Nama lengkapnya Arin Setyowati, panggilannya Arin, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Arin merupakan aktivis perempuan Muhammadiyah dan Aisyiyah Jawa Timur. Praktek dakwah kepada kalangan tuna susila atau mantan Pekerja Seks Komersial (PSK) Arin jalani kurang lebih 5-10 tahun lamanya.
Arin berhasil mengembangkan prototype best practice dakwah Muhammadiyah untuk persoalan prostitusi, dimulai dari pendampingan agama, kesehatan, dan ekonomi. Ini hasil dari penelitiannya terkait pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam mendampingi PSK hingga menjadi mantan PSK di Krembangan Dupak Bangunsari dan Tampak Asri.
“dakwah terhadap mantan PSK ini perlu terus dikembangkan. Selama ini orang miskin itu dianggap hanyalah orang tidak memiliki rumah sehingga ia berhak mendapatkanya. Tapi ternyata kebutuhan mereka tidak hanya sebatas itu, bukan hanya berbentuk fisik, melainkan lebih dari itu,” ucapnya dalam obrolan via telpon pada (22/24).
PSK bagi Arin mengutip pendapat Muhammadiyah, bisa dimaknai sebagai kaum Mustadh’afin (kaum lemah) baik secara iman maupun modal. Mereka masuk ke dalam kategori Riqab (budak atau hamba sahaya) sebagaimana tafsir kontemporer 8 ashnaf (pihak-pihak yang berhak menerima zakat) dalam surah at-Taubah ayat 60.
Arin banyak menggarap tema-tema penelitian yang lain dengan pisau analisis yang berbeda untuk mendalami kajiannya tentang perempuan pekerja seksual. Mulai dari perspektif maqashid syariah hingga kajian gender ia gunakan dalam risetnya.
Setelah melakukan penelitian, Arin menindaklajuti hasil temuannya dengan program pengabdian masyarakat. Ia mencoba menggali alternatif mata pencaharian bagi para mantan PSK. Salah satunya Arin memberikan bantuan alat reproduksi berupa mesin cuci untuk mereka yang mau membuka usaha laundry. Sebuah upaya pengganti pendapatan untuk mereka bertahan hidup dan tidak kembali terjebak ke dalam dunia industri seksual.
Sembari berjalan waktu, Arin bersama kawan-kawan Muhammadiyah setempat juga pelan-pelan mengajari para mantan PSK yang membuka laundry dengan berbagai edukasi: mulai dari pengunaan pewangi pakaian hingga manajemen keuangan. Sebab dirinya juga merupakan mahasiswa ekonomi Islam.
Di luar aktivitas itu, Arin juga bertemu dengan beberapa mantan PSK yang berjualan sayur, jualan jilbab, pembuat kerajinan dan masih banyak lagi. Mereka bekerja untuk menutupi kebutuhan hidup dengan usaha mereka masing-masing. Di sinilah dukungan dan peran kita bersama sangat berarti bagi mereka.
“Saya kira begitu penting peran dari kita untuk mereka berdaya. Karena membuat mereka tidak balik kepada dunia prostitusi itu satu tahapan yang baik. Sebab mereka merasa dianggap ada. Dan mereka bisa memiliki akses yang sama dengan masyarakat pada umumnya,” imbuhnya.
Arin sadar bahwa para mantan PSK itu juga manusia, sama seperti kita. Mereka juga berhak dan layak mendapatkan fasilitas dan akses yang sama seperti yang didapatkan masyarakat pada umumnya. Seperti akses agama, akses kesehatan, akses ekonomi, akses pendidikan, akses sosial dan lain-lain.
Dirinya menyebut pentingnya mengubah pandangan masyarakat terhadap dunia prostitusi. Ia menulis dalam penelitiannya,“Perlu ada revisi cara pandang terhadap prostitusi. Sehingga diharapkan dapat mempermudah dalam memperlakukannya, sejalan dengan misi peradaban Islam”.
Arin adalah salah satu aktor di balik jalan sunyi dakwah Muhammadiyah itu. Sebab jauh sebelum penutupan enam titik lokalisasi legal oleh pemerintah kota Surabaya di tahun 2014, Arin dan Muhammadiyah Krembangan telah menjalankan beberapa program pemberdayaan bagi mereka para PSK hingga ada yang berhasil keluar dari dunia prostitusi. Setelah keluar, mereka diberdayakan dengan berbagai program yang ada.
Menurut data dari Dinas Sosial Surabaya, enam titik lokalisasi legal itu adalah Gang Dolly dan Jarak (Kelurahan Putat Jaya), Tambakasri alias Kermil (Kelurahan Morokrembangan), Dupak Bangunsari (Kelurahan Dupak), Klakah Rejo (Kelurahan Klakah Rejo), dan Sememi Jaya atau Moro Seneng (Kelurahan Sememi).
Arin menyampaikan, penutupan lokalisasi-lokalisasi oleh pemkot Surabaya itu membuat para pelaku PSK merebak ke mana-mana. Mereka bingung ke depan mau ke mana dan bagaimana. Sebab itu lah, Ia dan Muhammadiyah Krembangan ikut membantu pemerintah untuk melakukan rehabilitasi sosial para mantan PSK. Baginya, itu pekerjaan berat, perlu sinergitas antara pemerintah dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang ada, termasuk Muhammadiyah.
Ia dan PCM Krembangan melakukan pemberdayaan perempuan lewat berbagai program yang berkelanjutan. Di bidang dan agama dan pendidikan, anak-anak mereka yang dimasukkan ke panti dan disekolahkan di sekolah Muhammadiyah. Di bidang kesehatan, dihadirkan juga seorang dokter sebagai tempat mereka berkonsultasi jika ada penyakit yang dikeluhkan dan berbagai program. Di bidang ekonomi, mereka difasilitasi dengan berbagai usaha untuk mereka mandiri.
Tak hanya sampai disitu, di lain waktu dan tempat, Arin juga berjumpa dengan salah satu mantan PSK yang berjualan kue dan jajanan pasar di jalan. Ia sejenak berhenti dan membeli jualannya. Arin sempat berbincang-bincang soal pendapatan harian dari hasil jualan keliling yang sedang mantan PSK itu jalani.
“Secara nominal mungkin tidak cukup, sebab kebutuhan keluarganya di rumah begitu banyak. Anaknya ada sakit dan berbagai keperluan rumah tangga lainnya. Tapi mantan PSK itu merasa ada berkah dari usahanya,” ungkap Dosen UM Surabaya itu.
Di antara keberkahan itu, sebut Arin sebagaimana diungkapkan WTS itu adalah mereka merasa tenang dan nyaman dalam menjalani hidup. Merasa senang bisa diterima oleh warga biasa. Merasa sudah tidak perlu sembunyi-sembunyi dengan orang rumah tentang pekerjaan. Merasa gembira karena anak-anak mereka bisa bersekolah di sekolah Muhammadiyah. Merasa bahagia karena bisa ikut pengajian yang setiap kali diadakan oleh Muhammadiyah, yang sebelumnya mereka merasa tak pantas untuk ikut pengajian.
Arin menekankan akan pentingnya peran-peran kecil kita dalam mengubah hidup para kelompok mustadh’afin itu. Hal sekecil apapun yang kita perbuat, tanpa disadari itu sangat berdampak bagi kehidupan mereka.
Walaupun upaya pemberdayaan yang Arin lakukan dengan Muhammadiyah setempat mungkin tidak berdampak besar bagi ekonomi mereka. Tapi program pemberdayaan perempuan berkelanjutan yang mereka kerjakan sangatlah berarti bagi hidup para mantan PSK ke depan.
“Secara ekonomi mungkin tidak berdampak signifikan, sebab kebutuhan setiap orang berbeda-beda. Tapi di luar itu, program pemberdayaan berkelanjutan yang diadakan dan dikelola oleh Muhammadiyah sangat berarti bagi mereka yang selama ini tidak pernah mendapatkan tempat di masyarakat,” ungkapnya.
Alih-alih membenci atau menghindari para pelaku dan mantan PSK, Arin justru konsisten berdakwah untuk mereka. Sebab baginya, ini adalah bagian dari jihad sosial dan kemanusiaan. Berkat dedikasi dan dan aksi nyatanya terhadap isu-isu Muhammadiyah dan Mustadh’afin, Arin Setyowati mendapat penghargaan dari UM Surabaya. Semoga menginspirasi banyak orang.
*) Artikel ini merupakan hasil kerjasama IBTimes dengan INFID