Falsafah

Teori Kognitif Sosial: Berpikirlah Sebelum Berbuat!

5 Mins read

Tentu kita sudah akrab dengan pernyataan bahwa konsekuensi dari setiap perbuatan yang kita lakukan dalam hidup akan kembali kepada diri kita sendiri. Kita yang akan merasakan akibat dari perbuatan yang kita lakukan.

Jika kita banyak melakukan kebaikan, kehidupan kita juga akan dipenuhi dengan kebahagiaan. Begitupun jika yang kita lakukan adalah keburukan, hidup kita akan jadi sengsara dan menderita.

Selain berdampak kepada diri sendiri, perbuatan kita juga memberikan pengaruh tersendiri terhadap orang lain. Pengaruh yang dimaksud di sini adalah orang lain kerap kali menjadikan perbuatan kita sebagai contoh atau teladan.

Mungkin saja selama ini kita tidak menyadari bahwa ternyata di sekitar kita sudah banyak orang yang jadi sadar dan berikhtiar untuk terus berbuat kebaikan lantaran mencontoh perbuatan baik yang sering kita lakukan.

Atau mungkin pula tidak sedikit orang yang ada di sekitar kita tiba-tiba jadi pelaku kejahatan karena meneladani perbuatan kriminal yang kerap kita tunjukkan.

Dan memang hal yang demikian sangat mungkin untuk terjadi. Bahwa seseorang sangat berpotensi untuk mencontoh perbuatan orang lain yang ia saksikan. Hal inilah yang juga disadari oleh orang tua kita di mana waktu kita masih berusia anak-anak, mereka akan melarang kita untuk berteman dengan anak yang nakal, yang tidak patuh kepada orang tuanya. Sebab orang tua kita khawatir jangan sampai kita juga ikut-ikutan menjadi anak yang nakal dan tidak patuh kepada orang tua.

Teori Kognitif Sosial Albert Bandura

Selain itu, terdapat pula salah satu teori yang bisa menjelaskan bahwa hal yang demikian memang benar adanya. Teori tersebut dikenal dengan nama teori kognitif sosial yang dicetuskan oleh Albert Bandura, seorang psikolog asal Kanada. Sebuah teori yang menjelaskan tentang adanya kemungkinan bagi seseorang untuk meniru perbuatan orang lain.

Menurut Bandura, seseorang bukan hanya belajar dari pengalaman langsung, tetapi juga dari peniruan atau peneladanan. Perilaku seseorang dibentuk oleh faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Dengan kata lain, perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh apa yang ia saksikan di sekitarnya.

Sedikit informasi mengenai Albert Bandura, ia merupakan seorang psikolog kelahiran Mundare, Kanada, pada tanggal 4 Desember 1925. Mundare, tempat di mana Bandura tumbuh merupakan sebuah kota yang sangat kecil di dataran utara Alberta Kanada. Kota yang pernah memiliki sekolah menengah umum di mana muridnya hanya ada sebanyak 20.

Baca Juga  Homo Hoaxinensis: Tenggelamnya Manusia dalam Dusta

Ayah Bandura berasal dari Polandia, sedangkan ibunya berasal dari Ukraina. Di lingkungan keluarganya,  ia merupakan satu-satunya anak laki-laki dengan memiliki lima kakak perempuan. Kelima kakak perempuannya itulah yang selalu mendorongnya untuk bisa hidup mandiri dan hanya bergantung kepada dirinya sendiri.

***

Berkat limpahan dukungan dari kelima kakak perempuannya itulah yang juga membuatnya berhasil menjadi seorang yang ahli di bidang psikologi. Awal kegemilangan karirnya bermula ketika ia berhasil meraih gelar sarjana mudanya di bidang psikologi dari University of British of Columbia pada tahun 1949.

Ia lalu melanjutkan studinya di Universitas Lowa dan meraih gelar Ph.D di Universitas tersebut pada tahun 1952. Hingga pada tahun 1953 ia dipercaya untuk mengajar di Universitas Stanford. Di Universitas ini pulalah karya-karyanya lahir.

Dan berkat reputasinya yang demikian tinggi di bidang psikologi membuat dirinya diangkat sebagai presiden Asosiasi Psikologi Amerika (APA) di tahun 1974. Tak heran jika kemudian murid-muridnya menjulukinya sebagai generalis modern, yang berarti seorang pria yang berpengetahuan luas di berbagai bidang ilmu.

Teori kognitif sosial yang dicetuskan Bandura tersebut sebenarnya adalah nama baru dari teori belajar sosial. Perubahan nama tersebut terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Selain itu, gagasan pokok yang termuat di dalam teorinya itu juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard terkait belajar meniru.

Tahapan Seseorang Meniru Orang Lain

Di dalam teorinya tersebut Bandura menyebutkan ada empat tahapan yang dilalui seseorang sehingga bisa meniru perbuatan orang lain. Dengan kata lain tidak selamanya seseorang juga akan serta-merta meneladani perbuatan orang lain yang ia saksikan tanpa melalui empat tahapan ini.

Menurut Bandura, permulaan seseorang meniru perbuatan orang lain adalah adanya perbuatan orang lain yang bisa ia saksikan secara kasat mata. Dan ketika perbuatan yang disaksikan tersebut ia amati dengan saksama, besar kemungkinan ia akan menjadikannya sebagai teladan.

Baca Juga  Jürgen Habermas: Tidak Ada Identitas yang Tak Tergoyahkan

Namun menurut Bandura, ternyata tidak semua perbuatan yang disaksikan bisa membuat seseorang untuk serta merta tertarik mengamatinya secara saksama. Perbuatan yang bagi Bandura paling mudah untuk seseorang amati secara saksama adalah yang kejadiannya berlangsung secara berulang-ulang dan menonjol.

Dengan demikian semakin suatu perbuatan sering terjadi dan disaksikan, semakin gampang pula bagi seseorang untuk mengamatinya dan meneladaninya. Dan ketika seseorang sudah mengamati perbuatan orang lain secara saksama, itu berarti ia sudah sampai pada tahap pertama, yaitu perhatian.

Selanjutnya, menurut Bandura, agar seseorang dapat meneladani perbuatan orang lain, perhatian saja tidaklah cukup. Perbuatan yang akan dijadikan seseorang sebagai teladan mesti ia simpan di dalam memorinya dan mampu ia ingat tatkala ia ingin meneladaninya.

Dan untuk mengingatnya, perbuatan itu harus ia simpan di dalam memorinya dalam bentuk imaginal dan verbal. Ia juga harus mampu membayangkan dirinya secara mental menirukan perbuatan tersebut. Ia memvisualisasikan dirinya melakukan perbuatan tersebut atau yang disebut oleh Bandura sebagai proses rehearsal. 

Proses rehearsal itulah yang memudahkannya untuk meniru perbuatan yang ia saksikan. Dan inilah tahapan yang disebut Bandura sebagai yang kedua, yakni pengingatan.

Dan ketika suatu perbuatan yang diamati oleh seseorang benar-benar ia lakukan secara nyata, benar-benar ia jadikan sebagai teladan, maka berarti ia sudah masuk dalam tahapan proses reproduksi motoris, sebagai tahapan yang ketiga.

***

Seseorang bisa meneladani perbuatan orang lain itu juga karena ditopang oleh peneguhan yang mana Bandura membaginya menjadi tiga bagian. Yang pertama, peneguhan eksternal, yakni ketika suatu tindakan seseorang didasarkan pada kondisi di sekitarnya. Karena tidak akan ada orang yang akan mencemoohnya atau demi mendapat apresiasi banyak orang membuatnya jadi berani untuk meneladani perbuatan tertentu.

Yang kedua, peneguhan gantian. Seperti yang kita tahu, salah satu alasan seseorang menirukan suatu perbuatan karena ia melihat orang lain melakukan hal yang serupa mendapat ganjaran berupa pujian misalnya, atas apa yang dilakukannya.

Sebagai contoh, seseorang yang ingin mengkampanyekan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun di sisi lain, ia melihat banyak pejabat yang memiliki posisi terhormat di mata masyarakat justru malah kerap kali melakukan kesalahan dalam berbahasa.

Baca Juga  Seni Mencintai ala Kahlil Gibran

Dan karena pastinya ia tidak ingin seperti para pejabat itu, maka dalam hal ini, ia butuh peneguhan gantian yang bisa mendorongnya untuk mengkampanyekan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ia butuh orang lain yang penggunaan bahasanya tidak berantakan untuk ia jadikan sebagai peneguhan.

Dan yang terakhir adalah peneguhan diri. Yakni tatkala peneladanan seseorang terhadap suatu perbuatan disebabkan karena adanya rasa puas dan rasa senang yang timbul dari dalam dirinya jika ia juga melakukannya.

Tiga peneguhan tersebut oleh Bandura dikategorikan sebagai tahapan yang keempat atau yang terakhir yang dilalui seseorang sehingga meniru perbuatan orang lain yang ia saksikan, yakni tahapan motivasional.

Teori Kognitif Sosial: Tak Seenaknya Mengerjakan Sesuatu yang Kita Ingin

Dari teori Kognitif Sosial Bandura tersebut, kita bisa belajar untuk tidak seenaknya lagi dalam berbuat. Meski tidak selamanya seseorang akan langsung meneladani perbuatan yang ia saksikan karena harus melalui empat tahapan terlebih dahulu seperti yang sudah disebutkan. Namun dengan menyadari akan adanya kemungkinan bagi seseorang untuk meniru perbuatan yang ia saksikan seharusnya sudah cukup untuk membuat kita lebih berhati-hati lagi dalam bersikap.

Teori Kognitif Sosial Bandura mengingatkan kita hendaknya setiap perbuatan yang kita lakukan sudah semestinya melalui proses pertimbangan yang matang. Apa manfaat dan mudharat bagi diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar seharusnya yang menjadi pertimbangan kita sebelum kita hendak melakukan suatu perbuatan.

Sebab, jangan sampai gara-gara kebiasaan kita yang berpikiran pendek, karena kita tidak terbiasa berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak membuat orang lain jadi celaka lantaran mengikuti perilaku tidak senonoh yang kita tunjukkan.

Jadi, mari bersama-sama untuk semakin gencar melakukan kebaikan dalam hidup, siapa tahu dengan kebaikan yang kita lakukan itu membuat banyak orang juga melakukan hal yang serupa. Karena sebaik-baiknya manusia adalah ia yang bermanfaat bagi sesamanya.

Editor: Rozy

Avatar
12 posts

About author
Pelajar
Articles
Related posts
Falsafah

Jacques Lacan: Identitas, Bahasa, dan Hasrat dalam Cinta

3 Mins read
Psikoanalisis merupakan suatu teori psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud pada abad ke-20. Teori ini berfokus untuk memahami dan menganalisis struktur psikis…
Falsafah

Melampaui Batas-batas Konvensional: Kisah Cinta Sartre dan Beauvoir

3 Mins read
Kisah cinta yang tak terlupakan seringkali terjalin di antara tokoh-tokoh yang menginspirasi. Begitu pula dengan kisah cinta yang menggugah antara dua titan…
Falsafah

Ashabiyah: Sistem Etika Politik ala Ibnu Khaldun

3 Mins read
Tema etika adalah salah satu topik filsafat Islam yang belum cukup dipelajari. Kajian etika saat ini hanya berfokus pada etika individu dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *