Kalam

Teologi Kadaluarsa: Hanya Bahas Tuhan, Tak Sentuh Kemanusiaan

2 Mins read

Teologi Kadaluarsa:- Seiring berkembangnya zaman, Islam harus mampu mengadaptasi perkembangan-perkembangan kehidupan yang senantiasa maju dan hadir di tengah-tengah masyarakat.

Melihat dalam konteks keindonesiaan, suatu lini yang paling mendesak untuk menghadirkan rekonstruksi pemikiran teologi adalah dalam ranah masalah-masalah kemanusiaan (antroposentris).

Di mana, masih ada orang-orang miskin dan kesusahan dalam hidup di negara ini, yang tentu sangat amat membutuhkan bantuan dan keadilan. Maka dalam lini inilah muncul urgensi rekonstruksi pemikiran teologi khususnya Islam di Indonesia.

Jika Teologi dipahami hanya seputar pembahasan-pembahasan Zat Tuhan dan segala yang melekat pada-Nya saja, maka konsekuensinya sebagaimana yang bisa kita lihat sekarang. Islam yang teologinya bersifat tradisionalis, terkesan tidak bisa dijangkau manusia dan tidak menghadirkan realitas-realitas sosial masyarakat dewasa ini.

Padahal, masalah-masalah teologi di masa kontemporer tanpa terkecuali di Indonesia adalah yang menyangkut masalah seputar wilayah kemanusiaan.

Mempertajam Sense of Humanity

Seperti halnya yang dijelaskan oleh Prof. Amin Abdullah bahwa: “Tantangan kalam atau teologi Islam kontemporer adalah isu-isu kemanusiaan universal, pluralisme keberagamaan, kemiskinan struktural, kerusakan lingkungan, dan sebagainya. Teologi dalam agama apapun yang hanya berbicara tentang Tuhan (teosentris) dan tidak mengkaitkan diskursusnya dengan persoalan-persoalan kemanusiaan universal (antroposentris), memiliki rumusan teologis yang lambat laun akan menjadi out of date”. (Abdullah, Dinamika Islam Kultural,  2020).

Maka dari itu, menurut hemat saya sudah sepatutnya para pemuka agama, sarjana muslim, dan seluruh umat Islam di Indonesia harus menggeser pemahamannya terkait dengan teologi Islam.

Sudah bukan saatnya lagi ranah pemikiran teologi masih menjadi perdebatan di ruang publik, karena masalah tersebut sudah selesai dibahas dan dijawab di masa-masa lampau.

Baca Juga  Mengurai Kontroversi Khilafah (1): Khilafah Bukan Ukuran Iman

Saat ini, pemikiran teologi Islam sudah harus diimplementasikan menjadi sebuah tindakan sehari-hari yang mewujud pada kepekaan dan empati sosial. Sehingga, dapat menciptakan kesalehan batin dan kesalehan sosial pada setiap umat Islam.

Dengan begitu, nantinya dapat mengatasi permasalahan-permasalahan sosial seputar kemiskinan, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Sehingga, bisa tercipta kehidupan yang damai, sejahtera, anti kekerasan, dan menebar kebaikan pada seluruh alam (rah}matan lil ‘a>lami>n).

Solusi atas Varian Teologi Islam Keras

Golongan-golongan Islam varian keras atau yang lebih sering dikenal sebagai Islam fundamentalis atau radikalis adalah golongan Islam yang memiliki paham kebenaran absolut dalam setiap pemahaman keagamaannya. Di mana, kebanyakan dari mereka adalah yang berpaham Khawarij.

Ciri khas dari golongan ini adalah pada tindakan mengkafir-kafirkan (takfiri) pada setiap muslim yang berbeda pandangan terhadap mereka. Lebih jauh lagi, mereka kemudian menginisiasi gerakan teror dan melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Utamanya pada non muslim atau golongan-golongan yang mereka tuduh sebagai kafir dan munafik.

Untuk mengatasi fenomena dan wabah patologi keagamaan tersebut, sebetulnya sudah diberikan solusi melalui kebijakan negara dengan menggandeng Kemenag dan seluruh elemen yang membantu mengkampanyekan pemahaman keberagamaan yang moderat. Yakni, sikap dan beragama secara proporsional, tidak berlebih-lebihan dan jauh dari aspek kekerasan.

Salah satu pandangan yang ditawarkan adalah sikap toleransi (tasamuh), yakni menghormati segala pandangan dan pilihan beragama dari setiap masyarakat di Indonesia. Sehingga dengan begitu, umat Islam akan senantiasa menghormati golongan-golongan yang berbeda dengannya.

Tindakan semacam itu akan menjadi obat dan perlawanan (­counter attack) terhadap kelompok-kelompok Islam keras.

***

Tidak berhenti di sana, bahwa sesungguhnya munculnya pemahaman keras dalam beragama adalah akibat dari minimnya literasi dalam pendalaman ilmu-ilmu agama.

Baca Juga  Membumikan Teologi ala Hassan Hanafi

Maka dari itu, tindakan selanjutnya yang sangat penting dalam upaya melawan varian Islam garis keras adalah dengan selalu memperdalam ilmu agama kepada sumber-sumber otoritatif yang bisa diambil keilmuannya, yakni guru agama atau kiai yang memiliki rentetan sanad keilmuan yang jelas serta memiliki akhlak yang luhur (baik).

Dengan begitu, niscaya sedikit demi sedikit eksistensi golongan Islam garis keras akan mulai terkikis dan habis sebab tidak menemukan anggota yang bisa dicuci otaknya dan mau bergabung dengan kelompok mereka.

Karena umat Islam sudah sadar dan bisa beragama secara benar, yang bukan hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas tapi juga yang memperhatikan hak-hak kemanusiaan (HAM) secara universal.

Editor: Yahya FR

Yoga Irama
4 posts

About author
Mahasiswa Prodi Akidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Kalam

Inilah Tujuh Doktrin Pokok Teologi Asy’ariyah

3 Mins read
Teologi Asy’ariyah dalam sejarah kalam merupakan sintesis antara teologi rasional, dalam hal ini adalah Mu’tazilah serta teologi Puritan yaitu Mazhab Ahl- Hadits….
Kalam

Lima Doktrin Pokok Teologi Mu’tazilah

4 Mins read
Mu’tazilah sebagai salah satu teologi Islam memiliki lima doktrin pokok (Al-Ushul al-Khamsah) yaitu; at-Tauhid (Pengesaan Tuhan), al-Adl (Keadilan Tuhan), al-Wa’d wa al-Wa’id…
Kalam

Asal Usul Ahlussunnah Wal Jama'ah

2 Mins read
Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan pemahaman tentang aqidah yang berpedoman pada Sunnah Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Ahlussunnah Wal Jama’ah berasal dari tiga…

1 Comment

  • Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds