Masyarakat Kampung Kauman terbentuk oleh ikatan keagamaan, pertalian darah, dan jabatan kepegawaian sebagai abdi dalem. Namun menurut Ahmad Adaby Darban (2010), dari ketiga ikatan tersebut yang paling menonjol adalah ikatan agama Islam dan pertalian darah. Sampai saat ini, ciri khas masyarakat Kauman masih sangat kuat, terutama ikatan keagamaan dan pertalian darah.
Ikatan Agama Islam
Ikatan Agama Islam masyarakat Kauman memberikan ciri khusus kepada masyarakat ini sebagai masyarakat Islam. Corak Islam tampak di dalam kehidupan masyarakat Kauman, seperti dalam pergaulan sosial, kaidah moral, serta hukum. Masyarakat Islam pada mulanya terbentuk dengan berdirinya Masjid. Melihat masjid mempunyai banyak fungsi bagi masyarakat sekitarnya, maka pengaruh masjid di dalam suatu masyarakat menjadi penting artinya, terutama dalam membentuk tumbuhnya masyarakat Islam.
Masjid mempunyai peranan penting sebagai tempat ibadah, tempat pengadilan, pertemuan antara para jama’ah dan para ulama, pengajian, pelaksanaan ijab qabul, penyelesaian persengketaan, pembagian warisan, pengumpulan dan pembagian zakat, serta tempat untuk mengadakan peringatan hari besar Islam. Sering bertemunya masyarakat dalam shalat berjama’ah sehari lima kali memperlancar keakraban hubungan sosial di antara mereka.
Ciri khusus masyarakat Kauman sebagai masyarakat Islam masih dapat dilihat dan dibuktikan sampai sekarang. Walaupun ada juga perbedaan-perbedaan dalam pola kehidupan yang lain sebagai dampak dari modernisasi. Namun, semua itu tidak mengubah citra kehidupan masyarakat Kauman sebagai kampung yang Islami.
Pertalian Darah
Salah satu faktor yang membentuk masyarakat Kauman adalah pertalian darah di antara anggota-anggota masyarakatnya. Perkawinan antara keluarga para Ketib, Modin, Merbot, dan Barjama’ah serta keluarga Pengulu telah terjadi. Keluarga-keluarga itu berkembang menjadi penduduk yang mendiami kampung Kauman, sehingga antara penduduk satu dengan yang lainnya atau keluarga satu dengan lainnya mempunyai hubungan pertalian darah.
Ada semacam norma perkawinan keluarga yang tidak tertulis bagi masyarakat Kauman dalam perkawinan. Siapa yang melanggar norma ini mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Biasanya dia akan memilih untuk ke luar dari lingkungan masyarakat Kauman.
Ditinjau dari Pendekatan Antropologis, masyarakat Kauman adalah masyarakat endogami kampung. Yaitu, masyarakat yang penduduknya mengadakan perkawinan dengan orang dari kampung sendiri dan tidak mencari jodoh dari luar kampung tempatnya. Dengan endogami kampung tersebut, masyarakat Kauman menjadi masyarakat yang terjalin dalam hubungan pertalian darah.
Status Sosial di Kampung Kauman
Jabatan abdi dalem ikut menentukan ciri khusus masyarakat Kauman. Adanya kesatuan sosial dan tempat bagi para abdi dalem itu, membuka ikatan hidup setempat atau ikatan kehidupan sebagai awal mula terbentuknya kesatuan sosial. Kesatuan sosial tersebut adalah masyarakat Kauman, Yogyakarta. Hampir di semua masyarakat terdapat gejala bahwa orang yang terpandang atau mempunyai derajat tertentu akan condong untuk lebih banyak bergaul di antara mereka sendiri.
Pergaulan dengan frekuensi yang besar dalam satu lapisan sosial tertentu, biasanya akan mengembangkan dan mewujudkan cara dan gaya hidup tersendiri, berbeda dengan cara hidup lapisan sosial yang lain. Demikian halnya dengan masyarakat Kauman, masyarakat yang terdiri dari pada Abdi Dalem Pamethakan, yang mempunyai kedudukan penting dalam birokrasi Kerajaan Yogyakarta.
Mereka berhasil mengikat warganya lebih erat dalam pergaulan sehari-hari. Frekuensi pergaulan yang tinggi di masyarakat itu kemudian didukung oleh pergaulan dalam melaksanakan agama, misalnya, dengan shalat berjama’ah lima kali sehari dan upacara-upacara peringatan hari besar Islam, seperti Sekaten, Grebegan, dan sebagainya.
Masyarakat Kauman merasa lebih tinggi statusnya dibanding dengan masyarakat lainnya. Perasaan ini menumbuhkan pandangan yang bersifat Kauman-sentris, yaitu Kauman dianggap mempunyai kelebihan dari kampung-kampung lain. Ada perasaan kesatuan dalam komunitas yang mengagungkan kepribadian kelompok sendiri, bahkan terkadang disertai dengan timbulnya perasaan negatif terhadap komunitas lain, seperti merendahkan ciri-ciri kehidupan komunitas lain.
Demikian tiga identitas masyarakat Kauman sebagaimana hasil penelitian Ahmad Adaby Darban yang diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul, Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah (2010).
Sumber: Buku Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah karya Ahmad Adaby Darban (2010).
Editor: Arif