanpa kata “Teologi” – teologi itu bebas, anda mau berbuat apa? Alloh sudah siapkan, anda baik, surga, dan apabila anda kurang ajar, maka neraka.)
Sense of humanity… (Fikih mu’amalah)
Begini saja,
>> Manusia miskin,
Apabila anda peduli dan kaya maka berikanlah sebagian hartamu.
Apabila anda peduli namun tidak kaya, carilah orang kaya yang peduli atau bangkitkan kepeduliannya (simpatinya).
Ya begitu saja, tanpa perlu menjadi anda menjadi orang yang Islam Keras (silahkan tempatkan kata islam kerasnya sesuatu proporsi dan posisinya)
>>Varian Islam Keras…. (fikih jinayah)
Bagaimana kalau anda seorang hakim yang dihadapkan kepada mendakwa orang yang islam namun menyakiti orang lain? Peringati dia. Apabila membuat terror kepada non muslim, perhatikan apakah dzimmi atau harabi?
Kalau dzimmi, maka peringatkan si peneror; kalau harabi, apakah anda akan hokum ia si peneror? Entahlah, silahkan cari hukum jinayahnya.
Nah sekarang bagaimana dengan sense of humanity anda dan islam tidak kerasnya anda.
Bagaimana kalau anda bersikap lembut, dan jangan biarkan orang lain terlalu keras. Tapi memang kekerasan (proporsi kata dan posisinya lebih baik dengan kata…. Ketegasan) sekali-kali diperlukan. Namun ingat, camkan 3 hal berikut:
1) Jangan berburuk sangka kepada orang lain – berbaik sangkalah (husnu-dzon)
2) Sabar
3) Afuw (mudah memaafkan)
In syaAlloh, dengan tiga hal ini, teologi anda tetap terjaga, dimana hablum minalloh tidak merusak manusianya, dan
Hablum minannas tidak melanggar ketentuan Alloh-nya.
Demikian, mudah-mudahan difahami.
Wassalam.