Islam sebagai agama memang satu, tetapi cara memahami Islam bermacam-macam. Keragaman dalam memahami Islam ini merupakan Konsekuensi logis dari dialektika yang melingkupi di setiap ruang dan waktu. Pada nilai-nilai yang universal, Islam di manapun juga satu dan sama. Tetapi pada wilayah interpretatif, wajah Islam sangat beragam. Antara satu wilayah dengan wilayah lainnya memiliki perbedaan.
Keragaman sebagai Realita
Keragaman semacam ini sesungguh nya sebagai bagian dari realitas yang tidak perlu untuk dipertentangkan. Menurut Azyumardi Azra, Merupakan hal aneh bahkan kontradiktif dan musykil jika umat Islam Indonesia saat ini suka menyerang kelompok-kelompok tertentu baik sesama penganut Islam maupun terhadap penganut agama lainnya. Sebab dalam sejarah, kaum muslim justru menjadi pelopor dan teladan dalam kepemimpinan masyarakat yang memiliki banyak perbedaan pendapat.
Melihat realita keadaan kita saat ini, sering kita melihat atau mendengar isu-isu tentang Tren hijrah, jihad, dan kihlafah. Baik itu dari masjid-masjid, acara seminar keagamaan, youtube, bahkan video-video yang berdurasi 1 menit yang selalu beredar di sosial media saat ini. 3 hal ini (hijrah, jihad, dan khilafah) memiliki tujuan yang sangat bagus bila kita memahaminya dengan baik dan benar. Lantas ada apa dengan tren hijrah, jihad, dan khilafah saat ini?
Saat ini sedang marak-maraknya tren hijrah, jihad, dan khilafah terlebih di kalangan anak muda kita saat ini. Memang di masa muda adalah masa di mana kita mencari jati diri kita, masa dimana kita butuh yang nama nya identitas diri, namun di dalam proses pencarian jati diri kita ini Banyak sekali orang-orang yang terjebak dan salah dalam memahami makna ke-3 hal ini (hijrah, jihad, dan khilafah).
Seharusnya dengan ilmu ini mampu membuat kita sebagai muslim yang baik, yang selalu menghargai perbedaan dan pendapat orang lain. Tapi saat ini dengan ilmu yang sama malah menjadikan kita sebagai orang yang antipati terhadap perbedaan. Mudah mengkafir-kafirkan orang-orang yang berbeda pemahaman dan tidak sependapat dengan kita. Sehingga secara tidak langsung menjadikan diri kita sebagai muslim yang taklid buta.
Tren Hijrah, Jihad, dan Khilafah
Saat ini juga banyak sekali orang-orang yang merasa dirinyalah yang paling benar dan menjudge bahwa orang-orang yang bukan sepemahaman dengan nya adalah salah. Padahal belajarnya mengenai agama tidak seberapa, pemahaman nya tentang hijrah, jihad, dan khilafah di dapat hanya melalui video-video 1 menit yang beredar di sosial media.
Belum jelas makna arti dan tujuan nya tapi sudah merasa layaknya utusan Tuhan. Bukankah itu terlalu berlebihan? Padahal salah dan benar itu adalah sebuah konsensus artinya bahwa hanya Allah-lah yang tahu.
Sebenarnya tidak ada yang salah jika kita fanatik terhadap pemahaman kita terlebih dalam konteks keyakinan, yang salah itu adalah ketika ada orang yang berbeda pemikiran atau pemahaman dari kita, kita malah menyalahkannya, kita malah menghakiminya. Seharusnya yang kita lakukan adalah merangkulnya, berdiskusi, atau bertukar pikiran bersamanya. Bukan menyalahkan nya apalagi sampai mengkafir-kafirkan nya.
Ini adalah kesalahan sikap kita dalam beragama. Sikap beragama yang baik adalah ketika kita memandang sesuatu tidak hanya dari hitam dan putihnya saja tapi dari berbagai macam warna yang ada. Sebab pelangi itu indah karena mempunyai banyak warna yang berbeda-beda. Artinya bahwa bila alam ini hanya memiliki satu warna, maka kita tidak akan pernah mengenal arti dari keindahan.
Bila rasa itu hanya satu, pastinya kita tidak pernah tau rasa nikmat itu apa. Bahkan apabila manusia di lahirkan dengan bentuk dan rupa yang sama maka tentu kita tidak akan pernah merasakan indahnya cinta. Itulah indahnya perbedaan yang membawa keharmonisan dalam kehidupan. Oleh sebab itu, maka hargailah setiap perbedaan.
Kita harus ingat bahwa tidak ada di dunia ini fakta sosial yang sama persis, apalagi berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Semua masyarakat memiliki karakteristik sendiri yang khas dan berbeda satu sama lainnya. Justru pada kondisi semacam inilah sikap memahami dan menghargai perbedaan menjadi landasan penting bagi terciptanya harmoni dalam kehidupan.
Menumbuhkan Kedewasaan dan Kesadaran
Dengan demikian, keharmonisan adalah kondisi ketika perbedaan tidak dijadikan sebagai sarana untuk memaksa pihak lain. Perbedaan sesungguhnya merupakan hal yang natural. Tidak mungkin ada kondisi yang sama. Kondisi keharmonisan terjadi ketika perbedaan dijadikan sebagai modal untuk membangun kebersamaan. Perbedaan tidak untuk dipertentangkan, tetapi dijadikan sebagai bahan untuk saling menghormati dan menghargai sekaligus memperkaya kehidupan bersama.
Melihat problematika kita saat ini, sepatutnya kita prihatin menyimak banyaknya fenomena-fenomena intoleransi. Hal ini menunjukan bahwa belum tumbuhnya kedewasaan dan kesadaran untuk saling berbagi dan saling menghargai. Ketidaksetujuan terhadap suatu pendapat pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang wajar.
Tidak mungkin ada kesamaan pendapat di antara semua orang. Justru dari keragamaan pendapat itulah tersimpan potensi yang besar untuk memperkaya kehidupan. Baik itu kaya akan wawasan maupun pemahaman.
Memang di era sekarang ini sangat sulit dalam proses mencari jati diri khususnya kita kalangan pemuda yang bisa saja mudah terbawa arus begitu saja. Tentu dalam proses pencarian jati diri setiap dari kita pasti menemui dinamika-dinamika yang berbeda. Oleh sebab itu penulis ingin mengajak kaum muda agar tidak mudah terbawa oleh arus kehidupan ini.
Dalam proses mencari jati diri yang ingin di cari, kita sebagai pemuda harus bersunguh-sungguh dalam proses pencarian jati diri (bersungguh-sungguh dalam belajar), membuka pikiran kita terhadap segala hal(open mind), dan harus siap menerima perubahan. Sebab dengan kita menerima perubahan hidup (perubahan positif) sama artinya kita mengambil langkah maju untuk mengembangkan diri.
Teruslah belajar hingga nyawamu terlepas dari raganya.
Editor: Nabhan