Perspektif

Toxic Buzzer di Kasus Donasi UAH

2 Mins read

Ulah Para Buzzer

Rasanya, kita tidak habis pikir dengan ulah para buzzer kali ini. Kebrutalan dalam pembunuhan karakter seseorang di media sosial, seolah menjadi santapan utama. Mungkin selama ini, mereka jumawa: mudah sekali menuduh orang lain sebagai radikal, teroris, anti-pancasila, karena hanya memiliki pendapat yang bersebrangan. Toh, saat mereka dilaporkan atas pencemaran nama baik dan fitnah: mereka aman!

Tapi kali ini, mereka lupa. Penggiringan fitnah atas penggelapan donasi yang diinisiasi oleh Ustadz Adi Hidayat (UAH) sangat mudah dilakukan pembuktiannya. Maksudnya, jika bantahan tuduhan seseorang dicap radikal, teroris, anti-pancasila, mungkin terasa abu-abu, karena tidak bisa dibuktikan secara objektif. Namun, bantahan atas penggelapan penggalangan dana, mudah sekali pembuktiannya, karena bisa dihadirkan bukti yang sangat objektif, seperti bukti transfer.

Visi Donasi

Sebelumnya, tentu kita patut berbangga. Kepedulian rakyat Indonesia yang dihimpun melalui Yayasan yang dimiliki UAH, berhasil mengumpulkan donasi sebanyak 30 Milyar.

Fakta, jika masyarakat Indonesia memiliki ikatan batin erat dengan saudara-saudara di Palestina. Atas jumlah fantastis tersebut, tentu sangat wajar jika menarik perhatian, utamanya soal pertanggungjawaban atas dana tersebut. UAH pun sangat sadar akan hal tersebut dan bersiap untuk memberikan laporannya.

Sebenarnya, niat baik UAH untuk transparansi dan laporan sudah disampaikan secara jelas, saat penyerahan dana kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), plus dengan penjelasan visi pemberian donasi tersebut. Di antaranya, untuk pembagunan hal produktif seperti rumah sakit, serta pembangunan sumber daya manusia, seperti biaya pendidikan berkelanjutan untuk anak-anak Palestina.

Tapi tentu, pelaporan dana sejumlah tersebut membutuhkan waktu dan proses yang lumayan. Pada masa proses ini, tidak elok jika kita sembrono menuduh atau menggiring opini seseorang tersebut tidak bertanggungjawab. Ibaratnya, saat kontraktor sedang proses bangun rumah, lalu setengahnya belum jadi, lalu kita sembrono mengatakan: “pasti uangnya dikorupsi!” Tentu hal tersebut tidak dibenarkan. Ibaratnya, pelukis paling marah kalau lukisannya belum jadi sudah dikomentari.

Baca Juga  Tuduhan kepada UAH: Yang Diterangkan, Yang Digelapkan

Implementasi Bertahap

Artinya, sejak dilontarkannya visi pemberian donasi UAH di MUI tersebut, implementasinya dilakukan secara bertahap. Perlu waktu. Untuk beberapa hal bisa dilaksanakan secara cepat, seperti donasi pembangunan di Gaza sudah disampaikan melalui International Networking for Humanitarian (INH), kemudian sumbangan untuk rakyat di Tepi Barat yang sudah disalurkan melalui MUI.

Sisanya, adalah untuk biaya pendidikan anak-anak Palestina, utamanya jika mereka bersedia untuk melakukan pendidikan di Indonesia. Untuk poin ini, tentu tidak bisa sekaligus. Oleh karenanya, UAH sedang bergerak menggandeng organisasi-organisasi penyalur dana infak dan sadaqah, seperti LazisMu dan Baznas. Mereka tentu harus membahas kesepakatan penyaluran dana tersebut, sampai nanti mekanisme jika sudah banyak anak-anak Palestina yang menempuh pendidikan di Indonesia.

Jika orang-orang yang berniat lurus ingin menagih transparansi dana, seharusnya memahami proses ini dari awal. Minimal, menonton video penjelasan UAH di forum MUI tersebut. Bukan melihat jumlah total dana, lalu menyandingkan dengan sebagian dana yang disalurkan melalui MUI. Tanpa memberi penjelasan apapun sehingga publik umum secara sekejap bisa memaknai: ada perbedaan antara jumlah total donasi dengan jumalh pemberian donasi. 

Toxic Buzzer Mengoyak Sendi Bangsa

Namun, seperti yang dijelaskan di awal, buzzer ini benar-benar niradab, norak, dan brutal. Mereka pantas disebut toxic buzzer. Pasalnya, keberadaannya sudah menjelma menjadi racun yang mengoyak sendi-sendi kebangsaan. Aliran racun yang berlindung dibalik aliran darah narasi-narasi kebangsaan.

Perlu diakui, kejumawaan mereka tentunya tidak terlepas dari “keberhasilan” mereka, lepas dari jeratan kasus yang selama ini dilaporkan kepada mereka. Namun di awal sudah kami jelaskan: bantahan atas tuduhan dan penggiringan opini penggelapan dana mudah dilakukan dengan bukti objektif. Maka selayaknya, pelaporan atas fitnah donasi Palestina yang diiniasi oleh UAH, wajib diproses lebih lanjut.

Baca Juga  Soal UAH dan Din Syamsuddin: Bukan Hadiah, Tapi Pilihan Hidup

Demikian, publik menanti dan mengawasi. Pasalnya, pemeliharaan terhadap sikap-sikap fitnah ini akan menjadi bom waktu. Setiap anak bangsa akan dengan mudahnya melakukan fitnah terhadap pihak lain, karena ada preseden kasus tertentu tidak diproses. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, framing fitnah pemerintah akan semakin meningkat.

Kita merindukan suasana kebangsaan yang penuh dengan gotong-royong, saling percaya, dan sikap tawasuth (moderat): tidak menyukai dan membenci manusia secara berlebihan, sehingga menutup mata atas kebaikan. Namun, jika racun ini tidak dihilangkan dan masih mengalir di tubuh, sulit sekali rasanya jasmani Indonesia ini bisa berfungsi secara optimal. Oleh karenanya, mari kita lawan toxic buzzer!

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Pengajar dan pegiat media sosial
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds